Tiga puluh empat

202K 12.8K 880
                                    

"Bagian tersadis dalam sebuah pertemanan adalah saat kamu lelah menampung keluh kesah mereka. Namun, sialnya mereka malah menganggapmu nothing.
Lucu bukan?"

***

Rea berjalan menuju kantin bersama dengan ketiga sahabatnya. Kaki pincangnya kini sudah mulai membaik, karena sudah diolesi dengan balsem oleh anak PMR sebelumnya.

Kaira dan Anna seperti biasa, sibuk dengan perbedaan argumen absurd mereka. Berbeda dengan Via, gadis itu tampak tak bersemangat hari ini.

"Lo kenapa, Vi?" Tanya Rea. Kaira dan Anna yang tadinya berisik, kini mulai senyap dan ikut memperhatikan Via.

"Eh?" Via tersentak kaget, "Gue gapapa kok, Re."

Yap, itu jawaban khas wanita yang berpura-pura kuat, kan?

Tentu saja Rea tahu jika gadis di depannya ini sedang menyimpan sedih. Pasalnya, ia juga selalu melakukan hal yang sama seperti itu.

"Yaelah, cerita aja kali, Vi. Gausah sungkan kalau lagi galau." Kali ini, Rea setuju dengan perkataan Kaira.

"Hust ... Han ... yuhuu ..." Rea mendengar bisik-bisik yang tak asing baginya.

Ia menatap ke segala penjuru kantin. Dan gadis itu terkejut, kala melihat Vano tengah berjongkok di pintu kantin. Kebetulan, Rea duduk tak jauh dari sana.

Rea menggerakkan mulutnya, seolah bertanya 'apa?' tanpa bersuara.

"Sini ..." Ajak Vano, lagi. Volume suaranya sangat kecil, tapi Rea masih bisa mendengarnya.

"Gue ke sana bentar, ya." Pamit Rea pada ketiga sahabatnya. Tentu saja mereka heran. Pasalnya, mereka baru saja datang, dan makanan yang mereka pesanpun belum tiba.

"Mau kemana, Re?" Pertanyaan Anna mampu membuat Rea gelagapan bingung.

Tidak mungkin dia berkata jujur bahwa dia akan bertemu dengan siluman Tomcat. Rea sangat yakin, ketiga sahabatnya itu pasti tidak tinggal diam, dan mulai bertanya siapa siluman Tomcat itu sebenarnya.

Ah, Rea sangat malas menjawabnya.

"Oh, gue mau ke toilet bentar, Ann." Setelah mengucapkan kalimat bohong itu, Rea pergi untuk menemui Vano di luar kantin.

"Kenapa lo? Mau nyuri?" Tuduh Rea secara sarkastik.

"Orang ganteng kayak gue dituduh nyuri. Jelas-jelas gue lagi ngehindarin ditagih hutang sama ibu kantin." Nah, kan. Pria konyol di depannya ini bahkan sama sekali tak tahu malu.

"Jadi, ngapain lo manggil gue?"

"Santai dong. Ini ada titipan dari Mami." Vano memberikan kotak bekal khas bocah TK kepada Rea.

Rea menerimanya dengan ragu, "Dari Tante Aliya?"

"Ya-iya. Emang dari siapa lagi. Tadinya sih, Mami mau ngasih lo es krim. Gue nolak. Gak mungkin kan, gua bawa es krim cair ke sekolah. Sebenarnya gapapa juga sih. Mau cair kek, mau basi kek, semuanya juga ntar lo telen."

Rea berusaha menahan dirinya, agar tidak emosi. Mau bagaimanapun juga, lelaki nakal di depannya ini berniat baik padanya.

"Bilangin makasih ya sama Tante Aliya. Tapi kok tumben Tante Aliya ngasih beginian?"

"Lo emang gak tau diri ya, Han. Mami gue itu orang baik. Gak kayak lo, bar-bar!"

Rea berusaha keras untuk tidak melemparkan bekal di tangannya ini ke wajah Vano sekarang juga. Namun, malaikat baik di dalam tubuhnya mati-matian untuk melarangnya.

Fireflies [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now