CHAPTER 11 : Another Days (2)

37.8K 3.3K 113
                                    


Sepulang dari Barack Pegasus Ellea memutuskan mandi, sementara Harry menemui beberapa pejabat kerajaan untuk membahas pekerjaan. Wanita itu bersandar santai pada bathtub, menikmati aroma terapi yang menguar dari lilin-lilin yang menyala di samping jendela. Dalam waktu-waktu seperti ini otak Ellea biasanya bisa bekerja lebih keras.

Terutama pada hal-hal yang tak kunjung pergi dari kepalanya, termasuk perihal kisah keluarga bangsawan Theodore dan beberapa hal lainnya. Cuma satu kalimat yang Harry ucapkan perihal orang tua Estelle si bangsawan, yaitu mereka mati di depan putrinya sendiri. Mungkin itu juga yang menjadi penyebab semua orang tidak mencurigai dia yang sejak awal tidak punya kekuatan sihir. Tapi Ellea sama sekali tidak tahu jawabannya.

Hal lain yang cukup menganggunya adalah perihal kedekatannya dengan Harry. Bukan berarti Ellea tidak senang bisa sedekat ini dengan laki-laki yang sudah mencuri hatinya, entah sejak kapan. Melainkan gadis itu jadi kehilangan kewaspadaannya pada segala sesuatu. Misalnya saja Ellea yang sudah terbuai dengan kehidupan barunya lupa kalau masih ada Catherine.

"Ell, kau masih di dalam?"

Suara bariton Harry terdengar dari luar, sontak Ellea buru-buru meniup lilin-lilin aroma terapinya seraya keluar dari bathtub. Tapi memang dasar pelupa, perempuan itu lupa membawa handuk.

"Harry, bisa minta tolong?" Ellea bertanya malu-malu, "Boleh tolong ambilkan handuk?"

Wajah Harry serta-merta memerah, seiring dengan darahnya yang berdesir cepat dan tubuhnya yang mulai memanas. Tanpa menjawab Ellea lelaki itu mengambilkan selembar handuk di lemari sebelum mengetuk pelan pintu kamar mandi.

"Buka sedikit." Harry memalingkan wajahnya tepat saat pintu terbuka. Tangannya terulur dan Ellea cepat-cepat menyambar handuk itu dari suaminya.

Tak lama kemudian Ellea keluar, dan Harry buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Lelaki itu bahkan mengunci pintunya agar tidak lepas kendali seperti saat ciuman di malam sebelumnya. Sementara itu si Putri Mahkota memilih gaun tidurnya, dan betapa sial pikiran kotornya, Ellea malah mempertanyakan kenapa Harry belum juga menyentuhnya.

Hampir sebagian besar alurnya sudah berubah. Harry sepertinya mulai jatuh hati padaku, sementara Catherine belum juga muncul. Apa ini akan baik-baik saja?

Ellea menarik napas, kemudian mengambil gaun tidur pendek dan mengenakannya cepat-cepat. Dalam cerita seharusnya Catherine datang beberapa saat sebelum Rose Night tiba. Estelle yang sedingin es, tak sanggup meluluhkan hati Harry yang sekeras batu. Namun Catherine datang, dengan keceriaan dan kelembutan yang sanggup memberi warna pada kehidupan Putra Mahkota yang datar.

Harry yang kesepian dan tak bisa memahami Estelle kemudian jatuh hati pada Catherine. Dan akibat keserakahan ayahnya, Catherine terpaksa menjebak Estelle dengan racun. Putri Mahkota yang sudah kehilangan cintanya itu pada akhirnya harus berakhir tragis di bawah hukuman mati suaminya sendiri.

Ellea menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya kuat. Membayangkan skenario naskah aslinya membuat Estelle si aktris ngeri. Pasalnya bukan si Putri Mahkota dingin itu yang akan mati, melainkan dirinya sendiri.

"Kenapa mendesah seperti itu?" Harry keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

Ellea hampir terlonjak, lantas ia menahan napasnya tiba-tiba. Memang dasar perempuan jalang, setelah merasakan beragamnya kehidupan sex di New York Ellea menjadi salah tingkah. Kadang ada hari-hari tertentu dimana perempuan itu menatapi Harry seperti mangsa, akan tetapi rasionalitasnya tetap di atas normal.

"Kenapa kau tidak pakai baju, ck?" Ellea berdecak dan mendengus sekaligus, "Pakai piyamamu, sana!"

Harry tertawa, "Memangnya kenapa? Aku ini 'kan suamimu, Ell."

Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now