Halte Cipedak

37.9K 2.1K 301
                                    

Bus melaju cepat membawa kami ke rumah Basis di Halte Cipedak. Teriakan demi teriakan dari anak-anak yang bergelantungan di pintu meramaikan sore hari yang mendung ini. Tawuran di Jakarta Pusat tadi masih menyisakan cerita kebanggaan di diri kami yang sepanjang jalan terus membahas itu.

Gua duduk di bangku paling belakang.

Sejak tadi gua hanya terdiam sambil melepas pandangan mata ke luar jendela. Seragam gua ganti dengan kaos biasa milik Dika yang gua pinjam. Sebab seragam tersebut sudah terciprat darah ketika membacok Ado berkali-kali.

Entah bagaimana nasib anak itu, kalau dia mati, bisa di pastikan besok gua akan masuk penjara.

"Udah selesai ya Rom..." kata Fuji tiba-tiba.

Gua menoleh menatap wajahnya.

"Cukup sampai di sini saja aksi brutal basis kita..semua dendam juga udah di balas," suaranya terdengar dingin.

"Ya..semua udah selesai.." jawab gua pelan sambil termenung.

Anehnya rasa tidak puas di dalam diri ini masih terus ada. Tapi di samping itu juga ada rasa penyesalan yang mendalam. Tadi kami memang bertindak terlalu ekstrim dan brutal hingga merusak fasilitas umum.

Sebenarnya apa sih yang kami lakukan selama tiga tahun ini? Apa sih manfaat yang telah kami dapat selama ini? Selama ini pikiran gua terus berkecambuk dan mulai mempertanyakan tujuan kami selama ini. Hal itu di mulai setelah sepeninggalan almarhum.

Erik, kalau lo denger pertanyaan gua saat ini, lo tahu gak jawabannya?

Apa lo ikut puas ketika kami membalaskan dendam lo?

Apa lo puas kami mengembalikan kehormatan lo?

Kita masih saling melindungi satu sama lain dan mempertahankan kehormatan kita.

Jalan yang kita ambil selama ini gak salah kan?

Lo pasti tahu itu, Rik.

Gua yakin lo bakal mengerti dengan jalan yang kita ambil.

Karena dari dulu lo sering membicarakan tentang kesolidaritasan, kebanggan, kehormatan dan harga diri.

Di sini kami meneruskan perjuangan lo!

"Lo sadar gak sih? Lo itu tadi hampir ngebunuh orang..." tiba-tiba Fuji mulai angkat bicara lagi.

Gua hanya menghembuskan nafas berat.

Jadi ngeri sendiri membayangkan diri gua yang kesetanan seperti itu.

"Kalo sampe Petir dan Ado tewas. Selesai karir lu di sekolah, Rom.."

Gua tidak menjawab.

"Sepertinya kita memang harus berhenti, Romi..." lanjut anak itu dengan suara pelan sekali.

Berhenti ya...?

Mungkin benar yang di bilang anak itu. Sekarang saatnya untuk berhenti, sebelum kelakuan kami menjadi lebih brutal dan lebih sadis hingga merenggut nyawa anak yang sebaya dengan kami...

Tapi.....

Bus yang kami tumpangi melewati poltangan menurunkan beberapa penumpang di sana, lalu kembali melaju menujuh tanjung barat. Beberapa meter sebelum fly over jalan baru Zikri yang bergelantungan di pintu depan berseru keras.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang