TAMU TAK DI UNDANG 1

176 10 0
                                    

"Tenang. Lakukan secara perlahan."

Ajun terus saja menggumamkan kalimat itu di depan cermin. Saat ini, ia sedang menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Dengan menggunakan selembar handuk yang melilit di pinggang sedikit buncitnya dan hanya mampu menutupi sebagian kecil badannya. Ajun tersenyum lebar saat apa yang dia inginkan tinggal satu langkah di depannya.

Dengan percaya diri, Ajun keluar dari kamar mandi. Dia mendatangi Kiran yang sedang duduk termenung di ujung kasur. Ajun mendekat, duduk di sebelahnya.

"Sekarang?"

Kiran menoleh lesu, seperti tidak ada semangat hidup lagi. Wajahnya terlihat sangat pucat dan seperti menahan rasa sakit di suatu tempat. Tapi, Ajun yang kelewat excited dengan hal itu membuatnya lambat menyadari perubahan Kiran. Ajun terlebih dahulu menyudutkan Kiran ke depan kepala ranjang. Pandangan mereka beradu, wajah Ajun bergerak mendekati wajah Kiran sampai pada jarak 5 centi lagi Kiran memalingkan wajahnya.

Ajun tersenyum tipis. "Kenapa?"

Kiran mendorong Ajun, sampai mereka menjauh. Senyum Ajun mendadak luntur.

"Kamu berubah pikiran?"

Kiran menggeleng lesu.

"Bukan. Tapi, ada tamu yang datang."

Ajun mengangkat alisnya. Dia memperhatikan sekitar, menatap dari ujung ke ujung kamarnya.

"Siapa? Ibu atau Mama?"

Kiran mendesah frustasi.

"Bulan."

Perlu waktu yang cukup lama bagi Ajun untuk mengerti perkataan istrinya itu. Sampai, dia menundukkan kepalanya malu saat mengetahui maksud perkataan Kiran.

Ajun menggaruk tengkuknya. "Sejak kapan?"

"Pas Bapak mandi. Maaf ya, Pak."

Ajun menggeleng pelan.

"Kita nggak bisa melawan kodrat. Kamu santai aja, ya? Nggak usah merasa bersalah. Toh, ini juga bukan keinginan kamu."

Kiran mendekap Ajun. "Sabar dulu ya, Pak."

Ajun hanya mengangguk.

...

Kiran mengobrak-abrik isi tasnya. Lipstik yang teramat dia cintai telah lenyap dari dalam tas! Dengan langkah lebar Kiran mendatangi ruang kerja Ajun. Di sana, terlihat Ajun yang sedang mengoperasikan laptop dengan serius.

"Bapak liat lipstik saya?"

Ajun langsung menoleh, menatap kaget Kiran.

"Maksud kamu, saya yang pake gitu?"

"Saya serius, Pak. Kemarin masih ada di tas!"

"Bagaimana saya tau, Kiran?"

Kiran bersedekap, menatap malas Ajun.

"Bukannya kemarin Bapak pinjem bolpoin warna biru punya saya? Masa lupa, sih?"

Ajun tersenyum kuda. Dia ketahuan.

Bukan. Bukan maksudnya Ajun memakai lipstik punya Kiran. Tapi, tidak sengaja menjatuhkan benda itu sampai pecah berkeping-keping.

"Lipstik kamu kan banyak di meja rias."

"Ish, beda! Warna dan teksturnya tuh beda! Saya udah cinta mati sama lipstik itu! Bapak mah mana bisa ngerti?!"

Kiran keluar dari ruang tersebut. Dengan kesal tentunya. Ajun yang melihat itu menggelengkan kepalanya pelan. Tingkah Kiran ada-ada saja.

"Istri kamu mirip banget sama istri saya."

Ajun melotot saat mendengar suara itu. Ia lupa kalau saat ini sedang meeting virtual dengan Bapak Rektor! Bahkan dia lupa memute audio! Sepertinya, Rektor bisa mendengar semua percakapan mereka.

Ajun tersenyum kaku.

"Mohon maaf, Pak. Saya lupa mute."

"Tidak apa-apa, Ajun. Tahun pertama nikah itu pasti berat, saya juga pernah mengalami. Tenang saja. Sekarang, kita sudahi dulu meetingnya. Ajak istri kamu belanja biar perasaannya bagus lagi."

Ajun tersenyum malu.

"Baik. Terima kasih sarannya, Pak."

Ajun mematikan laptonya setelah meeting dadakan tadi berakhir. Ajun bergegas bangkit dari duduknya, keluar dari ruangan tersebut menuju kamarnya. Di sana, terlihat Kiran yang sedang memilih lipstik di meja rias.

Ajun berdiri di belakang istrinya, menyentuh lembut bahunya. Kiran tidak meresponnya, masih kesal dengan sikap Ajun yang 'menghilangkan' lipstiknya.

Ajun tersenyum, menatap pantulan diri mereka.

"Hari ini kamu cantik banget, deh."

Kiran menghentikan aktivitasnya, dia ikutan menatap pantulan mereka di cermin. "Jadi, waktu dulu saya nggak cantik gitu? Cuma hari ini doang cantiknya? Oke. Fine!"

Wajah Ajun langsung cemas. Sepertinya, dia salah bicara. Dia lupa bahwa hari ini adalah hari pertama Kiran kedatangan tamu, perasaannya menjadi terombang-ambing dan suka marah.

"Kamu cantik. Dari dulu. Jangan marah dong."

"Kapan saya marah?!"

Ajun menunjuk Kiran.

"Nah, ini lagi marah."

"Nggak! Kenapa saya harus marah?!"

Ajun tertawa kecil. Mengusap puncak rambut Kiran, merapikan bagian rambutnya yang panjang ke belakang. Ajun sedikit membungkuk, mensejajarkan kepala mereka. Ajun menarik dagu Kiran untuk membuat wajah mereka berhadapan. Kiran yang masih memasang wajah masam enggan menatap balik Ajun.

Ajun mendaratkan sebuah kecupan singkat pada bibir Kiran. Dia tersenyum lebar. "Mau shopping?"

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang