Back to little brother

914 93 30
                                    

Saat ia akhirnya bisa membuka mata yang terasa berat, pemandangan langit-langit berwarna krem menjadi hal pertama yang ia lihat.

Asing. Begitulah kesimpulan cepatnya terhadap pemandangan diatasnya.

Hali masih belum mampu bergerak, ia merasa tubuhnya kaku seperti tidak pernah beranjak dari posisi itu dalam waktu yang lama. Ia hanya berusaha menarik nafas dalam-dalam demi memberi pasokan oksigen untuk paru-parunya.

Kini telinganya mulai dapat mendengar suara bising dari AC, indra penciumannyapun segera mencium bau disinfektan yang kuat dari ruangan itu. Alih-alih mencoba melihat sekeliling, ia terdiam dalam posisi yang sama dalam beberapa saat.

Namun kemudian sebuah suara yang sangat ia kenal terdengar sedikit bergema karena baru saja ia menghadapi sensasi keheningan mutlak pada telinganya . Walau tak mampu menoleh, namun pertukaran kata antara dua orang yang tadinya samar kini dapat terdengar lebih jelas.

"Kau marah padaku ya?"

"Tidak"

"Maafkan aku untuk ini ya Gem"

Tak ada jawaban dari salah satu pemilik suara sampai dapat Hali rasakan jika orang itu pergi, apalagi terdengar bantingan pintu yang diikuti suasana hening lagi.

Sebisa mungkin Hali menggerakan kepalanya untuk menoleh pada sumber suara tadi, lalu ia melihat seseorang tengah membelakanginya menatap lurus pada pintu yang sepertinya tempat lawan bicaranya pergi.

Sebutlah karena insting saudara, walaupun penampilan orang itu berbeda dengan tubuh kurus dan ringkih tapi Hali mengenalinya. Ya, dia adalah Taufan. Adik pertamanya. Orang terakhir yang ia lihat sebelum bertemu dengan kegelapan panjang dan tenang.

"Maaf Gempa", ucap adiknya itu seakan berbicara pada ambang pintu yang telah ditutup dengan kasar.

"Maaf sudah menyakiti perasaanmu"

Sosok berbaju biru tua itu kini menunduk memandang lantai. Seakan ia telah putus asa pada keadaan yang entah apa, Hali tak dapat menebak apapun tapi ia yakin jika banyak hal telah terjadi hingga membuat adik safirnya yang biasa rusuh namun bisa sesunyi dan serapuh ini.

Tidak adil. Apa yang ia lalui sampai Taufan bisa menjadi seperti itu? Hali tak tega melihatnya, hatinya terasa sakit terlebih saat sosok yang terlihat lebih dewasa dari yang ia ingat itu kembali menatap lurus pada pintu kayu dihadapannya.

"...aku memang kakak yang payah", ucap Taufan. Terdengar seperti ia sedang membenci dirinya sendiri.

"Benar-benar tidak pantas memimpin kalian, aku pecundang, payah, tidak berguna". Hinanya lagi.

Sekuat tenaga Hali memerangi kekakuan pada tubuhnya, memastikan jika mulutnya tidak kehilangan fungsi untuk bicara hingga suara yang cukup layak terdengar oleh telinga sang adik.

"Baru tau kalau kau payah?", itulah kalimat pertama yang mampu ia ucapkan.

Percayalah, bukan maksud Hali untuk memperburuk suasana hati Taufan tapi ucapan pemilik manik safir itu sungguh ialah momen langka yang patut disindir. Bagaimana tidak? Seorang Taufan yang selalu memiliki kepercayaan diri setinggi langit kini mengakui bahkan mengatai dirinya sebagai kakak yang payah, bukankah itu sebuah keajaiban?

Namun sepertinya otak Taufan sedikit loading, karena ia belum sadar jika Hali bicara padanya. Taufan hanya tetap berdiri memunggungi sang kakak seakan sedang bercakap biasa.

"Aku memang payah, aku sadar dan aku muak pada diriku sendiri. Bisa-bisanya--", ucapan Taufan terhenti.

Halipun terdiam, mengamati bagaimana sang elemental kedua diselimuti keheningan sebelum perlahan membalikkan badan menghadapnya.

Boboiboy Elemental ~Where stories live. Discover now