Empat puluh satu

197K 12.5K 752
                                    

"Aku sudah suka, jauh sebelum kau datang membawa duka."

***

Pagi ini, Rea cukup lelah. Mood-nya pun tidak terlalu baik. Itu karena ia terlalu lama menunggu angkutan umum yang lewat.

Untuk pergi ke sekolah saja rasanya terlalu susah baginya. Tidak mungkin dia berjalan kaki.

Ponselnya bahkan tidak secanggih remaja masa kini. Ia bahkan sulit untuk memesan ojek online.

Walaupun selalu tampil dengan wajah tanpa senyum di pagi hari, Rea masih bersyukur, setidaknya Tuhan masih memberikannya kesempatan menikmati hidup.

Sesampainya di dalam kelas. Ketiga sahabatnya sudah duduk di kursi masing-masing. Tentu saja. Akhir-akhir ini Rea memang selalu datang yang terakhir di antara mereka.

Anna tersenyum sumringah menatap Rea. Sementara yang ditatap, merasa heran. Pasti ada maksud terselebung dibalik senyum cerianya.

"Ciee ... yang abis berduaan sama Kak Eric."

Nah kan!

Rea lebih memilih diam, gadis itu mengalihkan pandangannya ke depan. Via dan Kaira sibuk bergosip. Ia sangat yakin, topik perbincangan mereka pasti tidak jauh-jauh dari kejadian semalam.

"Re, lo marah ya?" Rea menoleh menatap Anna. Sebelah alisnya terangkat, seolah bertanya. "Ya, karena gue ngundang Kak Eric tanpa bilang sama lo dulu. Tadinya gue mau ngasih surprise. Tapi pas liat lo low respon, gue jadi merasa bersalah."

Rea menghela napas pasrah, "gak pa-pa Ann. Lagian udah terjadi juga 'kan?"

"Lo yakin gak mau buka hati buat Kak Eric?"

Rea menggeleng mantap.

"Kak Eric itu gantle, Re. Setidaknya dia berusaha ngejar cewek yang dia suka. Walaupun tuh cewek gak pernah nganggap dia ada. Itu baru namanya cowok."

"Iya, sekarang dia emang ngejar gue. Tapi gue gak jamin kalau dia bakalan stay di samping gue setelah gue nerima dia nanti."

"Lo gak bakalan tau, kalau lo belum nyoba, Re."

"Ann, dengerin gue. Cowok itu ngejar cewek yang dia suka, karena pengen ngerasain sensasi yang menantang. Seberapa lama tuh cewek akan takluk sama dia nantinya. Tapi, pas si cewek udah jatuh hati sama dia, dianya malah pergi gitu aja. Bersikap bodoamat, kayak gak pernah terjadi apa-apa sebelumnya."

Anna speechless.

Tanpa sadar, Via dan Kaira bertepuk tangan mendengar penjelasan Rea. Entah sejak kapan kedua gadis itu menguping pembicaraan mereka.

"Gue gak nyangka. Ternyata jomblo kayak lo lebih berpengalaman ngurusin tabiat buruk para cowok, Re. Salut gue."

Rea memutar bola matanya, malas. Nyatanya, apa yang dikatakannya tadi nyaris benar 'kan?

"Tapi gue serius, Re. Cowok lo yang semalam itu ganteng parah."

"Dia bukan cowok gue, Kai!"

"Lebih ganteng dari Kak Agam."

"Lebih ganteng dari Arlan."

"Lebih ganteng dari Leo."

"Lebih gantle dari Kak Zay."

Rea mendelik tajam menatap Anna. Sementara gadis itu malah cengengesan.

"Lo masih ngarep sama es batu, Re?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Kaira.

Melihat Rea yang masih diam, Kaira bisa menebak jika jawabannya adalah iya.

"Berkali-kali sakit, tapi lo tetap aja ngeyel buat pertahanin dia."

Rea bungkam. Kaira memang benar, tapi-

"Emang bener ya, semua manusia di dunia ini ada sisi bodohnya." Semua orang kini menatap Kaira, aneh. Pasalnya, gadis itu berkata seolah sedang menyindir dirinya sendiri.

"Kalau gak bodoh di materi, ya bodohnya di cowok."

Entah darimana gadis itu mendapat persepsi konyol itu. Ketiga sahabatnya memilih untuk tidak terlalu memikirkan petuah aneh dari gadis itu.

"Sekali-sekali, Re. Rasain gimana rasanya di kejar. Jangan terus-terusan ngejar mulu. Kasian tuh hati, gue rasa udah berkarat."

"Mulut lo, Kai! Kayak lo enggak aja." Ketus Rea sembari membuang muka ke arah jendela.

Kaira terkekeh kecil. Ya, setidaknya nasibnya tidak seburuk Rea. Buktinya, sekarang Agam sudah mulai dekat dengannya.

"Eh-eh! Miss Cincau dateng tuh!"

Seorang wanita muda, masuk dengan beberapa buah buku di tangannya. Jangan lupakan lipstick merah tebal yang menghiasi bibirnya.

"Miss Cincai, kali."

"Namanya Miss Cinta!" Desis Rea kesal.

***

Anna datang sambil membawa nampan berisi camilan dan minuman segar. Sepulang sekolah tadi, mereka bersepakat untuk mampir ke rumah Anna. Katanya sih, refreshing sebelum ujian. Rea hanya mengikut saja.

"Jadi, liburan ini kita mau ke mana?" Tanya Kaira, sembari mencomot sebungkus chiki di atas meja.

"Lagak lo kayak banyak duit aja, Kai."

"Bukan gitu, Vi. Selama setengah tahun belajar, emang lo gak mau bersihin otak dulu? Jalan kek, apa kek. Ya, 'kan?"

"Kayaknya gue gak bisa ikut deh, Kai. Soalnya liburan ini gue mau balik ke Jogja."

"Yah, gak seru lo, Ann!" Kaira beralih menatap Via, "lo gimana, Vi?"

Via meletakkan ponselnya di atas meja, lantas menatap Kaira, "gue juga gak bisa, Kai. Arlan udah buat jadwal duluan."

Kaira menghembuskan napas kasar. Susah memang, punya sahabat yang super sibuk seperti mereka.

"Lo, Re? Okey. Gue tau jawabannya. Lo pasti gak akan mau 'kan?"

Rea terkekeh melihat ekspresi Kaira, "dasar cenayang."

"Lo kan punya Kak Agam, Kai. Lo bisa ngajak dia 'kan? Kali aja dia nembak lo pas liburan. Kan mayan."

"Ide lo diterima, Ann. Untung masih ada Kak Agam."

"Belum juga ujian, kalian udah bahas liburan aja. Gak belajar?" Mendengar pertanyaan menusuk Rea, ketiganya memilih untuk menyibukkan diri, berpura-pura tidak mendengar. Lebih baik seperti itu 'kan? Daripada nantinya Rea malah mengeluarkan petuah-petuah andalannya.

***

TBC!

Jejaknya tolong ditinggalkan guys:v

Fireflies [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang