Tujuh puluh

184K 11.3K 956
                                    

"Di balik orang yang sabar, terdapat hati yang penuh dengan sumpah serapah."

***

Pagi ini kelas tampak berisik, seperti biasa. Via membalik kursinya menghadap Rea dan Anna. Gadis itu duduk dengan wajah ditekuk.

Sebungkus camilan diletakkan di atas meja. Rea dan Anna sibuk mencomot makanan itu, sementara Via tampak ogah-ogahan.

"Ah, kesel!" decih Via keras. Tumben sekali.

"Lo kenapa, Vi?" tanya Anna.

"Tuh, si Vano pindah duduk lagi." Tunjuknya dengan dagu, mengarah ke belakang kelas.

Setelah menoleh, Anna kembali berkomentar. "Ya, memangnya kenapa dengan dia?"

"Iiih, Ann, seru tau kalau ada Vano di sini."

Rea memutar bola matanya malas. Seru dari mananya?

Sedetik kemudian ia terpikir, Vano belum menyapanya hari ini. Semenjak kejadian semalam, lelaki itu jadi berbeda. Apa dia ilfeel saat mendengar perseteruan itu?

"Mungkin dia lagi gak mood duduk depan. Biarin aja sih." tanggap Anna.

"Iya sih. Soalnya barusan pas gue chat nanyain itu, malah di read doang sama dia. Gak biasanya."

"Ooh..." sahut Anna ber-oh ria. Sedetik kemudian ia baru tersadar. "Apa tadi? Lo chatingan sama Vano?"

Via mengangguk. Rea sama terkejutnya dengan Anna, tapi gadis itu pandai sekali menutupinya.

"Sejak kapan lo punya kontak Vano?" tanya Anna mulai mengintogerasi gadis di depannya.

Via tampak berpikir. "Sejak dia sering duduk di sini."

"Jadi kalian sering chatingan?" tanya Anna lebih dalam.

Via mengangguk. "Lumayan."

"Emangnya lo udah move on dari Arlan?"

Gadis itu malah terdiam. Anna juga tak berani untuk bertanya lagi. Sementara Rea sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Belakangan ini, kalau kita-kita pada ngumpul, suasananya beda ya. Lebih sering diam." sahut Via. Tumben sekali dia berbicara seserius ini. Atau itu hanya alibi untuk mengalihkan pertanyaan Anna tadi?

"Gue ... rindu Kaira."

***

Suasana kantin kini tampak berisik. Namun, hal itu tidak berpengaruh pada ketiga gadis yang kini duduk di pojok kantin sembari memakan pesanan mereka dengan khidmat.

Via dan Anna memesan mie goreng, sementara Rea memesan bakso kuah, seperti biasa.

Via tampak celingak-celinguk. "Eh, itu Vano!" ucapnya. Mau tak Rea dan Anna ikut menoleh.

"Gue ajak dia ke sini ya?"

Baru saja Rea ingin membantah, namun Via sudah memanggil lelaki itu duluan.

"Van, duduk sini yuk." Ajak gadis itu terlalu excited.

Melihat padatnya situasi kantin saat itu, Vano pun mau tak mau menurut.

Hal pertama yang ia lihat adalah Rea, musuhnya, yang kebetulan juga menatapnya saat itu. Tak sampai semenit, gadis itu memutuskan kontak mata lebih dulu.

Vano memilih untuk duduk di samping Via, karena hanya itu satu-satunya kursi kosong di meja mereka. Ia meletakkan mangkuk bakso kuah yang baru saja dipesannya. Gadis di depannya juga sama, sedang menyantap bakso kuah sepertinya.

Fireflies [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now