Aku percaya padamu

647 69 15
                                    

Taufan membelalakan mata melihat pemandangan dihadapannya, terasa seperti mimpi saking asing dan tak ia sangka akan ia lihat.

Apa yang anak itu pikirkan?, batinnya.

"Sorry Fan, gua tau ini bukan saat yang tepat tapi gue rasa lu harus tau", ucap seorang laki-laki seumuran Taufan yang berdiri disebelah sang kawan seraya ikut melihat pemandangan itu.

"...dia sering kesini?", tanya Taufan walau mulutnya terasa berat untuk membuka. Kawannya menggeleng.

"Gua ga pasti tapi ini pertama kali gua lihat"

"Siapa mereka?"

"Mereka siswa pindahan dari sekolah lain ke kelas IPA 1, sejak pindah kesekolah kita mereka sering gua lihat keluar sama Solar. Contohnya ketempat ini"

Taufan tertegun mendengar penjelasan teman satu gengnya itu, seketika kepalanya langsung berdenyut hebat lagi mungkin karena terlalu syok. Secara otomatis tangannya yang kurus memijit dahi antara kedua alisnya untuk meredakan sakit yang sangat mengganggu itu.

Dikejauhan sana, disebuah bar kental dengan nuansa anak muda, terlihat 4 orang siswa SMA sedang duduk bersama beberapa botol minuman di meja mereka. Nampak jelas dari kaca besar yang benar-benar memperlihatkan bagaimana keempat anak laki-laki itu membagi alkohol dalam gelas masing-masing sertakan kotak rokok berjejeran juga beberapa snack dan minuman manis.

Bukan ini yang Taufan harapkan setelah keluar dari penjara, melihat adik bervisor telah jatuh dalam pergaulan yang salah dan bahkan merusak diri sendiri dengan kegiatan tidak bermanfaat seperti ini. Ia sampai tidak tau harus bereaksi seperti apa membuat kawannya merasa sedikit bersalah karena sudah melaporkan perbuatan Solar.

"Fan?", panggil remaja itu khawatir.

Taufan menghela nafas, "Makasi ya Riki, untunglah lu ngasih tau ke gue. Lu bisa pulang sekarang, biar gue yang urus anak itu"

Riki mengangguk ragu, "Jangan diselesein pake kekerasan, bicara baik-baik ke adek lu"

"Entahlah Ki, gua ga tau harus ngapain"

Setelah menyelesaikan tugasnya melapor pada sang ketua, Riki pamit untuk pulang sementara Taufan masih berdiri disana menatap lekat pada sang adik. Tak lama iapun berbalik pergi tanpa menghampiri Solar yang masih asik bercakap dengan dunia pertemanannya bersama Anam, Aditya, dan Bayu.

____________

"Aku pulang", sapa remaja brunette seraya membuka pintu utama rumah bertuliskan 'Elemental' itu.

"Solar"

Ia kira tidak ada siapapun di ruang tamu, jadi ia langsung berjalan kearah tangga menuju kamar namun nyatanya sebuah panggilan menyadarkan sang elemental keenam hingga mendapati Taufan sedang duduk di sofa tanpa menoleh padanya.

"Eh kak Taufan? tumben masih bangun, biasanya masih tidur jam segini", ucap Solar seraya berbalik menuruni tangga menuju sang kakak.

Setelah sampai, barulah ia menyadari ekspresi Taufan yang dingin. Seperti saat itu, aura Taufan saat memerintah temannya untuk mencari geng yang membully Gempa dan meracuninya, mirib sekali dan hal itu membuat Solar seketika takut.

"Kakak baik-baik aja?", tanya Solar sungkan namun Taufan tidak menjawab melainkan kini menatap manik silver sang adik.

"...dari mana?"

"Dari rumah temen". Taufan mengangguk.

"Rumah temanmu di bar?"

Solar tersentak mendengar pertanyaan Taufan, seperti disambar petir pikirannya terhenti sesaat seraya mencari maksud dari ucapan sang kakak. Tatapan penuh determinasi itu membuatnya yakin jika Taufan sudah tau jika ia ikut ke bar bersama ketiga temannya tadi, tapi...dia hanya ikut. Tidak lebih dari itu.

Boboiboy Elemental ~Where stories live. Discover now