Anak-Anak Basis Pagi

41.4K 2.3K 99
                                    

Kopaja 616 melaju cepat di jalan raya Cipedak. Anak-anak Basis 616 yang bergelantungan di pintu-pintu bus mulai bersiap-siap untuk turun di halte yang jaraknya sudah tidak jauh lagi.

"Pedak penuh! Pedak penuh!!" Seru Gusdur heboh.

Mendengar seruan itu membuat jantung kami mulai berdetak kencang.

Wajah-wajah tegang mulai terpampang dengan jelas. Kegaduhan di dalam angkot pun di mulai.

Dari kopaja ini kami bisa melihat beberapa kumpulan pelajar berseragam putih abu-abu sedang nongkrong di halte kami. Mungkin di sana ada sekitar sepuluh orang lebih yang sengaja menunggu kami.

"Wih..anak mana noh?" Seru Kotit dengan mata yang awas mengamati situasi.

"Kalo bukan anak STM Teladan, kemungkinan besar anak 14 DC. Akhir-akhir ini mereka terus ngerusuhin Basis pagi kita di halte," beritahu Bari yang mulai pasang tampang waspada. Sebelah tangan pemuda itu sudah masuk ke dalam tas guna menarik senjata sewaktu-waktu.

"Berani amat nongkrong di base camp kita! Harus di pretelin ini!" Lanjut Botak yang napsu ingin menghajar pelajar-pelajar di sana.

"Woi...siap-siap! Ada pelajar lain di halte!" Seru Gusdur berteriak dari pintu depan. Anak itu meminta kami untuk bersiap-siap dengan segala kemungkinan terburuk.

"Rom! Rom! Siapin BR!" Lagi-lagi Kotit meminta gua menyiapkan senjata.

"Rom, lu gerakin anak-anak kelas satu ke depan! Pokoknya jangan ada yang sampe di kasih mundur!" Perintah Botak sang pentolan Basis dengan tegas.

Bukannya gua ingin mengeluh karena selalu di suruh ini itu oleh anak kelas dua. Tapi gua merasa sepertinya agak aneh saja, karena bukan cuma gua doang di sini yang jadi warga kelas satunya. Kan masih ada Agus Tengik, Erik Banjir, atau bahkan Zikri yang memang mempunyai nyali besar di dalam Basis. Tapi kalau ada apa-apa kenapa selalu gua yang menjadi pagar betis untuk mereka?

Rom, gerakin anak-anak..

Rom, backingin gue...

Rom, majuin ke depan...

Rom, tahan anak-anak supaya kaga mundur...

Rom, jagain anak-anak jangan sampe ada yang kena!

Rom! Rom! Rom!

Aahkkk! Lama-lama gua muak sama keadaan seperti ini! Emangnya gua yang megang anak kelas satu di Basis ini?? Gua aja masih perlu mempelajari situasi di saat-saat genting! Kenapa gua yang harus mengkoordinasi anak kelas satu?? Kalau begini terus keselamatan gua lama-lama bisa terancam juga..

Tas gitar yang berisi berbagai jenis senjata tajam kami sembunyikan di bawah kolong kursi belakang. Setidaknya ini adalah tempat paling aman kalau tiba-tiba polisi merazia kami di dalam angkot.

Gua membuka tas gitar tersebut. Lalu satu persatu anak-anak mulai mengambil senjata favorit mereka masing-masing.

Dan lagi-lagi gua hanya ke bagian kopel.

Kopel sendiri adalah senjata dengan strata terendah. Kalau menghadapi musuh yang kuat, tentu saja Kopel tidak memberi Shock Therapy yang besar. Malahan anak yang memegang kopel selalu jadi target-target empuk di dalam tawuran. Tapi dari pada gak ada senjata, lebih baik memakai kopel untuk pelindung diri.

Sejauh lima puluh meter dari Halte kami turun serempak.

Lalu beberapa anak mulai membanjiri seisi jalan raya dengan teriakan-teriakannya.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang