PUBER 4

147 7 0
                                    

"Kiran, proposal yang saya simpan di kamar kemana ya? Sudah saya cari, tapi nggak-"

Ucapan Ajun tergantung saat melihat Kiran sedang asik meremas-remas kertas di sofa. "Maksud, Bapak yang acak-acakan ini?"

Lutut Ajun seperti mau copot, dia hampir saja akan jatuh kalau tidak berpegangan pada dinding. Matanya menatap pilu remasan kertas-kertas itu. Kiran yang melihatnya buru-buru mendatangi Ajun, berusaha membantu suaminya. Namun, Ajun malah menangkis tangannya, menolak bantuan Kiran.

Ajun menatap dingin Kiran.

"Kamu sengaja buat saya marah?"

"Saya kira cuma kertas gagal, Pak. Jadi saya jadiin tempat corat-coret deh."

Ajun mengusap wajahnya frustasi. "Terus, mulut kamu itu gunanya untuk apa?! Lain kali bertanya dulu, Kiran! Printer saya lagi rusak, kang fotocopy jauh dari sini!"

Kiran menjatuhkan semua kertas itu. Dia bangkit dari duduknya, berniat mendatangi suaminya untuk memohon ampun namun belum juga sampai Kiran sudah ditinggal.

Ajun bergegas masuk ke kamar, mengambil jaket dan kunci mobil. Setelah itu dia keluar, menemukan Kiran yang menatapnya penuh rasa bersalah di tempatnya berdiri tadi. Ajun menghela napas berat, tengah malam seperti ini masih adakah kang fotocopy di luar sana? Proposal kali ini benar-benar sangat penting, dia harus menyelesaikan malam ini juga.

Ajun meninggalkan apartemen tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Cowok itu memakai jaket sambil berjalan, berhenti di depan pintu lift. Menekan salah satu tombol dan pintu pun terbuka. Dia masuk, menuju basemen untuk mengambil mobil.

Di sisi lain, Kiran masih saja dalam posisi semula. Berdiri mematung. Bedanya, kali ini matanya sudah sembab dipenuhi gas air mata. Bibir Kiran bergetar, sekuat tenaga menjaga agar isakkanya tidak keluar. Kiran menutup mukanya sendiri, kali ini dia membebaskan teriakannya memenuhi ruangan luas ini.

...

Jam dua tepat Ajun pulang, dia berhasil menemukan kang fotocopy yang masih buka meski harus mencari ke kecamatan sebelah. Ini semua gara-gara printernya yang tiba-tiba ngedrop. Mengingatnya saja membuat Ajun kesal setengah mati.

Ajun menghela napas panjang saat melihat Kiran sedang meringkuk di atas sofa. Matanya kelihatan sembab, sepertinya dia menangis sampai ketiduran. Ajun menatapnya sebentar, lantas masuk ke kamarnya. Mengambil benda yang dibutuhkan dan kembali ke ruang telivisi.

Ajun duduk di sebelah Kiran yang meringkuk. Tangan besar itu membawa kepala Kiran ke atas pahanya, membuatkan bantal dadakan. Kiran tidak terusik dengan pergerakan itu, dia terlihat sangat pulas. Sepertinya, hari ini begitu sangat melelahkan bagi Kiran.

Ajun tersenyum tipis, merapihkan anak rambut yang menutupi wajah Kiran. Mengusap puncak kepalanya lembut dan lagi-lagi tersenyum saat tidak mendapatkan respon apa-apa dari Kiran.

Ajun menjauhkan tangannya dari wajah Kiran. Dia mengambil pulpen dan proposal yang sudah dijilid rapih itu. Dia mulai mengerjakannya dengan sangat teliti meski sekarang sudah hampir ketemu pagi. Pergerakannya terbatasi karena Kiran yang ada di pangkuannya, dia memutuskan untuk bergegas membereskannya lalu beristirahat meski hanya satu sampai dua jam saja.

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Where stories live. Discover now