CHAPTER 86: Day By Day (1)

6.8K 617 56
                                    

Damian terjebak. Dia mendadak masuk ke dalam sebuah lubang yang sangat dalam. Kemudian banyak duri - duri besar mencuat. Wajah Harry ada di sana. menatapnya putus asa dengan ketidakberdayaan. Dia bersimbah darah. Catherine memegang pedang, Sementara Estelle sudah tergeletak tak sadarkan diri di sana. Ketakutan Damian sungguh nyata. Dia benci pertumpahan darah. Dia mual setiap kali melihat adegan pembunuhan berdarah. Damian adalah raja, tapi dia tetap manusia. Di tengah ketakutan itu, lubang tempatnya berdiam diri berubah menjadi bunga bangkai. Damian bergegas menghindar, tapi dia tetap di lahap. Kegelapan menyergapnya. Namun, tak begitu lama sampai ada suara familiar yang memanggilnya. Cahaya kembali masuk, pandangan samar menyambut sang raja.

"Yang Mulia!"

Ratu Arielle mengambil sapu tangan dan segelas air yang ada di atas nakas. Ia menyeka keringat dingin Baginda Raja, kemudian memberikan segelas air. Hari demi hari sudah berlalu begitu saja. Sudah terlewat dua musim sejak Ellea meninggalkan Istana, dan cuaca mulai sering mendung. Biasanya karena peralihan dari musim panas ke musim gugur.

"Mimpi buruk?" Sang Ratu bertanya kemudian. Mimik wajahnya terlihat cemas. "Kau tidak apa - apa, kan?"

Damian tersenyum tipis, dia membelai lembut wajah sang ratu, kemudian menyatukan kening mereka.

"Kau sungguh baik - baik saja, kan?" Arielle terlihat khawatir. "Jawab aku, Damian. Apa mimpi itu sangat mengganggu?"

Melihat wajah cemas Arielle mengobati semua ketakutannya. Dia mendadak lega karena sekarang memiliki wanita ini sebagai ratunya. Memanggil nama raja secara langsung adalah penghinaan bagi raja, tapi Arielle tidak pernah memanggilnya dengan sebutan 'Yang Mulia' atau 'Baginda' saat khawatir. Terlintas kenangan beberapa puluh tahun silam, termasuk wajah mendiang ibu kandung Harry, Vanessa Clowdy.

. . . . . . . . . .

Deandrez, beberapa dekade lalu ....

Wanita itu menggeliat, begitu patuh di bawah kekangan tubuh kekar yang menguasainya. Hampir seluruh tubuhnya terekspos. Kecuali gaun yang tersangkut di bagian perut. Kaki jenjangnya terbuka lebar, sementara seorang pria bertubuh kekar menindihnya. Mereka bergerak seirama. Terengah - engah mencari pelepasan. Dan ketika detik - detik itu berlalu ... pintu di buka.

"Vanessa ...."

Damian berdiri di depan pintu. Tatapan matanya kosong dan tidak menampakkan minat sama sekali. Victor, kesatria pelindung raja tak segan - segan menghunus pedangnya.

"Ya - Yang Mulia Raja!"

Semua orang terdiam, kaku tak bersuara. Damian menatap permaisuri pertamanya dan memejamkan mata sejenak.

"Tutup istana permaisuri pertama, dan perintahkan prajurit untuk mengeluarkan dayang dan pelayan sekarang juga." suara pria itu tenang dan rendah, akan tetapi jelas ada kekecewaan di dalamnya.

Vanessa Clowdy adalah permaisuri pertama yang dipilih oleh dewan bangsawan. Putri pertama Marquess Clowdy yang saat itu memiliki kekuatan yang cukup besar untuk menekan anggota keluarga kerajaan. Damian sudah lelah dengan perebutan tahta. Empat kakaknya mati saat insiden penentuan pewaris saat mendiang raja sebelumnya meninggal enam bulan yang lalu. Andai ia punya pilihan lain, maka Damian tidak akan memilih tahta dan menanggung semua beban rakyat Deandrez. Vanessa sudah di tetapkan sebagai calon ratu ketika melahirkan seorang pangeran, dan peresmiannya adalah saat sang pangeran berusia satu tahun. Tapi apa yang dia lihat sekarang adalah aib. Bagaimana bisa seorang calon ratu mengkhianati rajanya?

"Yang Mulia ... saya bersalah. Tolong-"

"Diam." Damian menarik napas. Seorang ibu asuh yang menggendong seorang bayi laki - laki mendekat. "Apa dia anakku?"

Who Made Me A Princess? [On Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang