Time for punishment?

895 81 90
                                    

Hari itu tengah malam.

Ya, seingatnya saat itu sudah tengah malam.

Hanya beberapa orang yang masih terjaga setelah acara penyambutan selama 2 hari selesai dirayakan.

Di hari itu pula, ia mengerti.

Arti dari sebuah ambisi...

dan akibat dari sebuah keputusan.

.

.

.

Pemilik manik safir itu menyembulkan kepalanya selagi mendorong pintu dan masuk ke kamar sang ayah.

Disana terlihat Amato duduk di meja kerjanya menoleh serta memberi sinyal untuk Taufan sebagai tanda mengizinkannya masuk. Taufan tidak memiliki ide apapun kenapa ayahnya menyuruhnya datang kekamar itu namun entah didasari oleh apa, jujur perasaannya tidak enak sama sekali.

"Kau memanggilku Yah?", tanya Taufan setelah menutup pelan pintu kamar.

Sang ayah mengangguk, membangkitkan diri dari duduknya menuju tempat Taufan berdiri. "Kunci pintunya", perintah Amato.

Tentu saja Taufan bingung, ia tak langsung melakukan perintah sang ayah sampai ia sadari bahwa tatapan lelaki itu terarah padanya karena tidak juga melakukan sesuai yang ia instrusikan. Menyadari tatapan itu, akhirnya Taufan menurut.

"Yang lain dimana?", tanya Amato memulai percakapan diantara mereka.

"Sudah di kamar. Kecuali Gempa, masih membantu Ibu di dapur"

Hening tidak ada jawaban. Manik safir yang refleks berekspresi datar kini terpaku pada sang ayah yang berdiri dihadapannya seraya melepas jam tangan silver ditangannya lalu menaruh jam itu di meja dekat pintu masuk persis di sebelah Taufan.

Iapun tak mengatakan apapun, memutuskan memindai kamar yang memang sudah lama sekali tidak ia masuki hingga terasa sedikit asing melihat berbagai furniture berwarna coklat terang disana. Seingat Taufan, terakhir kali ia datang ke kamar orang tuanya adalah saat hari ia ditangkap polisi waktu itu. Sudah lama sekali kalau dipikir-pikir.

Bukan karena alasan tertentu melainkan sang ayah sendiri yang melarang anak-anaknya masuk dengan alasan ada banyak dokumen pekerjaannya di agensi yang sifatnya penting juga rahasia. Jadi selain Almarhum Mara dan Lisa sang istri, tidak ada yang boleh masuk kedalam kecuali ia sendiri yang menyuruhnya walau harus diawasi.

Ditengah dirinya yang sedang memandang sekeliling, Taufan tidak menyadari jika dari tadi sebuah tatapan yang tidak diketahui maknanya terarah pada manik safir itu.

Tiba-tiba Taufan menangkis sebuah serangan. Namun serangan kedua terlalu cepat dari refleksnya hingga pelaku berhasil menendang keras perut Taufan sampai terlempar membentur sebuah meja disisi pintu lain.

Ya. Tak lain, Amatolah yang menyerang Taufan.

Raut wajahnya begitu datar saat ia mendekat, membuat sang anak lebih kebingungan akan tindakan tak terduganya.

"Yah, apa maksudnya ini?", tanya Taufan.

Ia tidak diam saja, walau rasa nyeri menyerang perutnya namun berkat naluri petarung ia tetap bangkit dan mengambil ancang-ancang bertahan selagi melangkah mundur menjauhi Amato.

"Lawan Ayah Taufan. Bukankah kau hebat? ayo tunjukan kehebatanmu", ucap Amato dingin penuh penekanan seakan Taufan tidak boleh membantah titahnya.

Taufan tersentak, "L-lawan Ayah? Kenapa? Tentu saja ayah yang menang"

Belum sempat mendapat jawaban, sebuah pukulan menuju wajahnya datang namun ia menangkis serangan itu sebelum terfokus pada tendangan tinggi sang ayah. Melihat ada sedikit kesempatan, dengan lihai Taufan berguling di tempat tidur hingga ia kini berada di sisi lain kamar.

Boboiboy Elemental ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang