Kenalan

66.7K 4K 380
                                    

Pertengahan november 2004

BERbulan-bulan berlalu setelah penataran anak-anak kelas satu angkatan baru. Penataran di Basis memang hanya berjalan selama satu bulan penuh. Para warga kelas satu yang ikut basis sudah tidak lagi di tindas atau di suruh melakukan hal-hal yang konyol oleh senior. Karena setelah penataran selesai kami sudah di anggap masuk kedalam keluarga besar Basis.

Selama beberapa bulan terakhir ini tawuran rutin sering gua lakukan di saat berangkat atau pulang sekolah. Rasanya waktu itu tidak ada hari yang terlewati tanpa tawuran. Perputaran waktu kami hanya di lalui dengan perbuatan yang itu-itu saja.

Tapi sebagai warga kelas satu, gua masih sekedar ikut-ikutan aja buat rame-ramein acara doang. Gua bukan seorang anak yang memulai suatu keributan atau orang yang berdiri paling depan dengan sikap lantang sambil mengayun-ngayunkan celurit bagai seorang pitung yang punya ilmu kebal.

Gua masih sama seperti dulu. Kalau gak kepepet atau di paksa senior untuk maju ke depan buat tarung sama pelajar lain, gua cuma berdiri di tengah sambil ngelemparin batu atau botol kaca kosong.

Tapi kalau sudah di paksa senior, gua terpaksa maju dengan jantung empot-empotan, sambil muter-muter kopel, dengan harapan musuh takut liat tampang gua yang berlagak di serem-seremin. Tapi dasar tampang gua ini emang kebangetan ganteng, sang musuh bukannya takut malah semakin naksir sama gua! Mereka malah semakin menjadi-jadi mengeluarkan pedang yang di kibas-kibaskan di depan wajah gua yang mempesona ini.

Seperti hari-hari biasanya, pada jam sebelas siang gua sudah nongkrong di halte bus di depan jembatan warung silah untuk menunggu kopaja 616 yang sejak setengah jam lalu belum muncul-muncul wujudnya. Tas boogie yang gua gendong di belakang agaknya memang menyusahkan akses gua untuk bergerak. Bukan lantaran isinya buku-buku pelajaran tebal atau tugas praktikum yang gua bawa. Tapi di dalamnya sudah ada celurit, pedang cina setengah meter, dan sebuah gesper kopel.

Kadang-kadang gua mikir. Gua ini mau sekolah atau mau ngerampok orang ya? Kok pake bawa barang-barang kriminal kaya gini? Tapi bukan tanpa alasan gua membawa barang ini. Di karenakan anak-anak kelas dua sudah nitip untuk membawa persenjataan guna berperang ketika pulang sekolah nanti. Dan ini semua hasil paksaan senior yang gila tempur itu! Gua sebagai junior cuma bisa diam dan nurut-nurut bego aja.

Gak lama kemudian angkot yang sudah gua nanti-nanti itu tiba. Kondisi di dalam sudah padat merayap, bahkan ada beberapa penumpang yang bergelantungan di pintu, persis seperti kondektur yang selalu teriak-teriak dengan bahasa yang gak bisa di cerna oleh kuping manusia normal.

Gua langsung naik dan meluncur ke dalam. Dengan kesadaran tinggi gua gak mau naek gelantungan di pinggir pintu seperti beberapa penumpang lainnya. Jelas gua gak mau! Karena jalur yang akan gua lewati merupakan jalur rawan! Gua harus melewati tiga sekolahan musuh yang biasanya nimpukin anak-anak sekolahan yang suka gelantungan di pintu kopaja. Karena gua lebih sayang nyawa, makanya gua rela berdesak-desakan dan bersenggol-senggolan secara mesum di dalam angkot.

Akhirnya gua berhasil masuk ke tengah angkot dengan perasaan lega. Tanpa sengaja di sebelah gua ada sesosok gadis cantik berambut panjang sepunggung. Tinggi tubuh gadis itu lumayan proposional dengan berat badannya yang terlihat ramping. Kulitnya putih dan bibirnya merah jambu alami. Dia memakai bando berwarna merah yang menghiasi rambutnya.

Gua mencoba senyum semanis mungkin ketika mata kami beradu. Tapi entah kenapa gadis itu malah membalas dengan sorotan kesal dan tak bersahabat. Hal itu membuat gua sedikit menelan ludah di buatnya.

"Udah puas dorong-dorong orang?" Tanyanya dengan nada jutek.

"Maap, saya juga di dorong..jadi mau gak mau saya ikut dorong situ deh. Hehehe..maap ya.." balas gua sembari tersenyum seramah mungkin.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang