Lima puluh sembilan

178K 10.7K 610
                                    

"Tidak lagi menjadikanmu prioritas.
It's bullshit!"

***

Rea tampak tak bosan melirik keluar kelas sedari tadi. Tepatnya ke arah lapangan.

"Ngeliatin mulu. Diliatin doinya kapan?" sindir Kaira, membuat Rea tersentak kaget.

"Kayak lo gak pernah gitu aja, Kai." balas Anna tajam.

"Yaelah, kalau gue mah samperin langsung. Kalau cuma diliatin doang mah kapan pekanya."

Rea menghela napas pasrah. Terserah Kaira saja.

"Btw, gimana nasib tantangan kita di malam Minggu? Udah lama vakum ya."

"Udahlah, Kai. Gak usah diinget-inget lagi. Gue gak bakal ikutan lagi kali ini."

"Gak asik lo, Re. Padahal kesempatan lo bisa deketin Kak Zay lagi 'kan?"

"Dari dulu juga lo bilangnya gitu. Tapi apa? Sampai sekarang masih gak jadi apa-apa tuh."

"Itumah lo nya aja yang kurang usaha."

"Pokoknya gue gak mau ikutan tantangan itu lagi! Kesannya gue yang terlalu ngejar Kak Zay!"

"Lah, lo kan emang ngejar-ngejar si es batu. Baru nyadar, Re?" hina Kaira yang semakin menjadi.

Rea merengut kesal, "Nyebelin lo, Kai!"

"Ngomong-ngomong, Via kemana?"

"Gak tau deh, tadi-"

"Mau lo apasih, Ar?"

"Lo kenapa jadi marah gini, Vi?"

Sontak saja, Rea dan yang lainnya menoleh ke belakang. Tepat di meja Arlan, Via kini duduk di sebelahnya. Kedua sejoli itu mampu mengundang tatapan kepo seisi kelas. Pasalnya, Via tiba-tiba saja berteriak.

"Lo yang kenapa! Bisa gak sih lo ...."

Bla ... bla ... bla...

Rea memilih untuk kembali menghadap ke depan. Dia sudah hapal betul dengan permasalahan Via.

"Kenapa tuh si Via?"

"Biasalah, masalah rumah tangga." celetuk Kaira, membuat keduanya terkekeh.

"Udah-udah, lupain masalah Via. Kita fokus sama topik yang tadi. Jadi, apa tantangan kita Minggu ini?" Kaira menaikkan kedua alisnya jenaka.

"Cop, gue gak mau bantu mikir." sahut Anna, lepas tangan.

"Emang sejak kapan lo mikir, Ann?"

"Lo ngomongin diri sendiri, Kai?"

"Kok gue? Gue punya otak kali, Ann."

"Masa? Bukannya otak lo selalu ketinggalan di laci?"

Bunyi gesekan kursi terdengar nyaring. Via duduk tanpa basa-basi, lantas menelungkupkan wajahnya di atas meja. Bahunya bergerak naik-turun turun. Ketara sekali jika gadis itu sedang menangis.

Tak lama setelah itu, Arlan datang dan memeluk tubuh gadis itu dari belakang. Hal itu sontak mengundang sorak-sorai teriakan siswa lainnya. Sementara Rea, Anna dan Kaira tertegun melihatnya.

***

"Ehem..."

Deheman dari sang guru kimia, membuat Rea berdiri dari kursinya. Ia sudah hapal betul, apa maksud dari deheman guru galaknya itu. Sudah pasti itu kode untuk menyuruh siswanya mengambil buku paket di perpustakaan. Dan sialnya, hari ini giliran dirinya.

Fireflies [Sudah Terbit]On viuen les histories. Descobreix ara