SARAPAN MARTABAK?

58 5 0
                                    

Perut Kiran semakin membulat dan terasa berat, hal tersebut membuatnya kesulitan untuk berdiri dalam waktu yang lama. Bahkan, sebagian bajunya sudah tidak muat dipakai, membuatnya mau tidak mau memakai baju yang seadanya. Nafsu makannya juga mendadak buruk, usia kandungannya menginjak angka tujuh bulan. Dengan demikian, di setiap harinya, Ajun harus membujuknya untuk makan. Walaupun hanya sepotong roti kering yang telah menjadi makanan kesukaan Kiran dalam waktu dua bulan ke belakang ini.

Keadaan Kiran semakin diperburuk dengan banyaknya tugas yang muncul di permulaan semester tiga ini. Kiran menjadi sangat stres, membuat Ajun semakin ekstra menjaganya.

"Kamu mau sarapan sama apa?"

"Saya nggak lapar, Pak."

Ajun tersenyum manis, menyentuh pipi Kiran. "Harus sarapan dulu, sayang. Katanya mau ke kampus? Saya nggak akan kasih izin kalau-"

"Martabak aja, Pak."

"Astagfirullah. Ini masih pagi, mana ada Kang martabak buka sepagi ini? Makan yang lain-"

"Yaudah. Nggak mau makan."

"Allahuakbar. Sebentar, ya?"

Kiran menghela napas berat saat melihat Ajun kebingungan mencari ponselnya. Kiran melingkarkan tangannya pada pinggang Ajun, rasanya sangat nyaman dia rasakan. Bahkan, sebuah senyuman terbit dari bibirnya. Ajun menepuk lembut punggung tangan Kiran.

"Ponsel saya di mana, ya? Saya lupa."

"Di ruang kerja. Oh, jadi pikun ya?"

"Terserah kamu aja. Saya ambil ponsel dulu. Biar saya pesankan lewat online saya, ya? Semoga udah ada yang buka."

"Bapak buatin aja."

"Saya bukan kang martabak. Nggak-"

Sebelum menyelesaikan perkataannya, tangan Kiran sudah lepas dari pinggang Ajun. Kiran duduk di meja makan dengan hati-hati. Perutnya dia lindungi agar tidak terbentur.

"Yaudah. Seadanya aja."

Ajun tersenyum penuh derita.

"Kenapa nggak dari tadi?"

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang