CHAPTER 22: Focused On Me (1)

17.6K 1.7K 41
                                    


Kate berdiri kebingungan di persimpangan lorong setelah kembali dari toilet. Keningnya mengernyit begitu melihat kedua jalan yang bercabang itu tampak sama persis. Menimbang-nimbang sejenak gadis pirang itu kemudian berbelok ke kanan alih-alih sebelah kiri. Seiring langkahnya yang semakin menjauh dari persimpangan tadi, Kate semakin masuk dalam lorong-lorong panjang yang hanya menampilkan lukisan-lukisan di dinding.

Marmer yang dilapisi karpet beludru merah itu masih menuntunnya lurus, hingga pada akhirnya di ujung koridor Kate keluar di sebuah rumah kaca berisi berbagai tumbuhan hijau di dalamnya. Bangunan transparan itu berdiri kokoh, cantik dengan perpaduan warna-warni bunga dan hijaunya tanaman hias. Di dalamnya terpantul cahaya matahari buatan yang dimantrai oleh sihir. Tanpa pikir panjang, Kate melangkahkan kakinya dan masuk ke dalam.

"Hangat,"

Perempuan itu kemudian melepas mantelnya lalu berkeliling, melihat satu per satu tumbuhan yang ada. Kate menyentuh kelopak mawar merah, dan menghirup wanginya. Belum puas, kaki mungilnya pun beranjak. Langkahnya masih terpacu ringan mengelilingi baris demi baris tanaman hias yang ada. Sampai pada akhirnya bola mata jernih kebiruan itu menangkap setumpuk bunga peony yang menarik atensinya. Kelopak yang mekar bertumpuk-tumpuk itu mengeluarkan warna pucat, perpaduan merah muda dan ungu pastel yang cantik.

"Kuharap Nona tidak menyentuhnya,"

Kate terkesiap begitu mendengar suara bariton itu dari belakang. Tangannya yang sudah terangkat dan hampir menyentuh kelopak peony cantik itu ditariknya buru-buru.

"Maafkan kelancangan sa-"

Ucapan Kate menyangkut di kerongkongan, dia cepat-cepat membungkuk hormat begitu mendapati sosok Putra Mahkota di belakangnya. Napasnya tertahan dan pipinya bersemu merah begitu menyadari siapa yang sedang berdiri di depannya. Perempuan itu mulai merasakan debaran-debaran tak beraturan bahkan hanya dengan menatap bayangan mereka yang bertumpuk terbias cahaya.

"Apa yang kau lakukan disini, Nona?" Harry menatap datar pada wanita yang tengah membungkuk itu.

Kate tidak menjawab, tadinya berniat mendongakan kepalanya sedikit, tapi batal setelah melihat tatapan tajam sang Pangeran. Harry kemudian ikut menunduk, menatap wajah Kate di bawah sana.

"Seingatku pesta minum tehnya tidak diadakan disini, Nona Catherine." Harry menarik napas, kemudian menepuk pelan pundak gadis itu, "Karena ini ketidaksengajaan pertamamu, aku akan memaafkannya. Kembalilah ke aula."

"Hormatku pada Yang Mulia Putra Mahkota," Kate membungkuk sekali lagi dengan benar, kemudian beranjak pergi sambil menatap satu pot besar peony cantik yang menarik perhatiannya tadi.

Harry melirik sekilas, "Peony yang disana adalah salah satu kesayangan Estelle, selain lili yang menghampar indah di depan Istana Spica," lelaki itu menjeda, "itu pun kalau Nona penasaran."

"Kalau begitu saya permisi, Yang Mulia." Kate meangangguk paham.

Sepasang tungkai mungil itu kemudian beranjak kembali, menyusuri koridor panjang yang tadi ia lalui. Diam-diam Ellea menghela napas lega di balik dinding, seperti ada sedikit rasa aman saat melihat interaksi Kate dan Harry barusan.

"Ell, keluarlah. Aku tahu kau di sana."

Harry mengulum senyum, kemudian menyembulkan kepalanya dari sisi dinding yang lain. Tangannya lantas terulur, menarik tengkuk Ellea dan menciumnya sekilas.

"Percayalah, cuma kau yang bisa membuatku bak orang gila kesetanan." Harry kemudian melumat bibir cherry itu lagi.

***

Beberapa hari setelah pesta minum teh itu Ellea mendapatkan banyak surat dan undangan dari teman-teman barunya. Ia tahu betul bahwa tidak mungkin baginya untuk menghadiri undangan para bangsawan itu satu-satu, jadi Ellea memutuskan untuk membalas surat mereka. Namun, ada sepucuk surat yang membuatnya sangat penasaran, terlebih pengirimnya adalah Catherine.

Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now