Bab 52

40.6K 3.8K 141
                                    

Taman bermain. Yah, tempat itu adalah tempat wisata taman bermain yang sangat besar dan .... Sepi.

Lion rasa ayahnya pasti sudah gila. Untuk apa Cavero membawanya kesini.

"Aku menyewa tempat ini, jadi kamu bisa memainkan semua ini dengan bebas."

Kan, apa yang dia pikirkan. Kata yang bahkan tidak akan mungkin Lion dengar.

"Tidak mau! Lupakan saja!" balas Lion yang segera pergi dari tempat itu.

Cavero menghalanginya.

"Otakmu pasti geser, untuk apa membawaku kesini. Bermain? Memangnya aku anak-anak, tidak mau!" tolak Lion mentah-mentah. Apalagi jika bermain dengan Cavero. Seketika wajah Lion memerah ketika membayangkannya.

Anak itu segera mendorong tangan Cavero yang menghalanginya. Sayangnya, ketika Lion berniat pergi para bodyguard Cavero menghalanginya.

"Minggir," ucap Lion.

Cavero mendekatinya. Namun ketika melihat wajah Chaselion yang sangat memerah, Cavero merenung. Kulit putranya memang pucat seperti milik istrinya. Karena itu, sekecil apapun emosi itu, Cavero bisa melihat ekspresinya dengan jelas.

Apa putranya semarah itu hanya karena dia mengajaknya ke taman bermain? Sudah dia duga, ide Seth itu sia-sia. Mana mungkin, Lion mau melakukannya. Ternyata Seth juga tidak begitu mengenal putranya. Tangan kanannya itu hanya mengenal Chasel. Bukan Lion kepribadiannya yang lain.

Apa dia ajak kembali saja nanti ketika Chasel yang ada ditubuh anak itu.

"Biarkan dia," ucap Cavero.

Lion segera berlari pergi kembali ke mobil. Cavero sedikit terluka melihatnya. Dia tidak menyangka jika Lion akan begitu membenci tempat ini.

Cavero masih memperhatikan Lion yang berlari. Padahal tubuh anak itu kecil, tapi larinya sangat cepat.

Jika anak itu jatuh nantinya, Cavero akan menertawakannya. Akan tetapi, ketika melihat sebuah cahaya merah diatas kepala Lion, Cavero reflek berlari mengejarnya dan langsung memeluk anak menggendongnya dan menyembunyikannya di pelukannya.

Dor

Suara tembakan terdengar. Peluru itu mengenai bahu Cavero.

Pengawal Cavero buru-buru mengelilingi majikannya itu dan bersiaga.

Ketika sudah masuk ke mobil, beberapa orang mulai mencari tau siapa yang menembak dan beberapa melanjutkan perjalanan menuju Vila.

Cavero meletakan Chaselion disampingnya. Dia memeriksa keadaan anak itu yang untungnya baik-baik saja kecuali mentalnya yang pasti sangat terkejut. Tiba-tiba Cavero merasa bersyukur karena Chaselion tidak tumbuh seperti anak lainnya.

Sudah dia duga, tidak aman membawa Chaselion keluar bersamanya. Harusnya, dia meninggalkan Chaselion di rumah saja seperti biasanya.

"Pa, papa. Lengan papa terluka." kata Lion syok.

Ini pertama kalinya dalam hidupnya melihat peluru asli yang hampir menembus kepalanya.

"Tidak masalah. Kamu baik-baik saja?"

Lion menganguk. Dalam hatinya, Lion bertanya kenapa papanya menyelamatkannya? Bukannya papanya membencinya?

"Ke-kenapa kamu menyelamatkanku?" tanya Lion pelan. Nyaris berbisik. Namun, Cavero masih mendengarnya.

"Kamu kan membenciku. Berharap aku mati saja," lanjutnya pelan.

Cavero juga tidak tau. Ia benar merasakan perasaan itu. Membenci putranya dan berharap putranya menghilang. Bahkan jika itu Lunaria yang memintanya untuk menjaganya, dia yakin pasti tidak akan melakukannya hingga seperti ini. Sedikit lagi saja, dia juga hampir mati tadi. Namun anehnya tadi, tubuhnya reflek menyelamatkan Chaselion mengabaikan keadaannya sendiri.

Trapped in a Psycopathic NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang