Lomba Teknik

35.4K 2.4K 383
                                    

Seluruh jalanan dan gedung tempat di laksanakan perlombaan teknik di penuhi oleh pelajar dari pelajar sejakarta yang ikut lomba. Bahkan ada beberapa sekolahan musuh yang menjadi pesertanya juga. Tapi kami tidak datang untuk tawuran melainkan untuk mengikuti lomba. Ruangan di tempat kompetisi sudah di penuhi oleh tamu undangan dan suporter dari sekolahan masing-masing, walau semuanya tidak dapat masuk karena kapasitas tidak cukup, akhirnya sebagian terpaksa terhampar di luar gedung.

Acara di buka oleh ketua panitia lomba dengan ceramah singkat di atas podium. Para pesertanya sudah siap di posisi masing-masing dengan alat kerja yang di sediakan. Termaksud gua, Robert dan Fuji. Perlu di ketahui di sini kami adalah satu team yang harus bekerja sama dengan solid untuk menjadi yang terbaik di antara sekolahan lain.

Tentu tujuan utama bukan untuk jadi juara, karena itu suatu hal yang mustahil bagi kami. Yang jelas kami sama-sama berjuang untuk tidak mendapat peringkat di posisi terakhir dalam kejuaraan ini.

Yah, minimal masuk dua puluh besar udah cakep banget.

Ika dan anak-anak STM gua terlihat paling rusuh sambil meneriakan yel-yel sekolahan kami. Sampai-sampai panitia harus berulang kali memperingatkan agar tidak berisik. Namanya anak STM mau di larang malah semakin menjadi.

Keadaan mulai hening di ruangan lomba. Gua mencoba berkonsentrasi pada pekerjaan. Kerja sama kami bertiga sejauh ini cukup baik dan solid, tapi karena gua di tunjuk sebagai leader team jadi pekerjaannya seperti double saja. Karena bolak-balik gua harus mengecek gambar dan mengarahkan apa yang harus dilakukan terlebih dahulu, tentunya harus cepat tapi tepat dan tidak memakan waktu lama. Untungnya pada pelajaran praktek kami sering melakukan kerja sama team dan leadership skill jadi ketika ada lomba seperti ini sudah tidak kaget lagi.

Berjam-jam berlalu hingga menguras tenaga dan otak kami, tapi alhamdulillah sejauh ini kami dapat mengerjakan dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Halangannya hanya Fuji yang tidak sengaja kepleset sewaktu mengambilkan obeng untuk Robert menyambung rangkaian kabel pada panel listrik. Obengnya melayang ke jidat Robert, Fujinya mendarat dengan mulus ke lantai. Hal konyol ini sempat jadi bahan tertawaan di dalam ruangan lomba. Tapi itu bukan masalah besar.

Teeeeetttt!

Teeeeeeetttt!!

Teeeeeeettt!!

Bel yang menandakan lomba telah berakhir berbunyi panjang. Selesai tidak selesai pekerjaan harus di kumpulkan. Untungnya team kami sudah selesai dan bahkan sempat mengoreksi ulang pekejaan kami. Para panitia yang akan melakukan penilaian naik ke atas panggung. Konon panitia-panitia ini kebanyakan dari perusahaan besar dan dosen di kampus ITB atau UI.

Kami turun panggung di sambut oleh puluhan anak sekolahan kami yang ikut mendukung. Opung, Big Boss, dan Bu Rani menyambut dengan raut wajah cemas.

Big Boss melambaikan tangan agar kami menghampirinya di kursi penontin. Akhirnya kami bertiga ke tempat duduk para guru.

"Bagaimana kau bisa mengerjakan ujian itu?" Tanya Big Boss harap-harap cemas.

"Baru juga selesai langsung di tanya. Kasih minum dulu kek," protes gua.

"Aah gampanglah kalau masalah itu. Yang penting bagaimana ujiannya?"

"Beres boss.." jawab gua sembari hormat seperti seorang tentara.

Big Boss diam saja dengan raut wajah ragu.

"Kenapa pak kok kaya gak yakin gitu sama saya?"

"Muka kau itu buat aku semakin gelisah. Apa benar kalian bisa?"

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang