Brother

862 88 65
                                    

Hujan.

Saat itu hujan gerimis.

Ia menatap pada mereka ditemani berbagai badai sertakan gemuruh yang bersahutan,

Air mata mengalir dipipinya, iapun tak menyangka.

Perban putih menghiasi berbagai anggota tubuh, baik darinya ataupun mereka.

Ia ingat bagaimana sang ayah begitu rapuh,

Lelaki yang bijaksana, selalu membawa aura ketegasan dan kewibawaan,

Saat itu,

Ia menangis.

Maniknya menatap nisan sang ibu, sertakan bunga mawar putih kesukaannya.

Di hari itu, orang yang sangat berharga bagi mereka telah pergi dan begitupun kebahagiaan mereka.

Dan begitulah semua berawal, membuatnya benci dan sangat muak.

Namun ia memiliki sebuah janji yang harus ditepati.

Ya, sebuah janji.

Yang mengikatnya untuk terus berdiri dan menahan.

Terus tegar dan menepuk.

Hingga pada akhirnya, menatap dan tersenyum.

________________

"Kak Taufan", suara adik bermanik emas baru bisa terdengar oleh telinga Taufan setelah berkali-kali Gempa memanggilnya, sesekali mengguncang bahu pemilik manik safir itu hingga kini maniknya sedikit terbuka.

"Kak Taufan, bangun kak", panggilnya lagi.

Walau matanya terasa berat namun Taufan mengangkat kepalanya yang tadi ketiduran di sebelah ranjang pasien sang kakak ruby. Bukan hal aneh jika ia tidur dalam keadaan duduk karena ia memang tidak berniat untuk tidur melainkan berusaha terus terjaga sepanjang malam.

Kepala yang pusing juga berkunang menyambut paginya sampai dengan refleks tubuh, tangannya memijit keningnya sendiri tanpa menoleh pada sumber suara yang tadi memanggilnya.

"Kak Taufan mau kuambilkan obat?", tanya Gempa. Menyaksikan tindakan sang kakak, raut wajahnya menunjukan rasa khawatir akan kondisi Taufan yang bisa dibilang tidak baik.

Tubuh kurus, lingkaran mata, rambut acak-acakan, wajah pucat juga manik safirnya yang tidak bersinar tentu akan membuat siapa saja bertanya tentang kesehatan Taufan saat ini, namun ia sendiri seperti tak peduli dengan tubuhnya.

"Gempa?", setelah beberapa saat akhirnya Taufan memanggil sang adik walau suaranya sedikit serak karena baru bangun.

"Iya kak"

"Kenapa kau ada disini? nanti kau terlambat masuk sekolah", ucap Taufan kini menoleh pada pemilik manik amber.

"Mm, itu..."

"aku mau minta izin untuk menemani Blaze ya kak, aku akan hubungi wali kelasku untuk absen. Lagipula pasti sangat susah untuk pergi ke dua rumah sakit yang berbeda", ucap Gempa mengutarakan niatnya datang kerumah sakit di pagi hari seperti ini.

Taufan menggeleng, "Kau harus sekolah. Kakak akan hubungi bu Amel untuk izin absen, setidaknya sampai Blaze membaik"

Terlihat ekspresi Gempa menjadi sedikit ragu, alisnya sedikit mengkerut untuk menjawab Taufan seperti tidak enak untuk memberitahukan sesuatu pada kakak keduanya itu.

"Kak...Bu Amel berpesan padaku"

Taufan menatap manik Gempa, menunggu ucapan sang adik yang dijeda.

"...kalau absenmu sudah terlalu banyak, Bu Amel takut itu akan mempengaruhi syarat kenaikan kelas nanti kak", ucap Gempa seraya mengamati reaksi sang kakak yang tertegun sejenak. Lalu Taufan mengangguk pelan.

Boboiboy Elemental ~Where stories live. Discover now