Lima puluh tujuh

179K 11.4K 918
                                    

"Berusaha keras menggali kenangan demi mencari secuil rasa. Namun yang tersisa hanya satu. Debu."

***

Bel istirahat baru saja berbunyi. Untungnya Rea dan yang lainnya sudah memesan makanan lebih dulu tanpa harus berdesakan dengan murid lainnya.

Mereka memakan pesanannya dengan khidmat. Tiba-tiba sebuah dering ponsel berbunyi.

Kaira menghentikan aktivitas makannya, "Hp siapa tuh?"

"Mana gue tau. Hp gue ketinggalan di kelas." balas Anna sembari mencomot sebuah tisu.

"Lo, Vi?"

"Perasaan Hp gue di silent deh." Via merogoh sakunya, "Nah kan, bukan gue. Kayaknya Hp lo deh, Re."

Rea menggeleng mantap. Dia tidak merasa jika ponselnya berdering. Lagipula, tidak ada yang pernah menghubunginya selama ini.

"Bodo amat lah. Lanjut makan gih." pungkas Anna.

Selang beberapa menit kemudian, dering ponsel pun kembali berbunyi.

Kaira menepuk meja sedikit keras. Beberapa orang bahkan menoleh ke meja mereka, "Berisik! Hp siapa sih?!"

"Yampun, Kai! Buat malu aja lo emang." sungut Anna.

"Gue paling gak suka ya, pas lagi makan, Hp malah bunyi. Serius, gue jadi gak tenang."

"Alay! Seisi kantin juga dari dulu berisik, kok lo sewotnya sekarang?" kelakar Anna.

"Bukan gitu, Ann. Gue jadi gak konsen makannya."

"Udah ah. Mending lo cek Hp lo, Re. Siapa tau emang Hp lo yang bunyi."

Rea menghela napas pasrah. Kegiatan makannya jadi terganggu karena ketidaknyamanan Kaira. Gadis itu langsung merogoh saku roknya.

Setelah mendapatkan ponselnya, langsung saja ia menekan tombol power, "Nah kan, dibilangin-" ucapannya terputus. Dering ponsel kembali berbunyi, dan benar saja, kini bunyinya terdengar dengan jelas.

"Nah kan gimana? Benerkan gue. Pelakunya emang di sini." tukas Kaira.

Anna melirik Kaira sinis, lantas beralih menatap Rea, "Angkat gih, Re."

Rea yang masih setengah shock, sempat terdiam. Tumben sekali ada yang menelponnya. Terlebih orang itu adalah Reina. Cepat-cepat gadis itu menggeser tombol hijau.

"Halo Kak?"

"Re, Mama kecelakaan."

Gleg!

Aliran darah di tubuh Rea terasa berhenti. Jantungnya berdetak tak karuan. Tubuhnya mendadak bergetar.

"B-bunda?"

"Iya, Re. Kalau bisa, pulang sekolah langsung ke rumah sakit ya. Nanti Kak Rein kirim alamatnya."

"Rea kesana sekarang!"

Ketiga sahabatnya menatap bingung ketika melihat reaksi Rea setelah menerima telepon.

Setelah mematikan panggilannya, Rea sontak berdiri hingga sempat membuat yang lainnya kaget.

"Lo kenapa, Re?"

Tanpa menghiraukan pertanyaan Anna, Rea langsung berlari keluar kantin.

"Re..."

Ketiga sahabatnya saling menatap penuh tanya satu sama lain. Selang beberapa detik kemudian, mereka pun ikut berlari, mengejar Rea.

Rea berlari memasuki kelas. Pikirannya benar-benar kalut. Hatinya selalu tidak tenang jika menyangkut keadaan Bundanya. Kedua matanya memerah.

Fireflies [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now