Who Made Me A Princess? [On Revision]

CHAPTER 59: Kill This Love (2)

Estelle sudah tahu, bahwa Catherine akan segera membuat masalah. Tapi, yang wanita itu tidak tahu adalah bahwa Kate akan secepat ini membuat hidupnya penuh drama. Sebagai orang yang hampir berhasil menyingkirkan tokoh utama, Ellea tidak takut pada Kate. Gadis itu tidak punya kekuatan. Justru, yang lebih Ellea takuti adalah Harry. Belakangan ini pria itu semakin goyah saja.

Tidak ada yang bisa ia lakukan sebagai seorang istri, selain lebih serius menggoda Harry di ranjang. Oh, bukan tidak mau punya anak, tapi selama ini usahanya dan Harry memang belum membuahkan hasil. Para dayang kelas bawah dan pelayan sering berbicara mengenai Estelle yang akan bisa menguatkan posisi kalau sudah mengandung setidaknya seorang pewaris. Sebagai Putri Mahkota, jelas Ellea tahu hal itu. Tapi itu tidak semudah kelihatannya.

Belakangan Ellea juga baru tahu kalau ternyata Kate pandai bersandiwara. Tentu saja itu tidak ada apa-apanya dibandingkan ia yang memang seorang aktris. Bahkan, sang putri sudah tak ingat lagi mana yang diri asli, dan mana yang akting. Semuanya terlihat palsu. Deandrez bukan dunia Estelle, dan sejak awal hidup wanita itu memang tidak pernah tenang. Orang gila mana yang bisa bertahan saat tahu tiba-tiba berada di dunia antah berantah? Oh, ada satu, Estelle Theodore. Orang gila yang berniat melawan takdir.

"Kalau begitu aku yang pergi." Ellea berbalik, hampir meninggalkan meja makan kalau saja tangan Harry tak menahannya.

"Tidak akan ada yang pergi sampai kita semua selesai sarapan, lebih baik kita mulai makan sekarang." Harry menarik kursi untuk Ellea, menggiring wanita itu duduk, "aku ingin kita makan bersama mulai sekarang."

Ellea tidak menanggapi ucapan Harry, wajahnya benar-benar tidak menampilkan ekspresi apa pun. Sementara itu Kate tersenyum miring dari tempatnya, kebetulan tidak tertangkap atensi Putra Mahkota. Manik karamel itu mendelik tajam, seiring dengan alisnya yang terangkat sebelah.

"Aku memohon padamu, Ell ...." Harry menatapnya. "Aku juga lelah, jadi mari hentikan, ya?"

Begitu kalimat itu keluar dari mulut Harry, Estelle menghempaskan tangan pria itu, kemudian pergi dari sana. Ia melangkahkan kakinya cepat - cepat di ikuti Frita dan Nyonya Margaret serta beberapa dayang lain. Tidak ada lagi yang bisa dikatakan Ellea pada Harry yang sedang membela Kate. Terlebih dia sudah dua kali terjebak oleh perangkap licik wanita itu. Mungkin sekarang di mata Harry, Estelle lah satu - satunya orang yang membuat masalah. Bukan Kate, melainkan dia.

"Yang Mulia!" Frita memanggilnya setengah berteriak. "Tuan Putri, tunggu!"

Estelle berhenti, napasnya memburu dan kekesalannya di ujung tanduk. Tapi mereka sudah meninggalkan kebun lily dan berada di depan istana Spica. Nyonya Margaret yang tertinggal di belakang bersama dayang - dayang lainnya menyusul dengan susah payah. Estelle duduk di meja teras dan mencoba menenangkan diri. Senyuman licik Kate terbayang jelas, dan itu bagai kekalahan telak. Ia tidak mau berjuang untuk cinta yang bisa berubah. Meskipun mencintai Harry, tapi Ellea tidak mau mati konyol.

"Tuan Putri, apa Anda tidak apa - apa?" Frita bertanya khawatir, sementara dayang lain langsung menyiapkan teh dan cemilan.

Ellea tidak menjawab. Nyonya Margaret mengambil tangannya dan tersenyum lembut. "Tidak apa - apa, Anda tidak bersalah."

"Aku tidak merasa bersalah sama sekali." kata Ellea pelan. "Aku tahu kalau ini akan terjadi cepat atau lambat."

Frita menatap sang putri dengan mimik khawatir.

"Aku tahu kalau tidak ada cinta yang abadi, aku juga tahu sejak pertama kali Kate menginjakkan kakinya di sini, bahwa posisiku bisa saja terancam." Ellea menarik napas. "Aku tidak terlalu peduli dengan sesuatu yang seperti itu ...."

Mereka semua terdiam.

"Setidaknya aku pikir begitu." Ellea menatap kosong ke arah taman di depan istana spica yang luas. "Tapi ternyata aku salah. Aku kira akan baik - baik saja meski sudah mempersiapkan diri untuk membuang perasaan dan cintaku pada putra mahkota."