CHAPTER 48: Egoistic (3)

10.4K 1.2K 146
                                    

Harry sebenarnya bimbang, sejak mengetahui kenyataan bahwa Kate dikorbankan oleh ayahnya sendiri, Harry merasa sangat bersalah karena sudah menyentuhnya. Perihal perempuan yang paling ia cinta, sudah jelas Estelle orangnya. Namun ucapan mendiang Octavius juga tidak salah; bahwasanya sebagai seorang calon raja ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Kau mau membantunya dengan cara apa?"

Ellea menarik napas, lalu meletakkan bukunya di atas meja. Wanita muda itu tahu betul bahwa cepat atau lambat Harry akan membahas persoalan Catherine, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini. Sejujurnya Putri Mahkota kasihan pada gadis bangsawan sebatang kara itu. Pun begitu ia tetap tidak boleh memberikan seluruh ketulusannya hanya untuk wanita yang akan membunuhnya nanti. Ada pikiran bahwa mungkin saja Kate sedang menderita sekarang. Ellea juga sempat berpikir agar lebih baik menjaga Kate disisinya agar lebih mudah diawasi. Namun, egonya tidak mengizinkan hal itu terjadi. Apalagi, ia tidak bisa memastikan perasaan Harry sama sekali.

"Aku tetap menolak kalau kau masih bersikeras menjadikannya selir kerajaan." Ellea menimpali ucapannya lagi, "aku memang egois seperti ini, kuharap kau bisa mengerti."

Ellea sudah mengangkat bokongnya dari kursi, akan tetapi Harry menahan tangannya. "Dia sendirian Ell, dan mungkin sedang terpuruk sekarang."

"Memangnya aku tidak sendirian?" Ellea menghela napas jengah.

Hening. Harry masih menahan tangannya akan tetapi belum membalas kalimat terakhir Ellea. Hubungan mereka berdua memang kurang baik sejak hari dimana Putra Mahkota menghabiskan malam dengan Catherine. Mereka sama-sama tidak tahu apa yang harus dilakukan, ternyata cinta tidak bisa menjelaskan segalanya.

"Maksudku, Ell, kejadian ini akan menjadi pukulan berat untuk Nona Sillian." Harry memelankan nada suaranya, kemudian menarik Ellea duduk diatas pangkuannya. "Dia melihat satu-satunya keluarga terdekat mati di tiang gantungan dengan mata kepalanya sendiri. Kau bisa bayangkan bagaimana rasanya?" Pemuda itu mengambil tangan Ellea, kemudian mengecup buku-buku jarinya.

"Lalu, menurutmu aku tidak terpukul mendengar kabar kalau suamiku meniduri wanita lain, dan sekarang memaksaku menerimanya sebagai selir?" wajah Ellea menegang. "Aku lelah, Harry."

"Estelle, kau tahu bahwa satu-satunya perempuan yang kucintai hanya dirimu!" Harry menarik napas. "kau memiliki segalanya di sini, apa sedikit kehormatan saja tidak bisa kau bagi dengan Nona Catherine?"

"Oh, sekarang kau memanggilnya dengan nama depan." Ellea memutar bola matanya malas. "Jujur saja ... aku tidak yakin apakah kau mencintaiku atau tidak. Aku juga tidak yakin apakah Catherine benar-benar sekadang bentuk tanggung jawabmu atau bukan."

Harry menatap wanita itu tidak percaya. "Estelle!"

"Apa?" Ellea menghempaskan tangan Harry. "Kau selalu lebih membelanya belakangan ini. Kau seperti orang yang sudah tergila-gila pada Catherine!"

"Ell, tidak begitu. Sungguh." Harry melunak. "Aku adalah orang yang akan menjadi raja, dan nona Catherine adalah salah satu rakyatku, sekaligus orang yang hancur hidupnya karena aku. Kumohon mengertilah."

"Harry, bukankah kau yang paling tahu kisah soal aku yang menyaksikan kematian kedua orang tuaku dulu?" Ellea mendesah lelah, "Apa aku juga harus seterpuruk itu agar kau tahu bahwa tidak hanya Catherine yang pernah berada di titik terendah?"

Sungguh, bukan Ellea tidak punya rasa simpati sama sekali terhadap Kate, melainkan ada rasa takut yang besar tengah menggerogotinya sekarang. Sejak hari dimana Harry menyentuh perempuan itu, sang Putri benar-benar sangsi terhadap apa yang akan terjadi padanya di masa depan. Sekarang Ellea benar-benar tidak yakin apakah Harry akan berada di sisinya jika lain kali ada bahaya yang mengancam. Atau ... justru Harry yang akan membunuhnya? Seperti alur yang tertulis dalam naskah.

"Tapi sekarang kau punya aku, 'kan?" Harry menyandarkan kepalanya pada pundak Ellea, "Kau juga tahu betapa aku mencintaimu, Ellea."

"Aku tidak tahu, aku tidak percaya padamu." Ellea benar-benar tidak menyukai percakapan ini, "Apa salah kalau aku tidak rela membagi suamiku dengan wanita lain?"

"Untuk kasus Nona Sillian, itu hanya sekadar status, Estelle, tidak lebih." Harry masih mencoba menyakinkan Ellea, "sejak malam itu aku selalu dihantui rasa bersalah. Seandainya saja aku tidak menyentuhnya, dia tidak akan kehilangan kehormatannya. Perdana Menteri juga tidak akan dihukum mati."

Lantas kalau Octavius tidak mati, dan kalau Catherine tidak kehilangan kehormatannya, apa harus aku yang menggantikan jalur kematian yang terputus itu?

*******

*******

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now