CHAPTER 31 : Wave (2)

12.9K 1.3K 31
                                    

Kate baru saja menyelesaikan rangkaian tes yang dituliskan ayahnya, tepat saat Octavius masuk ke dalam mansion mereka sambil membanting pintu. Raut wajah pria itu nampak garang bercampur masam. Ada kekesalan yang membuncah dan tak tertahankan pada tindak-tanduk yang senewen itu.

"Ada apa, Ayah?" Kate keluar menghampiri ayahnya, "Apa yang membuatmu sekesal itu?"

"Putri sialan itu belum mati!" Octavius berseru marah, "bagaimana bisa pembunuh bayaran dari Trevian itu gagal menjalankan misi mereka?!"

Kate terkesiap, tangannya langsung menutup rahang yang sempat terjun bebas. Bulu roma gadis itu mendadak bangun, ngeri terhadap kalimat sang ayah.

"Te-tenang dulu, Ayah," Kate bicara takut-takut, "tolong tenang, kalau tidak nanti hipertensimu naik lagi."

"Memangnya apa yang kau tau?!" Octavius meninggikan suaranya, "Sekarang kita harus buat rencana baru!"

Kate menarik napas panjang, kemudian mengekor ayahnya sampai ke ruang pribadinya yang terletak di bawah tanah. Ada sebuah bufet buku yang terbuat dari kayu mahoni. Dipinggirnya terdapat sebuah lampu tempel kecil yang talinya menjuntai. Octavius melangkah buru-buru memasuki ruang kerjanya, kemudian menuju ke sisi kanan bufet dan menarik tali yang ada di tengahnya.

Sebuah pintu rahasia terbuka, tepat saat rak buku yang sangat besar itu bergeser perlahan, kemudian Catherine dan Octavius tertelan masuk ke dalamnya.

"Bagaimana hasil uji coba ketiga?" Octavius menatap tiga orang yang terkapar tak berdaya di sudut ruangan. "Kau sudah mempelajari mantranya dengan benar?"

Kate menunduk takut, gadis itu kemudian memberikan buku laporan hasil belajarnya lalu berdiri kaku di sudut ruangan. Tiga orang yang berada di ambang batas kesadaran itu adalah para pekerja di kediaman Sillian, dua orang tukang kebun dan seorang tukang masak. Keadaan mereka sungguh akan menggelisahkan siapapun yang melihatnya. Bola mata ketiga orang itu kosong, maniknya berubah menjadi lebih pucat dari biasanya. Dari tubuh mereka menguar energi sihir yang karakteristiknya tidak bisa dijelaskan bahkan oleh penyihir ahli sekali pun.

"A-ayah bisa menguji mereka," Kate menjawab pelan, hampir berbisik, "Sejauh ini yang dua mengikuti perintahku, sementara yang satunya diam tak bergerak sejak kemarin malam."

Octavius maju mendekati objek percobaannya, kemudian memeriksa keadaan mereka. Lelaki itu kemudian menggerakkan tangannya memutar sambil mencoba berbagai mantra penangkal untuk menyadarkan orang-orang itu. Pun begitu, dicoba bagaimanapun hasilnya tetap tidak terlihat. Justru sihir Octavius tampak tersedot masuk dan menyatu bersama aura yang energinya semakin tak karuan itu.

"Bagaimana caramu memasukkan mantra ini pada mereka, Sayang?" Octavius menatap dengan mata birunya penasaran, "apa kau menyerangnya langsung atau ...."

Kate menggeleng, "Aku memasukkannya ke dalam teh."

Wajah Octavius berubah hanya dalam sepersekian detik. Senyum menakutkan itu mengembang lebar menghiasi kulit pucat dan keningnya yang berkerut. Matanya menyipit, sementara tangannya meremas lembut bahu Kate.

"Bravo, Catherine, Bravo!!" dia berteriak kegirangan.

Kate tidak paham apa yang dimaksud ayahnya, malah dia semakin takut. Pasalnya sihir yang tengah mereka uji coba sekarang ini adalah salah satu mantra terlarang, lilith. Entah kerasukan setan apa, Octavius membawa sebuah buku tebal yang katanya merupakan warisan asli dari raja terdahulu Deandrez. Gadis pirang itu terkejut bukan main saat mendapati kitab mantra lilith ada di depan matanya.

"Dengan ini, kita bisa menyingkirkan Putri Mahkota bersama-sama." Octavius membelai lembut surai keemasan Kate, "lalu Catherine Sillian akan menjadi ratu Deandrez berikutnya."

"Ha-haruskah, Ayah?" Kate menarik napas, mencoba mengutarakan isi hatinya, "aku tidak apa-apa, dan hanya ingin hidup seperti ini selamanya bersama Ayah."

"Diam!" Pria itu membentak tiba-tiba, "kalau kau ingin hidup denganku, maka ikuti aturanku."

Gadis itu menciut, kemudian Octavius tertawa keras sekali. Suaranya menggema hingga memenuhi seluruh ruangan.

"Kita akan menjebak Putra Mahkota sekali lagi, dan kupastikan kali ini dia akan jatuh ke dalam dekapanmu, Anakku," Pria tua itu kemudian keluar dari ruang rahasia mereka, lantas duduk di meja kerjanya dan menuliskan sepucuk surat undangan untuk Harry.

Kate mengalihkan atensinya pada hal lain, enggan menatap sosok Octavius yang tengah berkelakuan bak orang gila. Ada perasaan takut dan cemas yang menjalar ke seluruh tubuh gadis itu, akan tetapi semuanya masih kalah terhadap keharusannya mengikuti mau sang Ayah. Sungguh, yang Kate inginkan cuma hidup damai bersama satu-satunya keluarga yang ia miliki. Bukan malah terjebak dalam sesuatu seperti ini.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now