Bab 1

182K 7.3K 503
                                    

Aku meregangkan badanku sebelum akhirnya melenguh puas. Pekerjaan hari ini sudah usai dan aku bisa langsung pulang dan tidur. Hati ini, tenagaku sudah habis menerima omelan dari para customer.

Namaku Lunaria Sirius, seorang pegawai biasa saja yang punya gaji diatas UMR sedikit. Setelah lulus kuliah, aku beruntung mendapat pekerjaan menjadi admin dan call center di perusahaan barang dan jasa.

Meski pekerjaanku sangat memuakan karena hampir setiap hari mendengar ocehan dan amarah dari para customer, aku tetap harus bersyukur mendapatkan pekerjaan ini.

Saat ini sangat sulit mendapat pekerjaan meski sudah menjadi sarjana. Setelah menjual rumah warisan orangtuaku, aku membeli sebuah apartemen di pusat kota.

Sebuah rumah yang sangat cocok untukku dan jauh dari mulut tetangga.

"Lun, ini kan malam minggu. LN yuk." ajak temanku.

"Udah booking?"

"Udah kok, jam 10 ya di tempat biasa. Jangan telat."

"Oke," jawabku.

LN adalah singkatan dari Ladies Night sebuah istilah di klub malam yang dimana sekelompok perempuan mendapat meja dan satu botol gratis untuk dinikmati.

Pekerjaan sehari-hari ku selesai bekerja menghabiskan waktu bermain atau istirahat. Entah itu nyalon, belanja, klub malam, atau hanya sekedar jajan di cafe. Jika aku tidak melakukan semua itu, maka aku hanya akan tidur karena kelelahan. Dan di hari minggu, aku lebih memilih diam di rumah quality time dengan membaca novel atau menonton film.

Selesai bersiap dan berencana pergi, salah satu keluargaku di kampung menelfon. Aku mengabaikannya, namun karena dering telfon yang tak kunjung berhenti aku akhirnya mengangkatnya dengan enggan.

Mendengar kabar yang disampaikan salah satu pamanku, aku syok. Nenekku baru saja meninggal. Nenek satu-satunya orang yang sangat menyayangiku setelah orangtuaku meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Aku bergegas memesan tiket pesawat dan pulang. Sejujurnya, aku tidak suka naik pesawat jika ingat orangtuaku yang tiada karenanya, tapi karena mengejar waktu aku harus segera sampai di rumah. Untungnya malam itu, masih ada penerbangan.

Teman-temanku yang menghubungiku segera aku kirimkan pesan permintaan maaf. Aku tidak bisa datang,  karena anggota keluargaku tiada. Aku juga mengirimkan pesan agar besok diizinkan libur.

Sepanjang perjalanan aku menangis tiada henti, dan ketika sampai di rumah, aku tak kuasa menahan kesedihan hingga pingsan. Dan di pagi harinya, nenek di makamkan.

Aku masih saja menangis, meski sudah berada di rumah.

Namun, kesedihan itu langsung hilang ketika para tetangga dan keluarga besarku bertanya kapan aku akan menikah dan memiliki anak.

"Kamu itu udah jadi perawan tua. Kamu nunggu apa lagi? Umur kamu itu udah kepala tiga, masa kamu masih nggak mau nikah,"

"Kasihan nenek kamu, sampai akhir dia berharap kamu menikah terus punya anak,"

"Kalau kamu nggak bisa cari, biar tante yang cariin aja."

"Jangan pilih-pilih. Kamu itu perawan tua. Nikah aja sama yang mau sama kamu,"

"Nggak usah pilih-pilih. Bukannya nanti dapet yang ganteng dan mapan, kamu malah dapat suami yang nggak karuan,"

Aku hanya bisa menahan kekesalanku mendengar omong kosong dari para orang tua itu. Ingin sekali aku membantah mereka. Namun mengingat suasana duka, aku memilih pamit kembali untuk bekerja. Aku beralasan saja jika bosku tidak memberikan aku izin cuti dan banyak pekerjaan di kantor. Lebih baik aku mati daripada mendengarkan omong kosong tentang pernikahan itu lagi.

Trapped in a Psycopathic NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang