Tujuh puluh dua

187K 10.5K 1.9K
                                    

"Kodein aja dulu. Urusan peka itu bonus."

***

Rea kini sibuk berkutat dengan
ponselnya. Ia sibuk membalas chat sahabat-sahabatnya di group chat. Lebih tepatnya, dia sedang meminta solusi perihal kado ulang tahun Zay.

Setelah berkeliling di Mall tadi, sahabat-sahabatnya malah sibuk melihat aksesoris ponsel dan toko sepatu. Bukannya membantu Rea mencari kado, mereka malah sibuk memanjakan mata mereka sendiri. Alhasil, kini Rea memaksa mereka untuk membantunya berpikir keras.

Ditengah-tengah ketikannya, ia malah mendengar suara ketukan nyaring seperti ketukan jendela dan desisan halus yang sangat tak asing baginya.

"Hust! Han ..."

Ia memilih untuk mengabaikan suara itu. Lebih baik ia melanjutkan percakapannya di group chat.

"Han ... Yuhuu ..."

Tuk-tuk-tuk!

Ketukan jendela kini terdengar lebih keras. Merasa muak, mau tak mau pun Rea segera bangkit, lantas menyibak tirai.

Untung saja ia sudah mengunci jendelanya tadi.

"Mau ngapain lo? Gak ada tugas ataupun utang. Jadi, apa alasan lo kali ini?"

Bukannya menjawab, Vano malah membuat gerakan seolah menyuruh gadis itu untuk membuka jendela. Walaupun enggan, Rea tetap saja membukanya.

"Mau apalagi lo? Gak-"

Ucapan Rea terpotong saat Vano tiba-tiba saja melompat dan duduk dengan santai di pembatas jendela.

"Dasar Tomcat gak tau diri! Gak sopan lo ya!"

"Hust! Gak baik ngomong kasar sama tamu." balas lelaki itu tanpa malu.

"Tamu? Mana ada tamu yang nyelonong masuk lewat jendela. Tamu yang tau diri itu masuk lewat pintu. Kalau lo mah maling."

Lelaki itu berpura-pura tidak mendengar, ia malah merogoh ponselnya lantas memiringkan benda itu. Ketara sekali apa yang sedang dilakukannya sekarang.

"Ck! Lagian ngapain sih lo ke sini? Kurang kerjaan tau gak!"

Vano beralih menatap Rea. "Suka-suka gue lah." jawabnya, lantas kembali berkutat dengan ponsel miringnya.

"Apa tadi? Suka-suka lo? Heh, nyadar! Harusnya gue yang ngomong gitu. Rumah juga rumah gue." Sedetik kemudian, ia terdiam. Ini bahkan bukan rumahnya.

Melihat Vano yang tidak lagi menanggapinya, ia memilih untuk membalas pesan-pesan yang menumpuk di group chatnya.

Tok-tok-tok!

Bunyi ketukan kini terdengar lagi. Kali ini bukan berasal dari jendela, melainkan dari pintu kamarnya. Ia dan Vano sama-sama menoleh ke arah pintu.

Ceklek!

Pintu perlahan terbuka. Kedua bola mata Rea kini membulat sempurna. Sementara Vano menatapnya penuh tanya.

Tanpa aba-aba, Rea mendorong tubuh lelaki itu hingga ia terjatuh keluar jendela.

Buk!!!

"Shit!" Umpat lelaki itu cukup keras.

"Re?" Pintu kini terbuka lebar, menampilkan Reina yang sudah mengenakan piyamanya.

"Eh? K-kak Rein..."

"Itu suara apa?" tanyanya. Sementara Rea sibuk menutup jendela dan merapikan tirai.

Fireflies [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang