Delapan

241K 15.8K 1.4K
                                    

"Berhentilah bermain-main dengan hatiku. Ia sangat mudah hanyut terbawa suasana"

***

Rea baru saja keluar dari toilet. Ia berjalan menuju kantin menyusul teman-temannya.

"Rea..." Merasa dirinya dipanggil, Rea menoleh ke belakang.

"Kak Agam?" Ternyata yang memanggilnya tadi adalah Agam. Ia datang sambil membawa gitar di tangannya.

"Lagi sibuk gak?"

"Enggak kok, Kak."

"Yaudah, gue ajarin lo lagi ya."

Rea sedikit bingung. Ia segan jika harus menolak tawaran dari orang baik seperti Agam.

"Oke deh, belajarnya dimana Kak?"

"Di kursi sana aja tuh."

Merekapun berjalan menuju kursi yang dimaksud Agam. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di sana.

Di sana cukup sepi, hingga Rea dengan mudahnya bisa terfokus untuk belajar.

Sedikit demi sedikit Rea mulai bisa memainkan gitar. Ia mulai paham di mana letak kunci C, kunci D, kunci E, dan kunci-kunci lainnya.

Setelah mengajari beberapa hal. Agam menunjukkan cara bermain gitar sambil membawakan sebuah lagu.

Alunan petikan gitar yang dibawakan oleh Agam membuat Rea seakan mengenali lagu yang dimaksudnya. Agam hanya mengikuti iramanya dengan sebuah deheman.

Setibanya di Reff, Rea baru menyadari lagu apa yang sedang dibawakan Agam. Lagu lama yang cukup familiar bagi Rea. D'Masiv - Ku merindukanmu.

Rea pun terhanyut dalam alunan musik yang dimainkan oleh Agam. Perlahan ia juga mengikuti iramanya dengan deheman. Bukan karena Rea tidak pandai menyanyi. Itu karena ia tak hapal dengan liriknya.

Tiba-tiba gitar yang sedang dimainkan oleh Agam, dirampas begitu saja oleh seseorang.

Dengan santainya orang itu duduk di kursi yang tak jauh dari mereka sambil memangku gitar rampasannya. Jarinya sibuk memetikkan senar gitar sesukanya.

"Zay..." Panggil Agam. Ya, orang yang merampas gitar itu adalah Zay. Tentu saja Agam kesal dibuatnya.

Merasa namanya dipanggil, Zay mendongakkan kepalanya tanpa menjawab.

"Balikin gitarnya."

Rea hanya diam saja melihat perseteruan kedua pria tampan di depannya.

Ia bingung, untuk apa Zay ada disini?

"Kenapa?" tanya Zay. Hei,ayolah. Pertanyaan mengesalkan macam apa itu.

"Gue mau ngajarin Rea." Jawab Agam yang berusaha sabar.

"Punya lo?"

"Maksudnya?" Agam sedikit bingung, ke arah mana pertanyaan yang dimaksud Zay.

"Gitarnya."

Agam menjambak rambutnya kasar, berbicara dengan Zay memang menguras pikiran. Manusia tampan yang satu itu memang sangat irit dalam berbicara.

"Ya, gitar itu emang bukan punya gue, tapi gue lagi ngajarin adik kelas." Jawab Agam kemudian. Ia berharap Zay akan mengerti.

"Ambil aja lagi di ruang musik."

Agam menggeram kesal. Jika bukan temannya, mungkin saat ini dia sudah mengajak Zay untuk baku hantam saja.

Sedangkan Rea bingung mau bagaimana menanggapi perseteruan itu. Ia hanyalah seorang adik kelas yang tidak mempunyai jabatan apapun di sini. Bagaimanapun juga ia harus hormat kepada kakak kelas, terlebih lagi karena mereka berdua sama-sama menyandang gelar OSIS.

"Hmm.. Yaudah deh kak, gue balik dulu ya. Latihannya kita cancel aja. Makasih Kak Agam." ucap Rea.

Ia pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban dari Agam. Ia hanya berharap kepergiannya akan menjadi penengah agar kedua lelaki tampan itu tidak ribut lagi. Ya, ia harap begitu.

Rea berjalan di koridor menuju kantin. Ia harap teman-temannya masih ada di sana.

"Ikut saya." Ucap seorang siswi dengan bahasa formalnya. Siapa lagi jika bukan salah satu anggota OSIS.

Terdapat beberapa orang di sekitar koridor, mereka melirik ke arah Rea dengan tatapan aneh.

Dengan tangan yang ditarik seperti ini, ia mirip seperti seorang anak nakal yang ketahuan berbuat jahat dan sedang diseret ke ruang BK. Kurang lebih seperti itulah orang lain menilainya.

Tangannya digenggam kuat oleh seorang siswi senior disampingnya.

Dia Shelia.

Rea meneguk saliva dengan kasar. Saat ini, wajah Shelia tampak tidak bersahabat.

Shelia membawa Rea ke ruang OSIS. Kemudian mengunci pintunya rapat. Ia mendorong tubuh Rea dengan kasar hingga membentur tembok.

Terasa sedikit sakit memang. Namun rasa terkejutnya mengalahkan semuanya.

"Ke-kenapa kak?"

"Apa maksud lo deketin Agam?" Tanya Shelia. Kali ini ia tidak menggunakan bahasa formal lagi. Itu karena hanya mereka berdua saja yang ada di ruang ini, tidak ada satupun siswa lain disini.

"Gue gak deketin Kak Agam. Gue cuma-"

"Cuma apa? Cuma duduk berduaan di taman? Itu maksud lo!"

Shelia benar-benar menakutkan saat ini.

"Gue cuma minta diajarin main gitar sama Kak Agam. Cuma itu, gak lebih." Ucap Rea. Kali ini ia tak takut lagi. Buat apa dia takut dengan penyihir jahat seperti Shelia?

"Kenapa harus Agam? Masih ada orang yang lebih pandai selain Agam. Jangan kegatelan lo jadi cewek!"

Shelia berkali-kali mendorong bahu Rea. Mungkin karena postur tubuh Shelia lebih tinggi dari Rea, hingga ia dengan mudahnya untuk menindas Rea yang notabenenya ialah adik kelasnya sendiri.

Shelia bahkan tidak tahu jika bukan Rea yang meminta untuk diajari. Tapi Agam lah yang memang berbaik hati untuk menawarkan diri agar mengajarinya bermain gitar.

Hanya saja Rea masih punya hati. Dia tak mungkin mengatakan yang sejujurnya pada Shelia.

"Kenapa diam?"

"Lo itu masih anak baru di sekolah ini, gak usah macem-macem kalau gak mau dapat masalah."

"Dan satu lagi, lo itu masih anak sekolah. Tugas lo itu cuma belajar. Jadi lo gak usah repot-repot buat jadi perusak hubungan orang. Ngerti lo!" Lanjut Shelia sembari mengarahkan jari telunjuknya di depan wajah Rea. Dengan kasar, Rea menepisnya.

"Lo benar. Gue itu masih anak sekolahan. Tugas gue seharusnya belajar." Ucap Rea. Shelia tersenyum sinis mendengar jawaban Rea.

"Trus lo apa kabar? Lo juga masih anak sekolahan kan? Tugas lo itu seharusnya belajar. Bukan pacaran!" Lanjut Rea membalas hujatan Shelia.

Shelia sedikit tertohok dengan jawaban Rea. Adik kelasnya ini memang pintar beradu mulut rupanya.

Ia kira Rea hanyalah anak polos yang selalu diam jika ditindas. Nyatanya tidak sama sekali.

Dengan santainya Rea berlalu sambil menabrak bahu Shelia dengan sengaja.

"Kurang ajar lo!" Ucap Shelia menggeram.

Rea keluar dari ruangan itu sambil merapikan seragamnya yang sedikit berantakan karena ulah Shelia.

Kali ini ia tidak berselera untuk makan. Lebih baik ia di dalam kelas saja menunggu teman-temannya kembali.

Ya, itu lebih baik.

Fireflies [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang