Jangan Pergi Kawan

37.9K 2.3K 464
                                    

Sore itu hembusan angin terasa dingin. Jalur lalu lintas yang berhenti total kembali lancar setelah tawuran berakhir. Beberapa pengemudi atau penumpang melihat kearah kami dengan tatapan meringis. Sebagian dari mereka mengumpati kami.  

       "Eriiik..." panggil gua lagi dengan suara yang pelan.

       Gua masih menggoyang-goyangkan tubuhnya.  

       "Bangun Riiiikk..." tubuh gua lemas seperti tak bertulang ketika telapak tangan gua terkena darah Erik.

       Masih tidak ada jawaban dari anak itu.

       "Graffity lu di halte kan belum selesai...jangan pergi dulu kawan..." ke dua mata gua mulai basah.

       Agus Tengik dan Dika terdengar terisak-isak.

       "Sedikit lagi kita lulus, nyeet.." lanjut gua dengan suara serak.

       Zikri langsung mendekapkan wajahnya di antara kedua lutut. Mukanya merah dan air matanya sudah tumpah sedari tadi.

       Kedua tangan gua bergetar hebat, ketika membalikan tubuh Erik Banjir.

       Wajah anak itu hampir tidak gua kenali, karena memang sudah rusak. Lebam dan banyaknya sayatan senjata tajam. Bahkan bibir Erik terbelah di tengah. Kekejaman apa yang mereka lakukan hingga menghabisi orang sampai seperti ini??

      Erangan Fuji terdengar memilukan di telinga, membuat gua semakin hilang kesadaran. Fuji mengerang dan menangis sejadi-jadinya.

       "Jangan pergi kawan! Katanya lu mau jadi insinyur..." gua mulai sesegukan tak kuat lagi menahan air mata.

       Lalu...

       Semuanya seakan gelap dan menghilang...

       Beberapa kali dada Erik terlihat naik turun bersamaan dengan suara erangan dari mulutnya. Namun sesaat kemudian, erangan itu menghilang, seiring nafasnya yang habis di ujung tenggorokan.

       Fuji menangis sejadi-jadinya.

       Yang lainnya hanya menatap dengan pandangan mata tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

       "ERIIIIKKK BANGUUUUUNNN LU ANJIIING!!!!!" Teriak gua semakin mengganas.

       Sambil mengoyang-goyangkan tubuh anak itu dengan kasar. Sedangkan air mata ini sudah benar-benar membasahi wajah gua.

       Fuji mendekat sambil memegang ke dua pundak gua.

       "UDAAAH ROOOMMIIIII!!! UDAAAAHHHH!!!"

       Fuji menahan tubuh gua dari belakang. Lalu dia mendekap dan menangis hebat di pundak gua.

       Sore ini sahabat terbaik gua tewas di jalanan...

       Tubuhnya yang bersimbah darah, wajahnya yang pucat, dan darahnya yang basah, menyimpan cerita di dalam kenangan kami selamanya.

       Kenangan yang akan terus kami kunci rapat di dalam hati.

       "DOOOORRRR!!!!"

       "DOOOORRRR!!!!"

       Tembakan pistol terdengar seakan merobek langit.

       Sekumpulan pelajar sekolah kami berlarian menyelamatkan diri masing-masing.

       Gua tidak peduli akan suara pistol tersebut, gua masih terpaku menatap tubuh sahabat gua yang kini sudah tak bernyawa. Begitu juga dengan Agus Tengik, Fuji, Zikri, Gondel, Ruby dan Dika yang sama sekali tak bergeming ketika polisi mendatangi kami yang masih menatap tubuh Erik Banjir.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang