MALAM PERTAMA?!

310 12 0
                                    

Seluruh tubuh Kiran menegang saat suara berat itu berembus di sebelah telinganya. Kaki Kiran refleks mundur beberapa langkah ke belakang. Ajun yang melihat itu setengah mati menahan agar tawanya tidak keluar. Apalagi saat melihat wajah ngebug Kiran.

"Dia ngomong apa, sih?!" Runtuk Kiran dalam hati. Kiran menoleh ke kiri-kanan, keadaan di sana terlihat sangat tenang kelewat sepi. "Apa gue kabur ke rumah Raya aja gitu? Ah, malesin banget malem-malem gini nggak ada Bus. Pesen ojol aja gitu, ya? Eh! Mikir apaan sih gua?! Kenapa jadi parno sendiri gini?!"

Ajun menyugar rambutnya ke belakang.

"Kamu mau masuk atau tidur di sini?"

"Huh?"

Ajun langsung saja masuk ke dalam apartemen miliknya, meninggalkan Kiran yang masih galau antara masuk atau pergi ke rumah Raya.

Kiran menelan ludah ngeri. Dia mengeluarkan ponselnya, menatap kontak Raya yang sudah ada di layar ponselnya. Tapi, tangan Kiran tak kunjung menyentuh ikon panggil. Dia teringat sesuatu yang sangat penting.

Dia belum menghapus riasan di wajahnya!

Apa kata Raya nanti? Pasti dia sangat kepo.

Kiran menghela napas, frustasi.

Kiran menggeleng cepat. "Gak mungkin gue mati gara-gara seatap sama Pak Ajun. Okeh. Positif thinking dulu, Kiran. Kalo ada apa-apa Lo bisa telepon polisi." Cewek itu kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. Kakinya dengan langkah berat masuk ke dalam.

Kiran menutup pintu, pintu otomatis terkunci sendiri. Kiran melangkah dengan kaki yang sedikit gemetar karena melihat keadaan apartemen Dosen tampan kita.

Bersih. Rapih. Tertata sempurna.

"Daebak." Satu kata itu lolos begitu saja dari bibir Kiran, matanya berbinar menyusuri setiap sudut di tempat yang masih asing ini.

Kiran meringis saat menyadari sesuatu.

"Merasa gagal jadi cewek gue. Pak Ajun perfeksionis banget keknya. Adoh! Masalah hidup gue makin berat." Monolognya.

Ajun keluar dari kamar, dia melihat Kiran yang sudah masuk. Dari raut wajahnya yang bersinar Ajun tahu betul jika Kiran sedang mengagumi apartement miliknya ini. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia bersyukur jika design apartement ini cocok dengan Kiran.

"Kiran," Panggil Ajun.

Kiran sedikit terkejut dengan suara itu. Dia langsung saja menoleh dan menatap lawan bicaranya. "Iya, Pak?"

"Berhubungan kamarnya ada satu, kamu-"

"Bapak di sofa."

Ajun terlonjak. "APA?!"

Kiran bersedekap, setengah cengengesan. "Saya di kamar Bapak. Bapak di sofa. Gitu."

Ajun menatap tidak setuju Kiran, kentara tidak suka dengan keputusan yang Kiran buat sepihak ini.

"Kenapa jadi kamu yang atur saya?"

"Bapak rela kulit Bae Suzy saya digerogoti nyamuk-nyamuk nakal?" Tanya Kiran, random. Dia hanya beralasan agar tidak tidur di sofa. Dia masih sayang dengan punggungnya, dia tidak ingin menderita.

Ajun membuang mukanya sebal. Masuk lagi ke dalam kamar dan menutupnya dengan kasar. Suara pintu dikunci membuat Kiran terbelalak. Dengan cepat dia berlari mendatangi pintu kamar yang sudah terkunci dari dalam itu.

TOK! TOK! TOK!

"PAK?! KENAPA BAPAK KUNCI PINTUNYA?! TERUS SAYA TIDUR DIMANA, PAK?! BAPAK TEGA BANGET SAMA SAYA! PAK! BAPAK?!"

Hening. Tidak ada sahutan dari dalam.

Kiran kembali mengetuk pintu dengan kekuatan hulknya. Kiran tidak ingin kalah untuk urusan kamar, dia benar-benar masih sayang dengan badannya.

"PAK?! BUKA PINTUNYA! ATAU SAYA BAKAR APARTEMENT BAPAK INI?! SAYA JUAL SOFA SAMA TELEVISI BAPAK! AISH! SIALAN! ups!" Kiran menutup mulutnya saat umpatan keluar begitu saja dari bibinya. Kiran meruntuki dirinya sendiri. Kalau seperti ini dia tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan.

Kiran menendang pintu itu pelan.

"Dasar Dosen sialan! Awas aja!" Umpatnya, dengan suara yang teramat pelan.

Kiran menghela napas panjang. Dengan malas yang teramat malas, dia melangkah menuju sofa yang berada di depan televisi.

Kiran duduk malas, tubuhnya perlahan merosot dan kini meringkuk di atas sofa empuk Bapak Dosen kita. Kiran menatap televisi mati itu, ia tersenyum penuh arti. Dia meraih remote, menyentuh tombol power dan televisi pun menyala. Kiran meringsut, mencari posisi yang nyaman untuk menonton acara favoritnya.

"Kejam banget nggak kasih bantal atau selimut, berasa jadi gelandang nyasar gue. Besok gue harus bawa selimut sendiri ini mah."

Hoam. Kiran menguap lebar. Dia melirik jam dinding di atas televisi. Jam menunjuk pada angka dua belas tepat. Sudah lewat dari jam tidur Kiran. Kiran kembali meringsut, dia meringkuk, memeluk lututnya sendiri saat merasa AC di ruangan semakin dingin.

Kiran tersenyum lebar.

"Bagus! Malam pertama gue tidur di sofa."

"Anggap aja ini mimpi buruk dan besok Lo harus bangun dengan perasaan gembira. Punggung, maafin gue. Jangan sakitin gue."

Perlahan namun pasti, Kedua mata Kiran tertutup dengan rapat. Kesadaran sudah hilang, pergi ke alam mimpi. Sedangkan televisi masih saja menyala dengan bebas. Sekarang jadi televisi yang menonton Kiran.

...

Pintu kamar terbuka, Ajun keluar dengan muka bantalnya. Dia mengucek matanya sekilas, dia melihat jam sudah menunjukkan pukul tiga. Dia ketiduran di kamar.

Ajun menepuk jidatnya saat teringat sesuatu.
Dia terdiam saat mendengar suara dengkuran seseorang di sana. Ajun langsung mendatangi sofa, dia terkejut saat melihat posisi tiduran Kiran yang sangat abstrak. Tangan dan kaki menunjuk ke lain arah, dia tepar di sofa.

Ajun menggeleng pelan.

"Kiran itu perempuan atau laki-laki?" Tanyanya pada dirinya sendiri. "Dia nggak bakalan jatuh kan? Sayang banget lantainya baru diganti."

Ajun kembali masuk ke kamar, dia mengambil selimut baru di lemarinya. Dia kembali keluar dan mendatangi Kiran lagi. Dia menyelimuti tubuh Kiran yang terlihat sedikit menggigil.

"Kiran gak biasa di ruangan ber-AC?"

Ajun mengambil remote AC. Dia mematikan benda tersebut. Tidak lama, udara menjadi lebih panas. Ajun bergegas masuk ke kamar, Bapak Dosen kita ini tidak bisa berada di ruangan yang hangat. Kulitnya sedikit sensitif dengan udara yang hangat.

Ajun menutup pintu dengan sangat rapat, tidak lupa menguncinya kembali. Dia bersandar pada pintu, menatap ranjangnya yang sudah seperti kapal pecah.

Kepalanya miring ke kiri.

"Apa Kiran butuh bantal?"

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang