Tiga puluh delapan

192K 12.4K 812
                                    

"Tolong jangan buat aku merasa, kalau harapan itu ada."

***

Sebelum berangkat sekolah, Rea menyempatkan diri untuk mengecek ponselnya lebih dulu. Dan Zay, baru saja melihat postingannya pagi ini.

Walaupun kecewa karena tidak ada komentar apapun dari si pria tampan itu. Setidaknya Rea senang, karena lelaki itu masih berbaik hati meluangkan waktunya untuk melihat postingannya. Ah, bahagia sesederhana itu ternyata.

Hari ini, Rea tidak ikut ke kantin bersama ketiga sahabatnya. Bukan karena sedang krisis dompet. Namun, kerena saat ini kelas Zay sedang mengikuti pelajaran olahraga. Lebih tepatnya sudah selesai.

Rea berjalan dengan riang gembira menuju lapangan. Ia juga sudah menyiapkan air mineral untuk si pria tampan itu.

Sejauh ini, Rea bahkan belum berhasil memberikan air mineral pada lelaki itu. Ada saja hambatannya. Semoga saja, kali ini berhasil.

Dari jarak jauh, Rea dapat melihat Zay yang sedang duduk sendirian.

Maklum saja. Teman-temannya lebih memilih menyerbu kantin atau setidaknya ngadem di kelas.

Dan Zay?

Lelaki itu lebih memilih duduk sendirian sembari merasakan sensasi angin sepoi. Cuacanya juga tidak terlalu terik.

Jarak mereka semakin dekat. Jantung Rea semakin berdetak tidak karuan. Bibirnya tidak henti-henti mengulaskan senyum.

5 langkah menuju Zay, namun ternyata Rea kalah cepat.

Aletta lebih dulu datang sembari memberikan minuman dingin pada Zay. Sesekali mereka berbicara.

Rea memalingkan wajahnya asal. Senyumnya mendadak luntur. Jantung yang tadinya berdetak tak karuan, kini seakan menciut.

Bodohnya, Rea masih tetap di posisi yang sama. Ia bergeming di tempatnya.

Kenapa berjuang harus sesakit ini?

Tak lama setelah itu, Aletta pergi. Rea sedikit lega melihat kepergian Aletta.

Zay menoleh, "kenapa?"

"Eh?"

Darimana dia tahu kalau Rea sedang berada di belakangnya? Dia kan sedang memunggungi Rea. Apa dia cenayang?

Lelaki itu kembali memalingkan wajahnya ke depan. Namun, tangannya menepuk-nepuk tempat di sebelahnya, seolah-olah menyuruh Rea untuk duduk di sana.

Tanpa membuang banyak waktu, Rea pun menurut. Ia duduk di samping Zay.

Jantungnya kembali berdetak tidak normal.

Zay menatap Rea dari samping. Hal itu sontak membuat Rea salah tingkah.

"Buat gue?" Tanyanya sembari menunjuk sesuatu di tangan Rea dengan dagunya.

Eh? Rea baru sadar jika ia sedang memegang air mineral saat ini.

"Umm ... Tadinya sih iya. Tapi, Kak Zay udah dapet minuman dari Kak Aletta. Yaudah sih, minuman ini buat Rea aja." Rea berusaha berbicara lancar, menetralisir rasa gugup dan sedikit kecemburuan di hatinya.

Di luar dugaan. Zay mengambil air mineral itu dari pangkuan Rea. Lantas membuka penutupnya dan meneguknya hingga setengah.

Tentu saja Rea kaget dibuatnya.

"Kenapa?"

Rea menggeleng pelan, "eh enggak. Kenapa minuman dari Kak Aletta gak diminum, Kak?"

Gadis itu heran. Padahal minuman dingin yang diberikan Aletta cukup menggoda. Dan pria tampan itu malah membiarkannya tergeletak begitu saja.

Fireflies [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now