Nyekar

35.7K 2K 237
                                    

Gua berdiri di depan stasiun kereta pasar minggu sambil menatap coretan dinding nama sekolahan kami di tembok besar berwarna putih yang kusam. Coretan itu adalah hasil kaya tangan kreatif Erik Banjir sewaktu kami duduk di kelas dua. Sudah satu bulan lebih peristiwa itu berlalu. Tapi semua kejadian nya masih terekam jelas di dalam ingatan ini.

Fuji berdiri di samping gua ikut menatap coretan dinding di tembok besar stasiun.

"Udah Romi...ikhlasin aja...Erik sudah tenang di alam sana," katanya mencoba menghibur gua.

Gua tidak menjawab hanya tertegun menatap coretan dinding itu.

"Andai waktu itu gue dengerin lu, Ji.." ucap gua dengan perasaan menyesal. "Andai waktu itu gue percaya sama firasat lo...pas..ti..Erik masih bareng sama kita di sini.."

Fuji menatap gua dengan muka sedih.

"Semua sudah terjadi..gak perlu kita sesali lagi.."

Mungkin kalian bisa membayangkan.

Seseorang yang selama ini hidup bersama dengan kita, seseorang yang baru kemarin bergurau, tertawa, dan bercanda, tiba-tiba menghilang begitu saja. Tentu semuanya berat untuk kita terima begitu saja.

"Semua ada hikmah nya, Rom. Mungkin ini teguran untuk kelakuan kita selama ini," lanjut Fuji sambil berusaha melihat respon gua.

Gua masih bungkam.

"Apa lebih baik kita berhenti aja, Rom? Hm..kita mulai ngehindar aja dari basis," lanjutnya dengan suara agak ragu.

Gua menatap Fuji dengan wajah tak percaya.

"Elu ngomong apaan sih, Ji?"

Fuji diam dengan wajah menunduk.

"Seenaknya aja lu bilang berhenti. Emang lu gak mau balas dendam buat Erik?" Ujar gua dengan nada memarahi. "Terus pembunuh nya sendiri masih berkeliaran kaya gitu, elu mau biarin aja??"

"Bu-bukan begitu maksud gue, Rom.." jawabnya agak gugup. "Ta-tapi kalau kondisinya begini terus gue...."

"Lu tahu kan basis ini udah berdiri sejak lama!" Gua langsung memotong ucapan Fuji dengan penuh rasa emosi. "Gua udah di titipin sama senior untuk nerusin basis kita, sekarang elu bilang kita berhenti! Gua sampe gak percaya denger kata-kata itu dari mulut lo.."

Fuji menatap gua dengan wajah merasa tidak enak.

"Heh, Ji, gua tahu elu takut, elu tertekan, hidup lu gak tenang! Semua yang elu rasain itu sama seperti yang kita rasakan selama hampir tiga tahun ini! Emangnya siapa sih yang gak mau hidup tenang? Kalo di suruh milih gua mau kok hidup kaya anak-anak SMA, tapi keadaan udah beda. Kita udah terlanjur nyebur di kolam yang sama, Ji..."

Fuji masih bungkam dengan mulut terkunci.

"Elu tahu sendirikan? Kita di sini bukan untuk menjadi siapa yang paling teratas. Tujuan basis itu untuk melindungi sesama kawan dari setiap serangan. Itu yang namanya solidaritas! Kalau gua bubarin basis terus siapa yang menjamin keselamatan anak-anak basis? Siapa yang ngejamin anak kelas satu bisa berangkat dan pulang sekolah dengan aman? Siapa yang menjamin nama sekolah kita tetap terjaga? Sekolah? Polisi? Presiden? Siapa Ji??"

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang