CHAPTER 25 : Save Me (2)

15.1K 1.6K 31
                                    


Ellea duduk gemetar di atas kereta kudanya sendiri. Bibir ranum gadis itu terkunci rapat dengan tangan yang terikat. Matanya mendelik, menatap tajam pada sosok pria tinggi besar di sampingnya. Orang itu berwajah garang, dengan alis yang lurus naik ke atas dan bekas luka di pelipisnya. Ellea sama sekali buta pada apa yang ada di balik topeng hitam itu, menutupi hampir seluruh wajah si penculik kecuali dahi atas dan mulut.

Beberapa kali mereka terguncang hebat, terutama kalau jalanan yang dilewati roda kereta kuda bergelombang; atau berbelok sangat tajam. Dari derap langkah kaki kuda Ellea tahu bahwasanya orang-orang ini sangat terburu-buru. pastilah minimal antara Jayden atau Harry tengah mengejarnya kemari. Tapi ia tidak bisa diam saja, minimal harus ada waktu yang terulur atau pikiran yang terkecoh.

"Siapa yang memerintahkanmu?" Ellea membuka suara.

Pria di sebelahnya melirik tak minat, kemudian tatapannya beralih pada tumpukan salju di luar sana. Ia kemudian menendang kursi kusir dan berdecak kesal, "Ck, pacu kudanya lebih cepat lagi, sialan!"

"Ba-baik, Tuan! Hyaaat!"

Ellea mendengus, kemudian laju kereta kuda mereka bertambah cepat. Berkali-kali orang yang memegang tali kendali kuda itu mencambuk dua hewan berkaki empat itu.

"Aku akan memberikan tawaran bagus padamu." Ellea bicara lagi, kali ini penuh percaya diri. "Aku akan menganggap hal ini tidak pernah terjadi, dan mengabulkan satu permintaanmu."

Hening. Pria itu sama sekali tak mengindahkan ucapan Ellea dan menganggapnya tak lebih penting dari suara ketukan sepatu kuda.

"Aku akan membayarmu tiga kali lipat." Ellea masih persuasif, "atau kalau kau mau, aku akan minta Baginda Raja Damian untuk memberimu penghargaan."

Masih hening. Ellea keheranan sendiri dibuatnya, sebab pria disampingnya tak jauh berbeda dari sebongkah batu besar di pinggir sungai. Sulit sekali di pecah arus.

"Ini kesempatan terakhirmu, atau aku akan-"

"Lebih baik tutup mulutmu, wanita sialan!" pria itu menangkup wajah Ellea dengan satu tangan besarnya, lantas mengancam wanita itu dengan pisau lipat dari sakunya. "Diam, atau ajalmu akan lebih cepat datang."

Ellea tercengang, napasnya tahu-tahu sudah memburu ketakutan. Jantungnya berdegup kencang, terutama saat ia menyadari ada sebilah pisau yang diarahkan tepat di depan mata kepalanya sendiri. Seumur hidupnya, baru pertama kali Ellea dihunus pedang sungguhan, diculik sungguhan, dan menunggu seseorang menyelamatkannya. Biasanya adegan seperti ini hanya ada di film yang ia mainkan.

"Jadi ... kalian akan tetap membunuhku?" Ellea mendesis pelan, tiba-tiba saja ia menyadari sesuatu, "lalu apa bedanya kau membunuhku disini atau di tempat tujuan?"

"Berisik."

Wanita muda itu kemudian menarik napas, memilih untuk melihat ke jendela kecil yang ada di sampingnya. Dalam hati ia berharap kalau seseorang akan datang menyelamatkannya, dan orang yang paling ku inginkan sekarang adalah kau, Harziusse.

Tak lama kemudian kereta kuda berhenti. Orang-orang itu lantas menarik Ellea turun dengan paksa. Tangan mungil wanita itu ditarik kuat sampai ikatannya menggesek langsung kulit sang Putri. Kepalanya masih terasa pusing akibat ditarik jatuh saat mereka membawanya tadi, belum lagi sapaan udara dingin yang menusuk sampai ke tulang begitu ia ditarik keluar. Sumpah, Ellea sama sekali tidak tahu harus bereaksi seperti apa lagi.

Harapannya seperti pupus begitu saja, sedangkan sampai detik ini benar-benar tidak ada yang bisa ia lakukan. Ada dua orang yang berjaga di sisi kanan dan kiri Ellea, mereka menjegal tangan perempuan itu; sementara sang empunya meronta-ronta tak karuan.

"Diam!"

"Tidak mau!" Ellea terus meronta-ronta walau tenaganya tidak sebanding dengan pria-pria itu, "lepaskan aku sekarang!" ia melanjutkan, "aku ini Putri Mahkota Deandrez! Kalian tak bisa berbuat begini padaku!"

"Berisik, dasar sial!" salah satu pria yang posisinya paling depan tiba-tiba berbalik dan menampar Ellea kuat-kuat, "jangan mempersulit pekerjaan kami, Putri. Mati lah dengan tenang."

Cukup. Kini Ellea sudah mencapai batasnya. Rasa panas yang menjalar ke seluruh kulit wajah gadis itu terasa nyeri, bersamaan dengan perih dari ikatan yang terus menggesek kulitnya sejak tadi. Kepalanya semakin pening, dan atensi sang Putri sudah tidak fokus. Ada sebuncah perasaan marah, takut, dan sedih yang bercampur jadi satu, mengganjal di dada Ellea.

Air matanya sudah hampir jatuh, akan tetapi belum ada seorang pun yang terlihat akan mengeluarkannya dari situasi ini. Namun tepat saat itu ada seseorang yang datang dari kejauhan, dan dengan kecepatan tinggi ia mengayunkan pedangnya dari atas kuda.

Drap-drap-drap-swoosh!

"Berlututlah kalian pada Tuan Putri, brengsek!" Jayden menghunus pedang langsung pada pria tinggi besar yang berdiri di depan sang Putri.

Lengkung sinis yang mengejek itu tercetak jelas pada bibir pria itu, membuat Jayden semakin geram. Sorot mata kemerahannya menatap tajam dari balik topeng, kemudian dengan sebelah tangannya tahu-tahu ia membeset dalam kaki kuda si Ksatria. Terlihat jelas senyum penuh kemenangan saat kuda putih yang ditunggangi Jayden meringkik keras, sebelum akhirnya mengamuk.

Dengan cekatan Jayden memutar tubuhnya, kemudian melompat turun sebelum kuda itu melompat naik dengan dua kaki depannya dan berlari kencang tak tentu arah.

"Jangan buang-buang waktu lagi, cepat laksanakan!"

Dua orang yang mengapit Ellea kemudian mengikatkan sebongkah batu besar di pergelangan kaki wanita itu. Sang Putri gelagapan, akan tetapi tidak bisa melawan kekuatan dua orang yang mengukungnya. Jayden hampir menyasar maju buru-buru, akan tetapi lawannya sudah ditentukan.

"Mau kemana?" Pria itu tertawa di balik topengnya, "Kau cuma akan melihatnya mati, Prajurit!"

Jayden mengancingkan gigi, kemudian maju menghantam orang itu tanpa basa-basi. Tubuh besar pria bertopeng itu rupanya cukup lincah untuk orang seukuran dia, akan tetapi teknik bertarung sang Ksatria lebih unggul. Walaupun begitu Jayden kalah masa, bobot tubuhnya tidak sebanding dengan orang yang tengah ia hadapi.

Sementara pertarungan sengit itu berlanjut, Ellea di giring ke sebuah jurang yang dibawahnya terdapat air es dengan gletser tipis. Melihat hal tersebut perempuan itu ciut, sudah pasti aku akan mati kalau masuk ke air sedingin itu bahkan tanpa batu sialan ini.

◇•◇•◇

◇•◇•◇

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now