CHAPTER 33 : Say My Name (1)

13.8K 1.3K 64
                                    


Ellea melihat sekuntum peony besar yang tumbuh kokoh di halaman belakang istana Spica. Entah dari mana asalnya, tapi sang Putri yakin netranya menangkap tangkai yang memiliki tinggi setara pohon pinus, dan berdiameter lebih besar dari batang pohon maple. Di atas sana kelopaknya membentang luas, memayungi hampi seluruh halaman dengan lembaran cantik berwarna keunguan. Mungkin cukup untuk berteduh oleh satu batalyon dari Barack Pegasus.

Langkah kakinya terpacu pelan, masih keheranan dengan pemandangan di depannya. Rasanya tidak mungkin, tapi ia melihat bunga raksasa itu dengan mata kepala sendiri. Lalu tiba-tiba saja kelopak sang ratu peony berguguran, helai demi helai. Kening Ellea berkerut, dan begitu melihat ke atas wajahnya tiba-tiba kuyup. Ada cairan anyir merah pekat yang mengguyurnya dari peony yang setengah botak. Sang Putri mundur perlahan dan berbalik, tapi bangunan Istana Spica sudah tak berada di sana lagi.

Kini semuanya gelap, peony raksasa itu layu ditelan pekatnya hitam. Menyusut, menguning, lalu mati begitu saja bak kompos yang sudah seminggu membusuk. Ellea menutup hidung, tepat saat bau busuk menyergap indra penciumannya. Tungkainya melangkah tak tentu arah, kemudian ia melihat sosok Catherine di ujung jalan; sendirian, dengan gaun putih yang menjuntai dan seberkas cahaya menyorotinya.

Senyuman tipis dari bibir Catherine kemudian melebar, lalu robek dan mengeluarkan banyak darah dari sudut yang terkoyak. Ellea bergidik ngeri, jantungnya berdegup semakin cepat dan keringat dingin mulai mengalir dari pelipisnya. Napasnya tercekat, tertahan di kerongkongan saat tiba-tiba sosok Kate yang menakutkan itu menerjangnya. Lalu menghujam Ellea dengan sebilah pedang tepat di jantungnya. Putri mahkota mengerjap, menatap manik biru yang tadinya sejernih sungai Amoa. Wanita itu merasakan darahnya merembes, dan ...

PRANG!!

Ellea mengerjap panik dan napasnya memburu, sesaat setelah sikunya menghajar secangkir teh yang masih setengah hingga berhampurab ke lantai.

"Tuan Putri, Anda tidak apa-apa?"

Suara Frita menggema, kemudian Nyonya Margareth mengekor di belakangnya. Wanita paruh baya itu lantas duduk di sebelah Ellea sambil menepuk-nepuk punggungnya pelan.

"Jam berapa sekarang?" Ellea mengucek-kucek matanya, "Apa Harry sudah pulang?"

"Pukul sebelas, dan Putra Mahkota belum kembali." Nyonya Margareth melirik jam lonceng di sampingnya, "Sebaiknya Anda beristirahat di kamar, Tuan Putri."

"Kalian juga seharusnya sudah beristirahat, maaf mengejutkan malam-malam begini." Ellea beranjak dari sofa di ruang tengah, "Frita, bersihkan besok pagi juga tidak masalah."

"Tuan Putri pergilah tidur, saya hampir selesai." Frita tersenyum simpul.

Nyonya Margareth kemudian bangkit dan mengantar sang Putri sampai ke depan kamarnya, setelahnya perempuan itu masuk dan meninggalkan dayangnya di luar. Begitu pintu ditutup Ellea sendirian, dan baru kali ini ia menyadari bahwa kamarnya terasa terlalu luas kalau cuma diisi seorang diri.

Sudah hampir tengah malam, Harry kenapa kau masih belum pulang? Apa yang terjadi disana?

Ellea merebahkan tubuhnya di atas ranjang, kemudian berguling ke sisi lainnya yang benar-benar terasa kosong. Tangan mungil gadis itu meraba tempat dimana Harry biasanya tertidur. Pikirannya melayang jauh, kemudian perasaannya semakin khawatir saat mengingat mimpi barusan.

"Peony .... peony .... peony," Ellea menarik napas sambil meracau sendiri, "kenapa harus ada peony sebesar itu?" ia membalikkan tubuh lagi, menatap langit-langit, "tapi pada akhirnya peony sebesar itu pun mati. Apakah ini pertanda bahwa kematianku semakin dekat?"

Aku melihat Catherine dengan senyum yang amat menakutkan. Dia membawa sebilah pedang dan membunuhku dalam satu tusukan. Apakah ini cuma kekhawatiranku saja, atau mimpi itu adalah peringatan?

"Kalau ini pertanda buruk, apakah terlambat kalau aku kembali pada pilihan kedua?" Ellea menarik napas lagi, "Tadinya aku ingin mengumpulkan banyak harta lalu kabur sebelum Catherine datang, tapi akhirnya malah terjebak disini. Tenggelam dalam lautan perasaan yang terus menyeretku masuk ke dalam pesonamu."

Ellea bergeming di tempatnya, seolah kamar yang kosong itu memberinya kesempatan berpikir jernih. Perasaannya sungguh tak menentu, gamang. Hati dan pikirannya benar-benar tidak sinkron.

"Seharusnya aku tahu sejak awal, dan tidak membiarkan hatiku jatuh padamu." Ellea berbisik pada sebelah ranjangnya yang kosong, "Lihat, 'kan, betapa tak menentunya perasaanku cuma karena tahu kau berada di rumah siapa sekarang."

Harry, kalau kubilang aku benar-benar membutuhkanmu sekarang. Apakah kau akan datang?

***

***

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora