Tiga belas

222K 14.6K 1.2K
                                    

"Dear sahabat, ingatkan jika aku mulai sibuk dengan urusanku, hingga tak sengaja mengacuhkanmu."

***

Rea berjalan dengan langkah cepat. Wajahnya ditekuk. Entah kenapa Vano selalu saja membuat suasana hatinya kacau.

Tiba-tiba tangannya ditahan oleh seseorang, "apalagi sih!" Ucapnya tanpa mengetahui siapa yang sudah menahannya. "Eh sorry."

"Lo Rea kan?"

Rea menatap seorang lelaki di depannya. Lelaki itu sedang mengenakan pakaian khas basket, dan ada logo SMA Garuda di depannya. Sekolah itu adalah sekolah Reina, kakak tirinya.

Tampaknya, Rea tak asing dengan lelaki di depannya ini.

"Gue Eric, temannya Reina. Lo Rea adiknya kan?" Tanya nya lagi. Ah iya, bagaimana Rea bisa lupa. Lelaki ini pernah datang ke rumahnya tempo hari saat perayaan ulang tahun Reina.

"Iya... gue Rea."

"Lo berubah ya."

Rea mengernyit heran tentunya.

"Penampilan lo sekarang beda sama yang kemarin. Gue gak nyangka lo secantik ini." Ucapnya. Tentu saja Eric heran. Kemarin Rea berdandan layaknya anak kampung, dan sekarang ia tampil dengan natural, Rea lebih cantik saat ini.

"Pulang bareng yuk." Ajak Eric.

Rea mendadak bingung. Jarang sekali ada orang yang menawarinya pulang bersama. Tentunya Rea akan irit ongkos, dan uangnya pun bisa ia tabung.

"Oke deh."

Mereka berjalan beriringan menuju parkir.

Sementara itu, tak jauh dari mereka, Zay berdiri sambil memegang bola voli di tangannya.

Awalnya ia berniat akan menunaikan janjinya pada Rea. Namun sayangnya, gadis itu lebih memilih pulang bersama orang yang menjadi lawannya dipertandingan tadi.

Zay menatap punggung mereka dengan hampa. Sekali lagi, niat baiknya disia-siakan oleh Rea.

Zay heran, kenapa dia harus repot-repot seperti ini?

Rea yang membutuhkannya. Seharusnya Rea pula yang harus mencarinya.

Bahkan gadis itu tak berinisiatif sedikitpun untuk mengirimkannya pesan.

Ah, mungkin saja Rea hanya khilaf meminta diajari olehnya. Sebenarnya gadis itu tak bersungguh-sungguh.

Ya, mungkin saja begitu.

***

Eric mengantarkan Rea tepat di depan rumahnya. Setelah turun dari motor besar itu, Rea bergegas masuk ke dalam rumah.

Ia merindukan empuk kasur di kamarnya.

Saat baru saja membuka pintu, tiba-tiba Rifa muncul di hadapannya.

"Siapa itu?"

"Te-teman, Bun." Jawabnya takut-takut.

Fireflies [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now