CHAPTER 32 : Wave (3)

11.4K 1.2K 57
                                    


Belum sampai seminggu mereka kembali dari perjalanan kemarin. Namun, tampaknya Octavius sama sekali tidak bisa membiarkan wanita itu hidup tenang barang sekejap. Demi apapun, Ellea sangat tidak rela saat melepas Harry pergi ke kediaman bangsawan Sillian. Sepucuk surat undangan yang diterima Harry beberapa hari yang lalu sukses membuatnya ketar-ketir. Pasalnya ajakan diskusi itu berasal dari Octavius. Bukan apa-apa, hanya saja sang Putri harus lebih berhati-hati terhadap orang tua sialan yang satu itu. Alurnya sudah berubah, ia tidak akan tahu kapan suaminya akan masuk ke dalam perangkap ular berlidah dua itu.

"Kau benar-benar akan pergi tanpaku?" Ellea bertanya sekali lagi, tepat sebelum Harry naik ke atas kuda dan pergi meninggalkan istana dengan penyamaran.

"Ellea, kita sudah membahas ini semalaman." Harry menarik napas panjang, "Aku cuma akan mengobrol, minum teh, lalu pulang. Tidak ada yang lain, aku bersumpah."

"Mungkin ini terlihat sangat mengganggu, tapi aku benar-benar khawatir." Ellea berhenti sejenak, "Harry, coba kau pikirkan, kenapa Perdana Menteri mau kau yang bertandang ke rumahnya? Bukankah seharusnya dia yang ke istana?"

"Perdana menteri bilang dia punya strategi untuk mengalahkan Trevian." Harry menjelaskan dengan penuh semangat. "Mungkin ini salah satu kesempatan yang datang dari surga, Ell, seperti katamu. Sudah tiba waktunya kita membalas penghinaan ini."

"Harry, kau terlalu terobsesi pada topik yang berhubungan dengan Trevian. Bisa saja itu cuma taktik perang biasa yang sudah kau ketahui sebelumnya, 'kan?" Ellea berdecak kesal, tak mau kalah. "Bukankah untuk mengalahkan Trevian kita membutuhkan tiga penyihir zero?"

"Ell, Tuan Sillian adalah Perdana Menteri paling setia sepanjang sejarah Deandrez. Dia tidak mungkin memanipulasi aku, paham?" Harry membalas sengit, "Lagi pula, ada apa denganmu?"

Aku tidak akan secemas ini kalau memang Octavius Sillian sesetia yang kau bilang Harry.

Ellea mengeryitkan keningnya, "kalau memang benar sepenting itu, kenapa dia malah memanggilmu ke mansionnya? Bukankah lebih efektif kalau dia datang dan menjelaskannya pada Ayahanda Raja sekalian?"

Aku juga tidak akan separanoid ini kalau saja tidak tahu akhir menyedihkan dari hidupku karena kehilanganmu.

"Estelle, kumohon mengertilah ...." Harry menangkup wajah Ellea kemudian mengecupnya sekilas, "rasa khawatirmu berlebihan, Sayang."

"Tapi-"

Harry langsung naik ke kudanya, "Aku pergi dulu, sampai jumpa nanti malam."

Di tengah dinginnya salju pada penghujung tahun yang berjalan, ini adalah pertama kalinya Harziusse meninggalkan Estelle dengan cara seperti itu. Sungguh, aku tidak mau menjadi Estelle yang menyedihkan di atas kebahagiaanmu dan Catherine.

Ellea melangkahkan kakinya pelan menuju istana Spica. Hatinya dipenuhi perasaan bimbang, cemas, dan berbagai rasa lainnya yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sungguh, yang dirasakan wanita itu saat ini tak berbeda jauh dari meletakkan telur di atas kepalanya. Ada keraguan yang terselip di setiap langkahnya. Ellea tidak tahu perasaan macam apa yang melandanya sejak semalam, mungkin sebuah firasat.

Demi Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa padamu, Harry.

*

*

*

Sementara itu,

*

*

*

beberapa jam kemudian di mansion milik bangsawan Sillian ....

*

*

*

"Yang Mulia, anda tidak apa-apa?!" Octavius berteriak panik begitu melihat Harry ambruk setelah beberapa tegukan dari teh yang disuguhkan.

Harry tertelungkup di meja, kepalanya terantuk-antuk hingga beberapa kali. Detik berikutnya hening. Lantas lengkung sinis Octavius tertarik sebelah saat mendapati manik kelam milik sang Pangeran berubah menjadi pucat keabu-abuan.

"Calon ratu Anda sudah menunggu di kamarnya, Yang Mulia. Mari saya antar .... "

◇•◇•◇


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now