MENGINAP DI RUMAH MERTUA 3

140 9 0
                                    

"Hanya satu hari?"

Ajun mengisyaratkan Ayahnya untuk menutup mulut, ia tidak ingin suasana hati Kiran hancur serta berakhir dengan tidur sendiri di luar lagi.

Kiran tersenyum malu.

"Lain kali, kami akan menginap lebih lama."

Ibu Ajun mengangguk mengerti. Sebelumnya, beliau sudah mendapatkan penjelasan Ajun. Mulai dari Kiran yang menangis sampai ingin bertemu dengan kedua orang tuanya.

Ibu Ajun memeluk Kiran erat.

"Nggak usah merasa bersalah ya, Sayang. Ibu dan Ayah selalu menantikan kunjungan kalian. Selalu. Semoga, urusan kalian cepat beres dan memberikan cucu-cucu lucu pada kami, ya?"

Kiran terdiam sebentar, lalu mengangguk patuh. Dia tahu betul jika Ibu Mertua telah dipropokasi oleh anaknya, Pak Ajun!

"Doakan yang terbaik untuk kami ya, Bu."

"Pasti. Selalu. Sampaikan salam Ibu pada Mama dan Papa kamu, ya. Hati-hati, jaga kesehatan biar dipermudah."

Ibu Ajun melepaskan pelukannya.

"Iya, Bu. Terima kasih."

...

"Bapak ngobrol apa aja sama Ibu Mertua?"

Ajun tersenyum kuda. Dia mengangkat bahu singkat, seolah tidak ingat apa yang dikatakan selama suntuk kemarin. Hal itu memancing percikan emosi Kiran, dia meninju pelan perut Ajun. Bukan pelan, tapi penuh emosi!

"Ah, sakit! Kalau jadi tujuh gimana?"

"Dih, one pack aja bangga!"

"Ini ada enam, ya! Perlu saya tunjukin?"

"Nggak, terima kasih."

Tok! Tok! Tok! Kiran mengetuk pintu cokelat itu. Selang satu menit, pintu terbuka dengan lebar. Mama dan Papanya berdiri menyambut mereka dengan seulas senyum merekah di bibirnya.

"Mama! Papa!"

Kiran langsung berhambur memeluk erat mereka, Ajun yang menjadi penonton diam. Memberikan waktu untuk keluarga itu.

"Kiran kangen banget sama Mama, Papa."

"Papa juga kangen. Apalagi Mama kamu, tuh. Setiap malam selalu ngedongengin masa kecil kamu ke Papa. Papa mah ngangguk-ngangguk saja sambil tidur."

"Dasar! Ayo, kita masuk, sayang."

Mama dan Papa Kiran merangkul lembut Kiran, mereka hendak masuk ke dalam namun suara seseorang menghentikan mereka.

"Maaf, menantunya ketinggalan."

Papa Kiran menepuk jidat pelan, dia menertawakan kebodohannya yang melupakan menantunya saking senangnya bertemu dengan putrinya.

"Ayo, masuk, Nak!"

...

Setelah mengobrol dengan kedua orangtuanya, Kiran memutuskan untuk membuat roti panggang kesukaan Ajun. Sejak tadi, bayi besar itu terus saja merengek lapar meski sudah makan malam besar bersama keluarga.

"Mau rasa apa? Strawberry atau nanas?"

"Loh, cokelat nggak ada?"

"ASTAGFIRULLAH! DIET, SAYANG!"

Ajun terkekeh geli mendengar teriakan istinya. Jika bukan sedang berada di rumah mertuanya, pasti Ajun sudah menyerang bibir tipis itu!

"Strawberry aja, kamu juga suka, kan?"

"Saya mah sukanya tiramisu, bukan roti."

Ajun mengernyit heran.

"Bukannya, tiramisu dari roti?"

"Bukan. Kalo nggak tau apa-apa, diem."

Lagi. Ajun dibuat terpingkal dengan ucapan Kiran. Kiran yang sedang mengoleskan selai pada roti hampir saja menjatuhkannya pisau tumpul yang dipegangnya saat tangan Ajun melingkar di pinggangnya.

Kiran mendengus saat merasakan deru napas Ajun di tengkuknya. "Kalo ketahuan gimana? Bapak nggak malu apa?" Ujar Kiran, sambil berusaha melepaskan diri dari kukungan Ajun. Namun, usahanya berujung sia-sia saat Ajun tidak memberikan ampun padanya.

Kiran meletakkan pisaunya di atas meja.

"Please, deh. Inget tempat, Pak."

Ajun tidak mengindahkan peringatan Kiran. Dia terus saja mengendus aroma strawberry pada tengkuk istrinya itu. Bahkan mengecupnya.

"OH MY EYES!"

Pekikan itu membuat Ajun dan Kiran menoleh, ternyata Abangnya Kiran sudah berdiri di sana dengan kedua tangan yang menutupi matanya. Pemandangan itu membuatnya iri dengki!

"Eh, udah pulang, Kak?" Tanya Ajun polos, tanpa melepaskan tautan pelukannya. Kiran yang sadar dengan kondisi langsung saja menggoda Abangnya.

Kiran tersenyum iblis.

"Kenapa, Bang? Masih nggak percaya gue nggak dikasih nafkah batin?" Goda Kiran.

"SIALAN BANGET LO, DEK! JANGAN BUAT KEJOMBLOAN GUE MERONTA-RONTA GINI! JANGAN BIKIN GUE IRI DENGKI SAMA LO! MAMA! AKU PENGEN NIKAH JUGA!"

Abang Kiran langsung mengambil seribu langkah, kabur dari dapur demi menghindari keuwuan pasangan itu.

Kiran menatap horror Ajun.

"Tuh, ketahuan kan? Untung cuma si Abang. Kalo Mama atau Papa gimana? Malu, Pak!"

Ajun mengecup singkat bibir Kiran.

"Saya nggak peduli, tuh."

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Where stories live. Discover now