Empat puluh empat

181K 11.8K 620
                                    

"Jatuh cinta. Akunya jatuh, kamunya enggak."

***

Itu ... Vano.

Mati!

Lelaki itu tampak membongkar ranselnya. Entah apa yang sedang dicarinya. Pandangannya hanya terfokus pada ransel di bahunya.

Bagus!

Ini kesempatan Rea untuk kabur.

Tapi ... bagaimana caranya dia kabur? Jarak dari tempatnya saat ini menuju gerbang masih jauh.

Tidak ada cara lain. Dia harus mencari tempat untuk bersembunyi secepatnya.

Rea memilih bersembunyi di bawah pohon. Bukan! Lebih tepatnya di balik tong sampah, di bawah pohon.

Gadis itu menutup hidungnya, sambil sesekali mengintip.

Sembari mengatur napasnya, ia kembali mengintip. Rea mengerjap beberapa kali.

Kemana Vano?

Apa dia sudah pergi?

Dia sudah pergi?!

Bibir Rea tak tahan melengkungkan senyum puas. Ia berdiri, lantas melompat girang.

"Yes! Si Tomcat udah pergi!"

"Yang lo maksud itu siapa? Gue?"

Rea menghentikan aktivitas berbahagianya. Suara itu ...

Ia membalik badan secara paksa, dan menelan salivanya yang mendadak terasa berat. Raut wajahnya terasa kaku.

"K-kok lo bisa di sini?"

Vano membuka bungkus permen karet di tangannya, mengunyah isinya dan meremukkan bungkus itu sebelum melemparnya pada tong sampah di samping Rea. Gadis itu melongo.

"Gue sekolah di sini, jadi wajar aja kalau gue ada di sini. Bego lo gak abis-abis, ya." Vano menjawab santai. Oh, jangan lupakan cengiran nakal yang selalu tersungging di sudut bibirnya. Dia persis seperti devil!

"Bukan gitu mak-"

"Yang harusnya nanya itu, gue. Kenapa lo malah ngumpet di sini?"

"Eh? Tadi ... tadi ..."

"Lo ..." Vano menyipitkan matanya, "mau nyulik gue, ya?"

What the!

Pede sekali dia!

"Gila lo ya! Siapa juga yang mau nyulik Tomcat gila kayak lo!"

"Oh, gue tau." Tatapan mata yang jenaka itu mampu membuat bulu kuduk Rea meremang. Apa Vano sudah ingat?

"Tadinya permen karet di tas gue ada dua. Tapi, pas gue cek lagi, ternyata malah tinggal satu. Jangan-jangan ..." Vano melangkah ke depan, mempertipis jaraknya dengan Rea, "lo yang udah nyuri permen karet gue?"

Rea membulatkan matanya tak santai. Kenapa malah dirinya yang dituduh.

"Enak aja lo ngomong! Asal lo tau ya, gue itu bukan pencuri! Dan kalaupun gue mau nyuri, gak mungkin gue sebodoh itu geledah tas lo, cuma buat ngambil satu permen karet kampret yang lo bilang itu!"

Bukannya marah, Vano malah terbahak mendengar ocehan Rea. Wajah gadis itu tampak memerah padam. Ditambah lagi gaya bicaranya yang selalu ketus. Gadis itu benar-benar tampak konyol, apalagi bentuk tubuhnya yang sangat mendukung. Pendek.

Kira-kira, kalau Vano menginjaknya, apa gadis itu akan mati di tempat? Ah! Yang benar saja.

Rea besedekap, sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Jangan lupakan wajah cemberutnya itu.

"Oke, gue tau lo malu ngakuinnya."

"Set-"

"Sekarang, mana kotak bekal gue?"

Rea mematung di tempat. Pertanyaan itu mampu membuat bibirnya mengatup rapat.

Bagaimana ini?

Sial! Kenapa lelaki itu selalu ingat!

"Mana?" Lelaki itu menyodorkan tangannya di udara, berusaha menagih barang miliknya.

"Eh? Anu ... itu ..."

"Apa? Lo ngomong apa tadi?"

"Umm ..."

Tok!

Rea berkedip, ketika permen karet itu meletus di hadapannya. Dasar kurang ajar!

"Jadi, mana kotak bekal gue?" Vano semakin gencar memajukan langkahnya, sementara Rea perlahan memundurkan kakinya secara teratur.

Otaknya kini berpikir keras. Harap-harap akan menemukan cara untuk meloloskan diri kali ini.

"Tom! Ada permen karet seksi!" Rea menunjuk ke belakang Vano, sontak saja lelaki itu mengikut.

"Mana?"

Mampus! Kena tipu!

Tak mau membuat waktu lagi, Rea melarikan diri secepatnya. Walaupun kemampuan berlarinya jauh di bawah rata-rata, namun beruntungnya kali ini Rea bisa berlari lebih cepat dari biasanya.

Sepertinya kegiatan tidur siangnya kali ini memang harus di pending. Kotak bekal berbentuk panda itu jauh lebih penting saat ini.

***

Rea terbaring lelah di kasurnya. Setelah berkali-kali keluar-masuk toko, bertanya sana-sini, menaiki dan memberhentikan angkutan umum, akhirnya gadis itu berhasil menemukan sebuah kotak bekal berbentuk panda.

Kali ini, gadis itu langsung memasukkan kotak bekal baru itu ke dalam tasnya. Jaga-jaga, siapa tahu Reina akan mengambilnya lagi.

Jika dipikir-pikir, Vano itu memang terlampau aneh.

Mulai dari makanan kesukaannya, kebiasaan anehnya di setiap waktu, dan kotak bekal mini berbentuk panda miliknya.

Rea jadi semakin ragu. Apa benar Vano itu laki-laki tulen?

***

TBC!

Terimakasih telah membaca:)

Salam hangat,
Na❤

Fireflies [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang