CHAPTER 9 : Zero Witch (2)

43K 3.6K 123
                                    

Begitu keluar, mereka bertiga disambut oleh hembusan angin sore yang membelai lembut kulit ketiganya. Ellea menarik napas dalam-dalam, menghirup udara segar yang sudah lama tak ia rasakan. Harry menatap wajah perempuan bermanik karamel itu, lalu tersenyum kecil saat melihat senyuman secerah mataharinya sudah kembali.

"Ell, kemari." Harry kemudian mengambil tangan Ellea yang berada pada di lengan Jayden, "Jay, mundur. Sepuluh langkah di belakang."

Jayden menurut, kemudian mundur sepuluh langkah sesuai perintah Putra Mahkota. Detik berikutnya Harry meletakan tangannya pada punggung dan belakang lutut Ellea, kemudian mengangkatnya dalam satu hentakan.

"Harry, apa yang kau lakukan?!" Ellea panik tiba-tiba, "Turunkan aku!"

Harry tetap membopongnya "Ssst, jangan berisik."

"Tapi aku masih bisa jalan kaki." Perempuan itu masih protes, tapi tetap melingkarkan tangannya pada leher Harry, "Kau itu kenapa, sih?"

"Begini lebih cepat, Ellea." Harry melangkahkan kakinya sampai ke pinggir danau, "Ngomong-ngomong, sepertinya beratmu berkurang banyak." ia terkekeh, "Sayang sekali, jadi tidak bisa dipotong"

"Sialan, memangnya aku ini sapi, huh?" Ellea berdecak kesal, "Sebenarnya kau mau membawaku kemana?"

"Naik perahu," Harry kemudian berdiri di atas dermaga kecil di pinggir danau, "Pemandangannya akan indah sekali kalau dilihat dari tengah danau."

Harry lantas menaikkan Ellea pada sebuah perahu layar yang bersandar di ujung dermaga. Perahu itu tidak terlalu besar, dengan sebuah layar dan kanopi kecil di atas kursi penumpang yang sepertinya hanya cukup untuk dua orang. Di puncak layarnya berkibar bendera Deandrez.

Ellea duduk diam di tengah-tengah perahu, menunggu Harry yang sibuk mengangkat jangkar dari dasar danau. Setelahnya lelaki itu menggerakkan tangannya, kemudian membaca sebuah mantra. Detik berikutnya sihir langsung mendorong perahu layar mereka perlahan hingga ke tengah. Harry lantas duduk di depannya, menatap Ellea dengan tatapan yang tidak dapat diartikan wanita itu.

Pemandangan yang bisa ditangkap netra Ellea benar-benar indah, persis seperti yang Harry katakan. Pohon-pohon yang pucuk daunnya sudah menguning perlahan-lahan gugur tertiup angin. Begitu pula bunga-bunga yang kelopaknya mulai rapuh, berterbangan mengikuti arus udara yang berembus. Wanita itu kemudian menarik napas, tangannya dibentang lebar sambil menikmati semilir angin.

Harry tersenyum tipis, kemudian menatap intens pada setiap inci permukaan wajah Ellea. Wanita itu menoleh kesana kemari dengan manik karamel yang membulat indah. Ia juga tersenyum lebar dengan bibir cherry yang penuh, dan terasa sangat lembut ketika di kecup. Dan sialnya Harry jadi ingin mengecupnya lagi, merasakan betapa manisnya ciuman itu. Tapi tidak, tidak sekarang.

"Ell, kau bermimpi buruk?" Harry akhirnya membuka percakapan, menarik perhatian Ellea dengan suara baritonnya.

Tadinya Ellea tidak percaya kalau dia sudah tertidur sangat lama, akan tetapi lantunan suara berat khas Harry yang menyebut namanya menjadi bukti. Mungkin perempuan itu sangsi, bagaimana bisa mereka menarik energi sihir dari tubuhnya yang tidak punya kekuatan itu. Mungkin kalau mereka bilang ginjal atau jantungnya bermasalah Ellea akan percaya, terlebih mengingat gaya hidupnya di New York sangat tidak sehat.

"Ellea, kau dengar aku?" Harry bertopang dagu, "Apa yang kau pikirkan, hmm....?'

"Bukan apa-apa," Ellea tersenyum tipis, "Mungkin cuma mimpi buruk biasa. Kenapa?"

"Cuma tanya," Harry mengalihkan atensinya, "Dan soal energi sihirmu ...."

Harry menggantung ucapannya dan Ellea menunggu.

"Kalau kau memang tidak mau belajar sihir, tidak apa-apa. Aku paham alasanmu menjauhi ilmu sihir." Harry menarik napas dalam, "Kita bisa memanggil Zrielka secara berkala untuk mengeluarkan kunang-kunang biru itu."

Ellea mengerjap bingung, dalam hati ia bertanya-tanya, memangnya apa yang sudah terjadi sampai Estelle si bangsawan tidak mau mempelajari sihir?

"Aku tahu ini berat, Ell," Harry masih bicara, "Tapi sebenarnya akan sangat bagus kalau kau belajar sihir. Selain tidak perlu melahirkan kunang-kunang, kami juga bisa memeriksa apakah kau salah satu Penyihir Zero."

Ellea mendelik kesal, "Harry, berhenti bicara soal melahirkan kunang-kunang!" dia berdecak sebal, "Aku ini manusia, tahu, manusia!"

Harry tertawa, "Iya, iya. Kau manusia." pemuda itu melanjutkan, "Manusia tercantik yang pernah aku temui."

Ellea menoleh, menatap langsung pada Harry seiring dengan senyum yang memudar. Wanita itu tahu betul kalau Pangerannya bukanlah tipe orang yang suka memuji, apalagi sampai seberlebihan itu.

"Harry, kepalamu terbentur, ya?" Ellea keheranan sendiri, "Apa ada yang sakit?"

Pria itu kemudian tertawa lagi. Sebuah tawa renyah yang meluncur dari mulutnya bukanlah sesuatu yang lumrah, dan Ellea menyadari hal itu. Selama ini hubungan mereka tidak terlalu dekat, tapi tidak juga terlalu jauh. Dan kali ini Harry benar-benar seperti sudah melampaui batas keduanya.

"Apa aku terlihat sebercanda itu, Estelle?" Harry menatap Ellea dengan bola mata kelamnya itu, "Aku benar-benar serius saat kubilang kau cantik."

Sial, Ellea jadi salah tingkah. "Aku tahu kalau aku memang cantik."

"Tidak, bukan yang seperti itu." Harry mengambil tangan perempuan itu kemudian menggenggamnya erat, "Aku benar-benar takut saat melihatmu terluka kemarin."

Ellea bergeming, menunggu kalimat Harry selanjutnya. Wanita itu tidak melakukan apa-apa selain membalas tatapan intens Harry dengan manik karamelnya. Netra lelaki itu menelisik, seolah mencari-cari sesuatu di dalam sana. Sementara gadis itu malah tersedot masuk ke dalam obsidian kelam Harry.

"Aku takut sekali kehilanganmu, Ell," Harry melanjutkan ucapannya, "Mungkin selama ini aku tidak bersikap baik padamu, tapi nyatanya aku takut kehilanganmu."

Ellea terkesiap. Tiba-tiba saja darahnya berdesir, seiring dengan detak jantungnya yang bertambah cepat. Seluruh simultan syaraf di tubuhnya bekerja sama, membuat wanita muda itu merasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang dari perutnya.

"Setelah Ayahanda turun tahkta, aku akan menggantikannya sebagai Raja." Harry masih melanjutkan, "dan aku membutuhkanmu sebagai Ratuku, Ellea."

Harry memindahkan sebelah tangannya pada wajah Ellea, kemudian membelainya lembut. Pria itu kemudian menangkup wajah istrinya, memperdalam tatapan mereka sebelum akhirnya mendekatkan wajah untuk menciumnya. Jantung Ellea berdetak tak karuan menahan serangan perasaan merah muda yang memenuhi dadanya.

Wajah Harry semakin lama kian mendekat. Perempuan itu pun memejamkan matanya, membiarkan pasangannya melakukan itu lagi. Bibir Harry kemudian menyapa Ellea, mengecupnya pelan. Sangat lembut dan berhati-hati. Ellea sebisa mungkin bersikap normal, tidak terlalu agresif dan membalas ciuman itu perlahan.

◇•◇•◇

◇•◇•◇

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now