KIRAN TEPAR

134 8 0
                                    

"ALLAHUAKBAR!! GUE SEKELAS SAMA ORANG-ORANG SINTING LAGI? KENAPA NAMBAH SATU LAGI?"

Raya menatap malas Kiran.

"Segitu excitednya sekelas sama gue lagi?"

"Kalo boleh milih, pengen pisah sama Lo."

"Kejem banget Istrinya Pak Dosen."

"HUH? ISTRINYA PAK DOSEN? LO UDAH NIKAH, RAN? KAPAN? KENAPA NGGAK-"

"DIEM, SETAN!"

"LO TEGA BANGET GAK UNDANG GUE?"

Kiran menutup mukanya saat semua tatapan orang di kelas termasuk Ibu Dosen yang baru masuk memperhatikannya.

"Loh, kamu istrinya Pak Ajun, kan?"

Mati.

Kiran mendadak mati rasa saat mendengar suara yang terdengar sangat familiar itu! Ia menjauhkan tangannya untuk menatap Ibu Dosen ember itu. Dia tersenyum canggung.

"Eh, Ibu. Apa kabar?"

Riuh! Kelas seketika riuh! Semua orang terkecuali Raya, Gita dan Sendy mulai berbisik-bisik. Membuat kegaduhan.

Telinga Kiran mendadak sensitif. Rasanya sangat tidak nyaman dengan keributan itu. Bahkan matanya mendadak berat terjaga, cewek itu menatap Raya yang sedang berdiri menenangkan teman-teman kelasnya. Raya menjadi berbayang di matanya. Kiran menyentuh ujung kepalanya yang tiba-tiba nyeri. Suara itu ternyata berpengaruh juga pada kepalanya! Sampai Kiran tidak bisa menahan diri dari tarikan kegelapan dan tidak sadarkan diri! Hampir saja dia terjengkang ke belakang jika William tidak menahannya!

"PANGGIL PAK AJUN, WOIII!!!"

...

Kiran membuka matanya. Dia melihat sosok William sedang duduk di dekatnya. Cowok itu terlihat sangat serius membaca selembar kertas di tangannya.

Kiran menyentuh keningnya pelan. Rasa pusingnya masih saja terasa meski suara gaduh itu tidak terdengar lagi. Dia meringis, memposisikan diri untuk duduk.

William yang sangat peka terhadap suara langsung menyadari kesadaran Kiran. Dia mendekatinya, menyerahkan selembar kertas tadi padanya.

"Kertas apaan, nih?"

"Rujukan ke rumah sakit."

"Huh? Seriusan?"

"Lo harus-"

"KIRAN?!"

Teriakan penuh getar cemas itu membuat keduanya menoleh. Kiran melotot tajam saat menyadari keberadaan William di ruangan itu. William yang paham langsung keluar, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan, Kiran tidak sempat berterima kasih!

Setelah William keluar, Ajun mengunci pintu. Dengan langkah tergesa dia mendatangi Kiran, menggenggam tangan kecil itu.

"Udah baikan?"

Kiran hanya mengangguk.

"Katanya, kamu pingsan. Kenapa?"

"Saya juga gak tau."

Ajun menunjuk kertas di tangan Kiran.

"Ini apa?"

"Kata Liam, rujukan."

Ajun langsung mengambil alih kertas itu. Dia terlihat terkejut melihat nama rumah sakit yang tertera di sana.

"Klinik kandungan?"

MR. ARDJUNA RIGHT [SELESAI]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz