00:05 PERTEMUAN DUA KELUARGA

262 13 0
                                    

"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kenapa gue ada di sini? Kenapa rasa penasaran gue lebih gede dari pada-"

DUK!

"Maaf-EH! PAK AJUN, NGAPAIN DI SINI?"

Ajun mengerjap. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu mahasiswi kampusnya di tempat yang seperti ini.

Ajun berdeham pelan.

"Bukan urusan kamu. Saya permisi."

Ajun melengos dari hadapan Kiran. Cewek itu berdecak sebal. Tidak di kampus, tidak di luar seperti ini, sikapnya sama-sama menyebalkan.

"Eh, Pak! Mau masuk? Bareng aja!"

Setengah jiwa Kiran berlari, cewek itu akhirnya mampu mengimbangi langkah panjang Ajun.

"Ada pertemuan keluarga, Pak? Rapih banget."

"Bukan urusan kamu. Kamu sendiri, ngapain? Bukannya belajar, malah keluyuran gak jelas."

Kiran tertohok. Dia tersenyum penuh derita.

"Bukan urusan, Bapak."

Ajun mendelik. Sepertinya, Kiran memberikan kata-kata darinya sebagai bumerang. Ajun memperhatikan penampilan Kiran dari ujung matanya. Dress biru tua selutut, high heels yang cukup tinggi dan rambut tergerai tanpa hiasan? Ini seperti bukan Kiran si tomboi yang sering ditemuinya di kampus.

Ajun sepertinya menyadari sesuatu.

"Astagfirullah. Jangan-jangan?"

"KIRAN! AJUN! SINI!"

Kiran dan Ajun kompak menoleh ke sumber suara. Dilihat oleh mereka, orang tua masing - masing duduk rapi menempati sebuah meja.

Kedua mata Kiran dan Ajun membelalak.

Mereka refleks saling pandang.

"JADI KAMU?"

"JADI BAPAK?!"

Mereka bertanya secara bersamaan.

Ya Tuhan! Kiran tidak pernah berfikir jika orang yang akan dijodohkan oleh orang tuanya itu Dosennya sendiri.

Hidung Kiran kembang kempis cepat. Dia tidak terima dibohongi okeh Mamanya. Hwang In Yeop dari Hongkong?! Ini mah om Dosen apatis! Si pelit nilai! HWAAAAA!

Kiran beralih pada Mamanya yang sedang menatap bingung ke arah mereka berdua.
Cewek itu menatap berapi-api Mamanya.

"MAMA! KIRAN NGGAK MAU NIKAH SAMA OM-MPPPH!" Ucapan Kiran tergantung di udara. Sebuah tangan membekap mulutnya.

Ajun membawa tubuh Kiran dalam dekapannya.

Ajun tersenyum kaku, sedangkan Kiran masih saja meronta minta dilepaskan. Seperti singa ngamuk dalam dekapan Ajun.

"Nanti kita bahas. Buat hari ini, bersikap sewajarnya aja. Jangan membuat persahabatan Ayah kita jadi hancur."

Kiran mengangguk terpaksa. Ajun melepaskan Kiran dari dekapannya juga tangannya yang menutupi bibir Kiran.

Kiran merapikan tata bajunya.

"Bapak apaan sih? Ini bisa jadi pelecehan!"

"Huh? Pelecehan?"

Kiran menutupi dadanya dengan tangan.

"Dasar om-om genit."

Ajun mendelik sebal.

"Kamu, buas banget kayak singa ngamuk."

...

"Jadi, Kiran adalah mahasiswi kamu?"

"Iya, Yah."

"Bagus kalo begitu. Kalian sepertinya sudah mengenal satu sama lain, bukan? Alhamdulilah bisa mempermudah segalanya."

Kiran mencebik, dia terus saja membuang muka. Dia tidak sudi-masih belum bisa menerima apa yang sedang terjadi sekarang.

"Kapan pernikahannya?"

Kiran dan Ajun terbatuk berjamaah. Mereka saling pandang. Saling melemparkan tatapan bertanya. Mereka benar-benar terkejut dengan maksud pertemuan dua keluarga ini.

"Secepat ini, Pak?" Bisik Kiran.

"Saya juga kaget, Kiran." Balas Ajun.

Mama Kiran tersenyum ramah pada Ibu Ajun.

"Bulan depan juga boleh."

"Boleh banget, Bu. Saya setuju."

Kiran dan Ajun langsung menatap Mamanya masing-masing. Melemparkan tatapan tidak setuju. Lebih ke mengamcam agar para Ibu untuk tetap diam.

"MAH!"

"BU!"

Ibu Ajun menatap bingung putra bungsunya.

"Apa? Kenapa? Kelamaan? Kalo gitu, minggu-"

"Minggu depan. Bagaimana, Pak?"

Kiran dan Ajun melotot pada Ayah Ajun.

"Yah, jangan tergesa-gesa!"

"Benar kata Pak Ajun, Om. Harus santai."

Ayah Ajun mengangguk mengerti.

"Baiklah. Minggu depan kita nikahkan."

"What the-?"

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Onde histórias criam vida. Descubra agora