SNACK BUMIL

127 6 0
                                    

Dua bulan ini, Kiran tidak lagi menemukan sosok Raya. Cewek cerewet itu menghilangkan bak ditelan bumi sampai tidak ada orang yang tahu kemana dia pergi. Sampai dia mendapatkan kabar dari Ajun jika Raya memutuskan untuk memundurkan diri dan keluar dari kampus.

Hari-hari Kiran, Gita dan William menjadi kelabu tanpa suara petasan Raya. Bahkan, Sendy berubah sikapnya menjadi sangat peduli dengan kuliah dan belajar mati-matian di perpus bahkan saat makan siang di kantin! Perubahan tersebut Sukes membuat tiga sekawan itu kebingungan.

"Dy, lo mau makan siang bareng?"

Sendy tersenyum, menggeleng pelan. "Makasi, gue-ada janji sama seseorang. Lain kali aja, ya? Bye!" Sendy melesat hilang di balik pintu.

Gita memakan Snack milik Kiran.

"Kalian berdua ngerasain ada yang aneh gak sama Sendy dan Raya? Semenjak Raya gak datang ke kampus, si Sendy jadi ambisius gitu. Kenapa ya?" Tanya Gita.

William juga ikutan mencomot Snack Kiran.

"Pasti ada sesuatu."

Kiran menatap dua sahabatnya dengan wajah yang datar. Terlihat sekali jika dia tidak senang makanannya disentuh oleh tangan-tangan itu.

"Lo berdua makan Snack ibu hamil?"

William dan Gita tidak terkejut dengan pertanyaan Kiran. Bahkan William memastikan jika itu benar-benar Snack untuk ibu hamil.

"Nggak apa-apa. Enak, kok."

...

Kiran duduk di singgasana kekuasaan Ajun. Ia terlihat sangat tidak nyaman dengan perutnya yang mulai mencuat ke atas. Kiran meminum bobanya dengan malas, sambil memperhatikan Ajun yang sedang sibuk bekerja di sofa.

Kiran menghela napas panjang.

"Pak, masih lama?"

"Kenapa? Udah bosen?"

"Diem satu jam. Menurut Bapak gimana?"

Ajun tidak merespon pertanyaan Kiran. Perhatiannya terlalu fokus pada tumpukan proposal di hadapannya. Hal itu membuat Kiran menghela napas berat. Sudah mah bosan, dicuekin lagi. Kiran meletakkan bobanya di atas meja, mencomot Snack khusus ibu hamil sisa Gita dan William.

"Kalo naik pangkat, Bapak gak bakalan sibuk gini?"

Ajun tidak merespon pertanyaan Kiran. Kiran yang jengkel setengah mati bangkit dan mendatangi Ajun, dia duduk disebelahnya.

"Pak, saya nanya."

Ajun yang baru sadar menoleh singkat, tangannya masih dipenuhi lembaran proposal. "Apa? Maaf, saya gak dengar pertanyaannya."

"Kalo Bapak naik pangkat, Bapak gak bakalan sibuk kayak gini?"

"Naik pangkat, berarti pekerjaannya berlipat."

"Seriusan? Saya liat Pak Rektor santei."

"Kamu hanya melihat dari satu sudut pandang. Sebenarnya, Pak Rektor itu manusia paling sibuk di kampus ini. Setiap hari banyak jadwal, pergi ke kampus daerah, hadiri undangan-undangan kampus, banyak lagi."

Mendengarnya saja sudah membuat Kiran pusing. Kiran melilitkan tangannya pada pinggang Ajun, mendaratkan sebelah pipinya pada punggung Ajun. Wajahnya terlihat sangat tidak bersemangat, bahkan dia terus-menerus menghela napas berat.

Ajun terkekeh, dia menepuk singkat punggung tangan Kiran. "Tidur aja, nanti saya bangunin."

"Nggak ngantuk."

"Terus kenapa?"

"Raya. Saya pengen ketemu sama Raya."

"Ngidam?"

"Gak tau. Rasanya, hidup ini hampa tanpa dia."

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang