CHAPTER 38 : To Be Honest (3)

10.7K 1.2K 58
                                    


"Aku benar-benar kecewa padamu, Yang Mulia." Ellea tersenyum sarkastis, ada pancaran kesedihan dari sorot matanya, "Kemuliaan dan Kejayaan Deandrez bagi Anda semua."

Ellea membungkuk, kemudian menyilangkan kakinya dan memberikan hormat terakhirnya sebelum berbalik pergi. Raja Damian menatap kepergian menantunya dengan perasaan tak enak, sementara Ratu Arielle memiliki segudang kekhawatiran yang terpancar dari sorot matanya. Kate merasa ada bagian dalam dirinya yang terasa kosong, sementara Octavius tersenyum sinis dalam diam. Harry bergeming, kakinya bak dipaku dengan paku bumi. Ia menatap kepergian sang wanita tercinta dengan rasa sakit yang menjalar sampai ke ulu hati.

"Ell, Ellea tunggu!" Harry akhirnya menelan semua rasa sakitnya dan melangkah buru-buru untuk mengejar gadis itu. "Estelle, dengarkan aku."

Swoosh-prang!

Ellea mengibaskan tangannya, entah mantra apa yang ia baca, akan tetapi sebuah vas besar di depan aula jatuh berhamburan. Langkah Harry terhenti, kemudian menatap punggung Ellea yang menghilang di balik dinding lorong ke arah Istana Spica. Semua orang beranjak keluar dari aula, mereka melihat sang Pangeran yang mematung di depan pecahan vas bunga yang sangat berantakan. Ada goresan kecil di pipi Putra Mahkota yang berdarah.

Ratu Arielle menarik napas begitu menyadari luka di wajah putranya, kemudian menghampiri Harry dan mengusap luka itu dengan sihir penyembuh. Sampai pengobatannya selesai lelaki itu masih mematung, sementara Raja Damian tampak gundah. Kening sang Penguasa berkerut dalam, sedangkan tercetak senyuman tipis yang sama di wajah perdana Menteri. Kate menatap semua kejadian ini dengan perasaan sangat bersalah.

"Perdana Menteri, pembicaraan hari ini cukup sampai disini. Kita lanjutkan lain kali." sang Raja mengeluarkan titahnya, "kau dan Catherine bisa kembali ke kediaman kalian sekarang."

Octavius memberengut tak senang, "Tapi Yang Mulia, bagaimana nasib putri saya?!"

"Tuan Sillian, apa kau mau menentang perintah Raja?" Ratu Arielle menarik napas, "kami mengerti perasaanmu, tapi ini bukan masalah yang bisa diputuskan secara sepihak. Tolong beri Putra Mahkota waktu untuk menyelesaikan urusan dengan Putri Estelle dulu."

"Yang Mulia Ratu, tapi saya hanya-"

"Kembalilah sekarang, atau kau tidak akan pernah mendapatkan keadilan itu." Raja Damian bertitah lagi, membuat Octavius mau tak mau mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

Kate menarik-narik lengan baju ayahnya, sementara lelaki itu menghempasnya pelan. Octavius kemudian berbalik, menuntun Kate masuk ke dalam kereta kuda mereka.

"Kami menunggu kabar baik dari Anda, Yang Mulia Raja." Octavius memberikan penghormatan terakhirnya sebelum ikut naik, "Kemuliaan dan Kejayaan Deandrez bagi seluruh anggota Keluarga Kerajaan."

Kereta kuda itu mulai berjalan, sementara Kate masih melihat ke belakang saat Raja, Ratu dan Putra Mahkota berkumpul di depan Aula orion. Setelahnya mereka melewati sebuah jembatan besar yang merupakan gerbang kokoh dari area terluar istana kekaisaran dan menuju ke rumah.

Harry menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya dalam sekali tarikan. Pikirannya benar-benar kacau, akan tetapi dia tahu betul bahwa tidak bisa bicara pada Ellea sekarang. Ada banyak hal yang sulit sekali dijelaskan hanya dengan kata-kata. Seperti apa pun yang terucap dari mulut Harry, wanita itu pasti tidak akan percaya. Pemuda itu masih ingat betul bagaimana sorot mata istrinya tadi. Seolah ada luka besar yang menganga di dalam hatinya.

"Harry, kemari, Nak." Ratu Arielle menarik Harry ke dalam pelukannya, mendekapnya erat sambil berusaha menyalurkan kehangatan pada sang buah hati. "Aku percaya padamu, tapi kau tetap harus membuktikan kebenaran dari ucapanmu."

"Ibu," Harry membenamkan wajah pada pelukan hangat ibunya, "aku benar-benar minta maaf."

"Kau harus minta maaf pada Estelle, Jagoan." Raja Damian menepuk pundak Harry keras-keras, "dan masalah ini harus diselesaikan segera."

Sang Ratu kemudian melepaskan pelukannya dari Harry, akan tetapi ada yang aneh. Dalam sepersekian detik, Arielle sangat yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dari tubuh anaknya, tapi entah apa.

"Harry, apa kau melakukan sihir tertentu belakangan ini?" Baginda Ratu menanyakannya secara tiba-tiba, "ada yang aneh dengan aura di sekitar tubuhmu."

Harry dan Raja Damian saling berpandangan penuh tanda tanya. Dua pasang mata kelam itu bertabrakan dalam obsidian yang sama. Baik Putra Mahkota maupun sang Raja keheranan sendiri dengan kalimat terakhir wanita yang menempati posisi Ratu itu.

"Kau adalah Penyihir Zero, Harziusse," Ratu Arielle memutar bola matanya gemas, "kau benar-benar tidak tahu apa yang salah dengan tubuhmu sendiri?"

Harry menggeleng pelan, "aku ... cuma tak mengingat apa-apa selain Ellea semalam." lelaki itu tampak berpikir sejenak, "aku bahkan tidak tahu kenapa bisa ada di ranjang yang sama dengan Nona Sillian, seingatku Estelle lah orangnya."

"Bagaimana bisa kau melihat Ellea, sedangkan ia menunggumu semalaman?" Ratu Arielle memejamkan mata, kemudian memijat pelipisnya. "Energi yang menguar dari tubuhmu cukup kuat, tapi sebagian sudah mulai memudar. Aku tidak bisa mengklasifikasikan jenis sihir apa, tapi yang jelas bukan sihir biasa."

"Kalau begitu, panggil Zrielka kemari untuk memeriksa keadaan Harry." Paduka Raja memberikan perintahnya.

*****


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang