PERNIKAHAN

185 7 1
                                    

Sakral.

Kata itu yang terbesit dalam kepala Kiran saat mendengar kata pernikahan. Namun, saat ini dia seakan sedang mempermainkan kata itu.

Pernikahan tanpa cinta?

Apa dia bisa menjalaninya?

Bisakah dia memilih untuk lenyap saja?

Tentu tidak. Kiran tidak ingin mati sebelum bisa keliling dunia dan nonton semua konser-konser para idolanya. Childish, seperti itulah Kiran ini.

Namun, hari ini Kiran kita akan menikah. Dua puluh tahun yang lalu dia baru saja menginjak dunia yang penuh dengan kue dan permen.

Hari ini dia akan menapaki dunia yang sebenarnya. Dunia para orang dewasa.

Sebuah status yang akan merubahnya dari seorang anak menjadi seorang istri. Kiran masih saja belum bisa percaya dengan semua ini. Di sana, Ajun terlihat tidak jauh dari Kiran.

Sebuah rombongan baru saja memasuki aula. Sang mempelai laki-laki disambut hangat oleh keluarga mempelai wanita. Sebuah karangan bunga sudah terpasang sempurna di lehernya. Peci hitam yang sangat pas di lingkar kepala, semakin menambah ketampanannya.

Beberapa sanak-saudara yang hadir terpana dengan sang mempelai laki-laki, Arjuna. Dia, Bapak Dosen kita ini terlihat segar dengan setelan jas hitam dan sepatu yang mengkilap.

Ajun duduk di tempat yang sudah disiapkan. Berhadapan dengan Bapak penghulu yang sudah siap dengan semua kertas-kertasnya.

"Gugup, Mas?"

Ajun tersenyum tipis.

"Sedikit, Pak."

Bapak penghulu tersenyum lebar.

"Calon istri Mas pasti beruntung. Semoga langgeng ya, Mas. Bahagia dunia-akhirat."

Ajun tidak punya pilihan lain selain mengangguk dan tersenyum lagi.

"Iya, Pak. Terima kasih."

Di sisi lain, Kiran sedang tersenyum lebar saat Mama, Papa dan Rangga masuk ke kamarnya. Rangga terkejut bukan main saat melihat adik perempuannya tersenyum lebar seperti tidak punya beban di hidupnya.

"Yang mau nikah girang banget," ejeknya.

Kiran menatap tajam abangnya itu.

"Apa? Mau gantiin?" Tantang Kiran.

Rangga berdecak, merapikan anak rambut yang tidak tertata baik di kening Kiran. Kiran terdiam, menatap serius abangnya itu.

"Lo harus jadi istri yang berbakti sama suami. Jangan nyusahin Ajun. Apalagi Mama, Papa."

Kiran bangkit dari duduknya, langsung saja menerjang Abangnya. Dia mendekapnya sangat erat. Rangga terkekeh, dia menepuk punggung Kiran pelan.

"Bang, meski gue udah nikah jangan berhenti jajanin gue yak! Nanti rajin-rajin kirim Mekdi."

"Apa kata suami Lo nanti anjir?"

"Ya, gue nggak peduli."

Mama dan Papa Kiran tersenyum penuh syukur saat melihat Kiran dan Rangga akhirnya bisa akur. Baru kali ini mereka saling melampiaskan perasaan sayang masing-masing, padahal sering Serang pake nyebut anggota kebun binatang.

"Ayok, Dek. Kita turun. Waktunya ijab Kabul."

...

"Bagaimana, Saksi? Sah?"

"SAH!"

"Alhamdulilah,"

Kiran bergeming. Diam-diam memperhatikan orang-orang di sekelilingnya-orang tuanya, ia tersentak saat melihat Mamanya meneteskan
air mata. Beliau menatap Kiran penuh haru.

Kiran tersenyum tipis, berusaha menunjukkan kebahagiaan-palsunya. "Semoga kamu bahagia ya, sayang." Begitu yang Kiran tangkap dari gerakan bibir Mamanya.

Kiran mengangguk, "Makasi, Mah."

Kiran menoleh ke laki-laki jangkung yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu terlihat sangat berkarisma dengan peci hitam di puncak kepalanya.

Kiran melotot kaget saat orang yang diperhatikannya tiba-tiba menoleh, menatap Kiran dengan wajah tidak berekspresinya. Seperti biasanya.

"Apa?" Tanya Ajun, setengah berbisik.

Kiran tersenyum kecut.

"Gue beneran jadi istri Dosen gue sendiri." Jerit Kiran dalam hati.

Mulai Hari ini, detik ini, menit ini, jam ini, Kirana Pradipta resmi menjadi seorang istri Arjuna Bagaskara, Dosen apatis di kampus Kiran.

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Where stories live. Discover now