CHAPTER 28 : That's Okay (2)

15.7K 1.6K 18
                                    

Jayden dan beberapa pasukan sudah bersiap-siap, termasuk Harry. Jendral Hyatt juga sudah merasa lebih baik setelah Harry mengobatinya dengan mantra penyembuh. Tentu saja sihir Putra Mahkota tidak sebaik tenaga medis ahli atau penyihir yang memang menekuni medis. Namun itu cukup untuk menutup luka sayatan di perut sang Jendral, minimal agar darahnya tidak merembes lagi.

"Kita berangkat sekarang, Yang Mulia?" Jayden membungkuk hormat pada Harry dan Ellea yang baru selesai mencuci muka, "semuanya sudah dipersiapkan, kalau berangkat sekarang kita bisa tiba di istana sementara Oalia siang nanti."

"Bagaimana luka-lukamu, Jay?" Harry memakaikan mantel berbulu ang sudah di keringkan pada Ellea, "kalau begitu kita berangkat sekarang."

"Sudah tidak apa-apa, Yang Mulia, itu cuma luka kecil. Tidak bisa dibandingkan dengan Jendral Hyatt." Jayden menjawab sopan lalu memberikan perintah, "baiklah, prajurit, kita berangkat sekarang!"

Harry menuntun Ellea dan menaikkan wanita itu ke atas kuda. Sang Pangeran kemudian menyusul naik di belakang istrinya lalu memegang tali kendali kuda sambil menariknya pelan agar hewan berkaki empat itu mulai melangkah. Dibelakang mereka Jayden, Jendral Hyatt dan sisa prajurit yang ada mengekor.

Lelaki itu kemudian merogoh sesuatu dari sakunya, lantas menarik benda yang menjuntai indah. Tangan Harry kemudian bergerak, menyingkirkan surai karamel wanitanya sebelum memasangkan benda itu pada Ellea.

"Ini ...." Ellea langsung memegang bandul kalung yang tengah dipasang Harry padanya.

"Milikmu," Harry berbisik lembut, "belati kecil yang menyelamatkan kita saat hampir tenggelam kemarin."

Ellea cuma ber-oh ria, "Ibunda Ratu yang memberikan belati cantik ini padaku." Lanjutnya, "Itu adalah hari dimana aku bertemu dengan Ibumu, beberapa saat setelah memberi salam pada Ayahanda Raja."

"Aku tahu," Harry mengecup lembut pipi Ellea dari samping, "belati itu juga menyelamatkan Ibunda Ratu sewaktu mengandungku dulu. Dan sekarang dia menyelamatkan kita, berkatmu."

Ellea tidak menjawab, pikirannya melanglang buana entah kemana. Terlalu banyak hal yang ia alami seharian kemarin, dan semakin lama perempuan itu menyadari bahwa alur naskahnya sudah terlalu banyak berubah. Mimpinya soal New York semalam cukup mengganggu, akan tetapi perubahan yang terjadi padanya sekarang lebih membuat Ellea takut.

"Tak ada yang seperti aku, itulah kekuatanku," Elen tiba-tiba berucap sembarangan, "dandelion pun akan mati kalau tak mengenal alam."

Harry masih memacu kudanya pelan, mendengarkan Ellea dengan seksama. Sedangkan sang Putri terkaget-kaget sendiri, bagaimana bisa aku malah mengingat puisi dari Kate?

"Lucunya, sesuatu tidak berubah hanya karena dicintai lebih dalam." Ellea melanjutkan syairnya, "bunga biasanya menunjukkan warna asli mereka tanpa sengaja."

Tunggu! jangan-jangan ... semua ini berhubungan dengan Octavius? - Ellea bermonolog dalam hati.

"Karena kecantikan terpancar, bukan terlihat." Harry melanjutkan tiba-tiba, "jadilah ksatria dalam dekapan ibunya." lelaki itu menarik napas, "terima kasih untuk segalanya,"

"Semoga peony akan tetap mekar." Ellea menutup syair itu.

"Kau menyukai sajak itu, Ell?" Harry tersenyum lembut, "kalau tidak salah, itu dari surat yang ditulis oleh Nona Catherine."

"Ya, kuharap peony akan tetap mekar," Ellea mengangguk pelan, "Apa Oalia masih jauh, Harry?"

"Sebentar lagi, sayang."

Berjam-jam setelahnya mereka melanjutkan perjalanan dalam keheningan yang memikat. Hanya terdengar suara langkah kaki kuda dan jejak sepatu besi para prajurit di belakang. Matahari sudah tinggi dan mereka tiba di depan gerbang Oalia.

Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now