KESEMPATAN

197 11 0
                                    

"Duluan aja, saya ada kerja kelompok."

BIP. Ajun menutup telepon tanpa menjawab. Kiran mendengus. Sepertinya, kemarin benar benar hanya sebuah mimpi. Toh, hari ini Ajun kembali cuek tidak beradab gini.

Kiran mendelik saat melihat Raya baru datang dengan Sendy. Mereka memasuki cafe berdua, sudah seperti sepasang kekasih.

"Si William mana?" Tanya Kiran tanpa basa-basi. Kelewat sebal karena sudah menunggu satu jam sendiri.

Raya yang ditanya malah cengengesan.

"Kerja kelompoknya besok boleh gak? Gue sama Sendy mau ke kondangan temen SMA kita. Sorry, ya. Mendadak gini soalnya," ucap Raya, dengan nada menyesal.

Kiran tersenyum penuh derita.

"Penantian gue sia-sia gitu?!" Tanya Kiran.

Raya memeluk Kiran erat.

"Besok gue teraktir Mekdi deh. Janji."

...

Kiran masuk ke apartemen Ajun. Keadaan di dalam sini adem ayem seperti tidak ada kehidupan. Gambaran kasar jika mahluk seperti Kiran ini punah dari dunia ini. Kiran melihat jam dinding, sudah menunjuk pada angka sembilan malam. Hari ini benar-benar berat bagi Kiran, kerja kelompok batal, waktunya tunggunya satu jam seakan habis sia-sia dan dia mengerjakan tugas dosen yang harus di kumpulan besok di perpustakaan tapi keburu diusir karena udah malam. Kiran memutuskan untuk membereskan tugasnya dulu. Setelah itu dia akan mandi dan tidur.

Waktu berjalan cepat, Kiran berhasil menyelesaikan tugas dan mandi. Dia baru sadar jika dia tidak menemukan Ajun dari tadi. Kiran pergi ke ruang kerjanya, tidak ada. Kiran pergi ke dapur, tidak ada. Tinggal kamar, Kiran yakin betul jika Ajun sudah tidur.

Kiran hendak ke sofa, tempat tidurnya selama satu bulan ini. Namun dia teringat dengan perkataan Ajun kemarin yang akan membicaraka sesuatu padanya.

Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Kiran masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu dikarenakan kondisi pintu yang tidak dikunci seperti biasanya.

Kiran mematung saat melihat Ajun sedang sibuk dengan laptopnya di meja belajarnya. Ajun menoleh sebentar ke Kiran, lantas kembali fokus pada laptopnya.

Kiran yang merasa hawa tidak sedap hendak kembali keluar dari kamar namu suara Ajun menghentikannya.

"Nggak mau tidur di kasur?"

Kiran hanya tersenyum malu, menutup pintu. Sepertinya, hari-hari menggembelnya akan berakhir sampai di sini.

"Tidur aja. Saya masih banyak kerjaan."

"Baik, Pak. Selamat malam."

"Hmmm."

Kiran meloncat ke kasur. Merasakan tulang punggungnya yang kembali merasakan nyaman. Terlebih lagi kasur Ajun lebih empuk dari kasurnya sendiri. Kiran beringsut dengan posisi tidur menyamping, mencari posisi yang nyaman untuk tidur.

Saat Kiran menemukan spot yang nyaman, dia berniat menutup matanya. Namun, suara kasur berdecit membuat Kiran membatalkannya. Tak lama, sebuah tangan melingkar di pinggangnya membuat Kiran lagi-lagi merasakan sensasi yang kemarin dia rasakan.

Sebelah pipi Ajun menyentuh punggung Kiran.

"Saya capek. Kerjaan di kampus banyak."

"Oh,"

Hanya itu yang keluar dari mulut Kiran.

"Kiran, apa saya punya kesempatan?"

"Kesempatan apa, Pak?"

"Jadi seseorang yang spesial di hidup kamu."

Diam. Kiran terdiam.

"Saya capek membohongi perasaan saya, Kiran. Saya pengen punya seseorang yang selalu ada di sisi saya. Saya capek sendiri. Saya capek melihat kamu pura-pura baik meskipun badan kamu pegel tidur di sofa."

Lagi. Kiran diam.

"Saya nggak memaksa buat kamu membalas perasaan saya. Apa kamu mau menerima perasaan saya?"

Hening. Ajun menghela napas berat saat tidak menerima respon dari Kiran. Ajun berniat menjauhkan tangannya dari tubuh Kiran, namun Kiran mendadak berbalik dan dalam satu gerakan bibirnya mendarat di kening Ajun dengan singkat.

Ajun membatu.

Kiran tersenyum. Dia mengusap wajah Ajun.

"Saya kira, perasaan saya hanya sepihak."

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Where stories live. Discover now