CHAPTER 36 : To be Honest (1)

11.5K 1K 209
                                    

Manik kelam Harry menatap nanar pada tubuh ringkih Kate yang meringkuk hanya berbalutkan selimut. Lelaki itu kemudian menatap ke sekeliling, lantas mendapati ruangan yang dicat peach pastel bercorak kelopak bunga mawar itu seketika menarik perhatiannya. Bahkan dari aromanya Putra Mahkota tahu bahwa ia tidak sedang berada di istana. Biasanya tercium wangi khas dari lembutnya mawar milik Ellea yang menetap di dalam ruangan begitu ia membuka mata.

Harry hampir menarik selimut kalau saja Kate tidak bangun dan terperanjat pada kehadirannya yang tiba-tiba. Namun, bagaimana mungkin ini semua tiba-tiba kalau seandainya mereka baru saja menghabiskan malam bersama. Kate menutupi tubuh polosnya dengan selimut; sedangkan Harry sibuk menutupi bagian bawahnya sambil memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai.

"No-nona Sillian, apa yang terjadi?" Harry mundur beberapa langkah, kemudian buru-buru memakai baju dan celananya, "tidak mungkin, 'kan, kalau kita-"

"Saya minta maaf, Yang Mulia."

Kate menunduk takut, meringkuk sambil bersandar di kepala ranjang. Tangan gadis itu memegang erat selimutnya, dan sedikit gemetar. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sementara itu Harry tiba-tiba saja teringat pada Ellea begitu melihat sebuah kereta kuda yang mengangkut berbuket-buket mawar di luar jendela. lelaki itu kalap, kemudian berputar cepat dan buru-buru menyasar pintu.

Kreeek, Prang!

Sebuah vas berisi lili putih baru saja terjun bebas, tersangkanya adalah siku Harry yang panik sampai menyabet kemana-mana. Tadinya lelaki itu cuma mau meraih gagang pintu, akan tetapi entah bagaimana tangannya justru menyenggol sebuah vas di nakas belakang pintu.

"Catherine, apa yang terjadi?" Suara teriakan Octavius tiba-tiba saja menggema, "Kau tidak apa-apa? Apa yang pecah, Sayang?"

Harry mengepalkan tangannya lalu menjambak surai legamnya frustasi. Dia benar-benar lupa kalau kakinya sedang berdiri di atas mansion milik keluarga Sillian, tentu saja Octavius akan segera datang. Manik kelamnya melirik pada Kate yang tengah membenamkan wajahnya pada lutut yang ditekuk, bahu perempuan itu bergetar dan ada suara sesegukan samar.

"Catherine?" Suara Octavius terdengar lagi.

Kali ini disertai dengan suara langkah kaki yang semakin mendekat. Harry buru-buru merapikan pakaiannya, akan tetapi pintu terbuka tiba-tiba ketika sang Pangeran masih mengancing kemejanya.

"Yang Mulia, apa yang Anda-"

Ucapan Octavius terputus, lantas ia buru-buru menghampiri Kate yang masih bergeming di tempatnya.

"Astaga, Kate, Sayangku, kau tidak apa-apa nak?" Pria itu kemudian mendekap tubuh mungil Kate dalam balutan selimutnya.

Detik berikutnya mata Octavius menajam, menatap nyalang tepat pada obsidian Harry yang nampak keheranan.

"Tu-tuan Sillian, ini tidak seperti yang Anda pikirkan." Harry mundur beberapa langkah, diikuti tatapan Octavius yang hanya terfokus padanya. "A-aku juga tidak tahu kenapa bisa berada disini bersama Nona Catherine!"

Pria tua itu menarik napas, kemudian dengan sengaja melihat pada sehelai gaun tidur yang teronggok di lantai. Harry mengikuti tatapan Octavius dan mengerti betul apa yang dimaksud sang Perdana Menteri.

"Demi Tuhan, aku tidak tahu apa yang sudah kami lakukan semalam." Harry menahan napas, berharap Octavius dapat menerima penjelasannya, walau kelihatannya sama sekali tidak. "Aku yakin bahwa sudah pulang ke istana, dan menghabiskan waktu dengan Estelle."

"Lantas mengapa Anda bisa terbangun di sini, Yang Mulia?" Octavius menatap marah, keningnya berkerut dan bola mata jernih pria itu melotot, "sihir macam apa yang Anda gunakan sehingga bisa berpindah tempat dalam sekejap?"

Harry menarik napas sambil meremas rambutnya frustasi, "A-aku ...."

"Apa Anda tahu bahwa ini akan merusak citra dan reputasi Catherine sebagai Young Lady?" Octavius mendelik, membuat dirinya seolah sangat marah tapi berusaha menahannya, "sekarang, bagaimana saya bisa menghadapi mendiang istri saya karena gagal menjaga kehormatan anak kami satu-satunya?"

"Aku benar-benar tidak melakukannya, Tuan, tolong jangan-"

"Tidak melakukan bagaimana maksud Anda, Yang Mulia?" Octavius menunjuk pada seprai yang bernoda di ranjang, "ini jelas membuktikan bahwa Anda sudah menyerang putri saya."

"Tapi aku sungguh-"

"Yang Mulia, bagaimana bisa Anda terus menyangkal kenyataan seperti ini?" Octavius menarik napas kesal, "saya tidak peduli meskipun Anda seorang Putra Mahkota, kesalahan ini tetap harus dipertanggungjawabkan!"

Harry mencoba berpikir keras, mencari cara agar bisa menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak melakukannya. Namun percuma, semua bukti sudah ada di depan mata. Octavius juga bukan pria bodoh yang akan percaya begitu saja pada ucapannya, apalagi Catherine yang menjadi korban.

"Bersiaplah, kita akan menemui Baginda Raja Damian." Octavius keluar kamar dengan tergesa-gesa, "Aku akan mengurus kereta kuda untuk pergi ke sana sekaligus memberi makan kuda Anda, Yang Mulia."

Octavius pergi tanpa membungkuk hormat, sementara Kate bergeming di tempatnya, kebingungan atas apa yang terjadi. Wanita itu benar-benar tidak tahu kalau akan sekacau ini jadinya. Harry juga sama sekali tidak mengingat apa yang sudah mereka lakukan semalam. Jadi, hanya dirinya sendiri yang diliputi perasaan 'sudah melakukannya', sedangkan sang Pangeran malah keheranan.

"Nona Sillian, aku ... benar-benar minta maaf." Akhirnya cuma itu yang bisa keluar dari mulut Harry, "aku sungguh tidak ingat apa yang sudah kulakukan padamu semalam."

Tak bisa dipungkiri bahwa Kate menyesali apa yang terjadi di antara ia dan Harry semalam, akan tetapi jauh di lubuk hatinya terselip sedikit perasaan merah muda yang semakin mengakar. Sebelumnya perempuan bersurai pirang itu sudah bahagia hanya dengan menatap Harry sana, tapi setelah tadi malam bukannya puas dengan cinta satu malam itu, Kate justru memiliki keinginan yang lebih kuat untuk merebut hati Putra Mahkota.

Aku tahu ini salah, dan tidak bisa dibenarkan bahwa aku sudah serendah ini demi menghabiskan sedikit waktu dengan Putra Mahkota. Namun entah mengapa perasaan ini semakin mengakar, maafkan aku Tuan Putri. Terima kasih karena sudah meminjamkan dia padaku, semoga kalau ada lain kali ... mohon izin untuk mencintainya sebentar saja walau cuma sebelah tangan.

***


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now