Gerakan Kapal Blok-M

39.2K 2.2K 96
                                    

Sore hari yang mendung menghiasi langit Pasar Minggu. Atap bangunan-bangunan liar di samping rel kereta api berbunyi keras ketika di tiup oleh angin kencang. Di samping rel kereta api gua menatap langit yang semakin menggelap dengan perasaan ngeri. Langit mengeluarkan kilat berbarengan dengan suara yang menggelegar.

"Bakal ujan gede nih.." komentar Agus Tengik.

"Yeah..bakal ujan gede.." ucap gua pelan dengan perasaan masih gundah.

"Saat-saat kaya gini nih yang paling bagus buat mangkal!" Lanjut Erik Banjir terlihat ceria betul padahal baru tadi siang kami di kejar-kejar sekolahan musuh.

"Maksud lu mangkal gimana?"

"Lu liat tuh ke seberang!"

Erik menunjuk beberapa orang gadis SMA di seberang jalan. Tapi gua tetap tidak mengerti apa maksudnya. Namun beberapa saat kemudian angin kecang menerpa dan langsung menggoyangkan rok gadis-gadis SMA tersebut.

Kontan anak Basis 616 & 63 sekolahan kami yang sedang berada di pinggir rel kereta listrik bersuit-suit dengan genit. Ada kegembiraan tersendiri yang mereka dapat, namun ada juga kesialan yang di dapat orang lain karena cuaca seperti ini.

"Bise aje lu, germo!" Kata Agus Tengik sambil mengakak dengan hati yang riang.

"Hehehehe...sebenernya spot yang paling bagus itu di deket pintu kereta. Bisa liat lebih jelas lagi warna-warni isi daleman anak cewek. Mau ke sana lu? Kalo mau ayo dah!" Ajak Erik dengan antusias.

"Ayo! Ayo! Mau banget gua!" Jawab Agus Tengik yang sangat tertarik.

Gua diam saja.

Tidak bergerak seinci pun dari tempat gua berdiri.

Pandangan mata gua masih menatap beberapa anak-anak Basis 806 di seberang jalan yang sedang bercanda-canda. Mereka nongkrong di halte depan BSI. Menunggu kawanan Basisnya berkumpul, setelah itu berangkat ke markas mereka di Perdatam Pancoran. Begitulah aktifitas mereka sehari-harinya.

"Ayo Rom!" Ajak Agus Tengik.

Gua menggeleng pelan. Menolak ajakan itu. Bukan lantaran tidak tertarik, tapi suasana hati memang lagi gak mood.

"Belagu lu! Sok alim! Liat aja entar juga nyesel lu!" Seru Erik Banjir terlihat kesal betul.

Gua tidak menggubrisnya.

Tetap menikmati angin sejuk pada sore hari ini dengan hati kalut. Hati gua masih sakit akan perlakuan guru-guru di sekolah. Hal itu yang membuat mood gua hilang sampai sore hari ini.

Anak-anak Basis 616 & 63 sendiri berada di belakang gua.

Mereka nongkrong bergerombolan di rel kereta listrik, bersembunyi di balik banguna-bangunan liar.

Seorang guru killer bernama Sukri sudah dari satu jam yang lalu duduk di dalam warung kopi dengan setelan jacket hitam yang menyerupai seorang Intel. Itulah yang akan beliau lakukan setiap sore kala ada suatu peristiwa tawuran yang dilakukan oleh pelajarnya, itu pun kalau beritanya sampai terdengar oleh sekolahan.

Pasalnya kemarin Basis 687 bentrok dengan anak Kapal di daerah Wisma. Lalu Basis kami yang baru tadi siang bentrok di komplek AL dengan anak STM Teladan.

Di kondisi-kondisi seperti inilah Pak Sukri akan terus berpatroli untuk mengawasi anak-anak pelajarnya agar tidak berbuat onar kembali. Kalau melihat kami bergerombol saja sudah pasti akan di bubarkannya. Tidak ada satupun anak Basis yang berani nongkrong di sana. Maka dari itu anak-anak Basis selalu kucing-kucingan dengan beliau.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang