CHAPTER 47: Egoistic (2)

10.6K 1.2K 110
                                    

Raja Damian tidak langsung menentukan perdana menteri baru, sebaliknya, Harry ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan Octavius sampai mereka menemukan pengganti yang cocok. Sampai lebih dari seminggu Octavius dimakamkan, tak sekalipun mereka melihat Catherine di sana. Sebagai bentuk penghormatan pribadi atas jasa-jasa perdana menteri Sillian untuk prestasinya selama menjabat, Raja dan Ratu mengajak serta Harry dan Ellea untuk berziarah. Mengingatkan mereka berdua tentang nilai-nilai moral dan esensi seorang penguasa. Ellea menatap gundukan tanah itu tanpa arti. Ia juga kehilangan kedua orang tuanya di dunia ini, tapi anehnya Estelle tidak terlalu mengingat mereka.

Harry menggenggam tangan Ellea sambil menyusuri jalan setapak yang dikelilingi kebun bunga lily. Estelle tidak menolak, akan tetapi ia masih mengabaikan Harry. Sekarang, yang ada dipikiran Ellea hanya bagaimana caranya untuk bertahan hidup. Alur ceritanya berubah, dan sejauh ini Octavius sudah mati. Teori baru terbentuk dan Estelle berpikir, bahwa mungkin saja ia akan selamat di sini. Tapi, ada masalah lain yang tak pernah ia kira akan datang. Yaitu, perasaan cintanya pada Harry yang semakin tumbuh setiap hari. Estelle tidak tahu bagaimana perasaan Harry.

Apakah lelaki itu benar-benar sudah jatuh cinta padanya?

Ataukah selama ini Harry hanya memperlakukannya dengan baik saja?

Jangan-jangan, satu-satunya orang yang jatuh cinta dan terjebak dalam rencana sendiri hanya Estelle seorang?

Bagaimana kalau seandainya Harry ternyata tidak mencintai Estelle, dan semua yang mereka alami selama ini hanya bentuk tanggung jawab pria itu atas dirinya?

Ellea menggeleng keras. Itu tidak boleh terjadi. Bahkan ia sama sekali tak mau membayangkannya. Akan tetapi, fakta ini mungkin saja benar. Apalagi setelah melihat respon Harry pada kasus Catherine yang terkesan lembek dan plin-plan. Mungkinkah ... sebenarnya dari awal Harry tidak pernah jatuh cinta padanya?

"Ell."

"Ellea ...."

"Estelle!"

Wanita itu menoleh, tepat saat Harry menyerukan namanya. Pria itu tersenyum cerah. Dengan mata kelamnya yang indah ia hanya menatap Ellea. Seolah dunia Harry ada pada istrinya itu. Akan tetapi, saat melihat itu mendadak Estelle justru takut. Karena sekarang ia tidak tahu apakah pria di depannya ini, pria yang benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya ini ... adalah orang yang bisa mati demi dirinya? Bagaimana kalau naskah sialan ini memang sejak awal tidak berubah? Mungkin saja, kan, kalau Harry baik padanya karena waktu itu Catherine belum datang? Biar bagaimanapun, Estelle tidak boleh lupa. Bahwa pasangan Harry sesungguhnya adalah Catherine. Kalau ada orang yang menjadi duri dalam daging dari hubungan mereka berdua, orang itu adalah Estelle, bukan Catherine.

"Ada apa?" Harry menatap khawatir saat Ellea tiba-tiba berhenti di tengah-tengah.

Sementar saat tersadar dari lamunannya, Ellea menatap mata Harry yang berbinar padanya. "Aku ... agak lelah." kata Ellea pada akhirnya.

Seiring dengan langkahnya yang berlanjut pelan, Ella kembali terjebak dalam pikirannya.

"Apa yang kau pikirkan sampai begitu serius, Ell?" Harry tersenyum, kemudian mengecup buku-buku jari Ellea bergantian.

Ellea menatapnya dan mereka berhenti di tengah kebun lily. "Kau, Harry."

"Aku?" Senyuman Harry merekah. "Ada apa denganku?"

"Bahwa kau ... mungkin saja ...." Ellea kehilangan kata-katanya. Hatinya mencelus saat harus mengatakan fakta ini dengan mulutnya sendiri.

"Mungkin saja?" Harry menunggu kelanjutan ucapan Ellea.

Ellea buru-buru melanjutkan langkahnya. "Tidak jadi."

Harry tersenyum, dan seiring dengan perasaannya yang masih mengganjal itu, ia memanggil Estelle lagi.

"Ell, bagaimana kalau kita minum teh sebentar?"

Ellea mengangguk. Ini adalah moment yang paling ia sukai selama memainkan peran di dunia naskah sialan ini. Mereka kembali ke istana Spica lebih cepat, kemudian meminta para dayang dan pelayan menyiapkan teh dan makanan ringan, sebelum akhirnya duduk berhadapan di depan kebun lily istana mereka. Kegiatan ini selalu menyenangkan. Meskipun tak ada yang mereka lakukan selain saling menyesap teh sambil menekuni kesibukan masing-masing. Lantas, sore itu Harry menyesap tehnya sambil memeriksa beberapa laporan, sementara Ellea tengah membaca sebuah buku sihir tingkat rendah. Estelle kira, ketenangan akan kembali

"Ell, bagaimana kalau seandainya kita menolong Nona Catherine?" Harry tiba-tiba saja mengucapkan kalimat itu.

Tidak, Harry ... jangan membahas soal Kate lagi. Karena kepercayaan yang kucoba bangun berulang kali, akan runtuh begitu kau menyebut namanya dengan kepedualian sebesar itu.

****

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang