Enam puluh satu

181K 10.4K 1.4K
                                    

"Ada hal yang seharusnya disadari sejak dulu. Salah satunya, mengubur rasa untuk dia yang selalu memberi kesan centang dua abu-abu."

***

Beberapa kertas berisi karya tulis dari siswa-siswi SMA Purnama tergeletak di atas meja. Kini, Rea berada di ruang ekskul Mading, melihat-lihat kegiatan Arisa di ruang itu.

Saat kembali dari kamar mandi, ia tak sengaja melihat Arisa yang hanya sendirian di sini.

"Rea boleh ikutan baca karyanya kan, Kak?"

"Boleh kok."

Gadis itu dengan senang hati membaca tulisan di beberapa kertas. Banyak yang menuliskan kata-kata motivasi. Dan ada pula beberapa yang menuliskan kata-kata perihal cinta. Sesekali Rea terkekeh geli.

Manik matanya menangkap sebuah buku tipis. Dilihatnya, Arisa sedang sibuk menggunting kertas. Dengan iseng, Rea mengambil buku tipis itu lantas membukanya.

Diluar dugaan, buku itu ternyata adalah sebuah Diary. Di setiap halamannya dipenuhi oleh tulisan, hingga saat ia tiba di halaman terakhir, tertulis nama Agam di sana.

"Agam? Buku ini punya Kak Agam?"

Sontak, Arisa merebut buku itu dari tangan Rea, lantas menyimpannya di dalam laci.

"Kak Arisa suka sama Kak Agam?"

"Eh? Hmm..." Gadis itu tampak gugup.

"Dari ekspresi Kak Arisa, Rea bisa nebak kalau jawabannya iya. Bener kan?"

Arisa tampak mengulum senyumnya, "Apasih, Re. Kemarin sih iya, sekarang udah enggak lagi."

"Kenapa?"

"Ya, awalnya gue emang sempat tertarik sama Agam, tapi semenjak tahu dia punya penyakit gak biasa, gue mundur."

"Maksud Kak Arisa?"

Gadis itu mendekatkan jaraknya dengan Rea, ia membisikkan sesuatu di telinganya, "Agam itu kena gangguan sister complex."

***

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Rea bergegas keluar kelas. Ia sudah tidak sabar menemui Zay.

"Mau kabur kemana lagi lo?" Vano tiba-tiba saja datang dan menghadangnya.

"Apasih lo, Tom?!" sungut gadis itu tak suka.

"Apasih-apasih! Ingat ya, lo jadi murid gue sekarang!"

Rea mengernyit heran, "Maksud lo?"

"Yaelah, pikun amat. Pak Danu nyuruh gue ngajarin lo main basket. Masih lupa?"

"Gue gak mau diajarin sama lo. Titik!" Rea melengos pergi dengan angkuh begitu saja.

"Songong banget lo. Heh, kalau nilai lo merah lagi, gue yang bakal kena getahnya!" Balas Vano sambil menghadang gadis itu kembali.

"Bodo amat! Bukan urusan gue." Gadis itu meninggalkan Vano lagi. Namun kali ini, ia sedikit berlari.

"Eh, Han!" Tidak tinggal diam, Vano pun ikut berlari mengejar gadis itu.

***

Zay duduk di sekitar lapangan sembari membaca sebuah komik. Sebelah kakinya ia angkat, dan bertumpu di atas kaki lainnya. Ia duduk dengan santai. Di sampingnya tergeletak sebuah tas dan bola basket.

Kali ini, ia berniat untuk menunaikan janjinya yang bahkan sejak dulu tidak pernah terpenuhi. Mengajarkan adik kelasnya bermain bola.

Beberapa siswi yang melewatinya, tentu merasa kagum dengannya. Lelaki itu tampak fokus membaca setiap halaman di buku tipis itu. Hal itu tentu menambah kesan tampan berkali-kali lipat.

Fireflies [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now