LES MASAK 1

136 10 0
                                    

"Rasanya, gue jadi manusia paling sibuk di dunia. Udah kuliah, kerja kelompok projek, dan sekarang harus les masak! Nikmat banget hidup ini." Jerit hati Kiran, wajahnya sudah kelihatan kelewat frustasi. Salah dia juga yang minta ikutan les ke Ajun. Ajun juga jadi suami terlalu baik sampai dikabulkan dengan cepat.

Seseorang menepuk pundak Kiran. Kiran menoleh cepat dan menemukan seorang wanita yang terlihat seumuran dengannya. Namun, dia terlihat menggendong seorang anak kecil. Kiran tersenyum dan menyapa anak kecil berpipi tembam itu. "Hai, adek manis?"

"Hallo, Kita satu kampus loh. Seangkatan."

Kiran melotot tidak percaya.

"Terus, ini anak kamu?"

"Iya. Lucu, kan?"

Kiran mengangguk setuju. "Namanya siapa?"

Wanita itu terlihat tertawa kecil, "Nama Ibunya atau nama anaknya?" Candanya.

Kiran tersenyum malu. Menyadari jika pertanyaan terdengar ambigu. "Kalian berdua."

"Saya, Tiara. Dan Ini Tika."

"Oh, hai. Salam kenal. Kamu les juga? Terus, nanti anak kamu gimana? Mau disimpen di-"

"Huh? Disimpen? Ini manusia, ya. Bukan barang. Kamu bisa aja bercandanya."

"Maksud saya, dititipin dimana?"

"Nanti suami saya jemput. Kita bagi-bagi tugas. Saat saya kuliah dan les, dia yang jaga. Dan saat dia ada kerjaan, saya yang jaga."

Kiran mengangguk mengerti.

"Tapi, kuliah kamu gimana? Apa nggak terganggu? Maksud saya, nggak repot?"

Tiara tersenyum tipis. "Ya, tergantung. Kadang repot kadang juga biasa aja. Masa-masa paling repot itu saat udah lahiran. Saya dan suami sering begadang soalnya Tika rewel banget. Tapi, makin ke sini kami semakin terbiasa. Bahkan saat melihat senyum Tika, segala rasa capek kami hilang seketika."

Kiran seakan ditampar oleh pernyataan Tiara. Dia teringat dengan permintaan Ajun kemarin. Apakah dia salah telah meminta Ajun untuk menundanya terlebih dahulu? Atau, tindakannya ini benar karena tidak ingin merepotkan dulu Ajun?

"Kamu, sudah menikah?"

Kiran terlihat syok mendengarnya.

"Sudah, ya?"

"Kenapa kamu tau?"

"Tau aja. Para istri itu sekaan punya ikatan batin antara satu sama lain. Mereka bisa saling mengerti tanpa menceritakan keluh-kesahnya."

Kiran tersenyum malu. Dia menggenggam tangan Tiara. "Saya boleh tanya nggak?"

"Boleh. Siapa tau aku bisa bantu."

"Ini soal anak."

...

"Sayang, kamu udah beres mandi?"

Kiran membeku saat pintu kamar mandi dibuka dari luar dan Ajun juga berdiri mematung di ambang pintu. Mereka sama-sama membatu. Sampai Kiran tersadar dengan apa yang sedang dia gunakan. Dia hanya memakai selembar handuk! Bahkan tidak sampai menutupi pahanya.

Kiran melotot tajam dan melingkarkan tangan di depan dadanya. "Bapak nggak sopan banget, sih?! Kan saya belum beres, kenapa sudah nerobos masuk?!"

Ajun refleks menutup matanya.

"Maaf, saya kira kamu sudah beres. Lagian, kenapa pintunya nggak dikunci? Kalau saya khilaf gimana?"

Tanpa berlama-lama, Kiran mendorong Ajun keluar dari kamar mandi. Kiran mengunci pintu dan bersandar frustasi di daun pintu. Kiran menutupi wajahnya dengan telapak tangan.

"Aish! Malu!"

Sedangkan di luar sana, Ajun kembali membuka matanya. Dia mengelus dada, berusaha untuk bersabar dengan godaan barusan. Baru kali ini dia melihat Kiran hanya menggunakan handuk, apalagi tidak semua bagian tubuhnya tertutup.

Ajun menampar wajahnya sendiri. Plak!

"Dimana kewarasan kamu, Ajun?!"

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang