Sedih

30.6K 2K 105
                                    

Di kios rokok depan gereja gua sedang menatap es batu pada gelas sisa jus yang baru habis. Dengan menggunakan sedotan gua putar-putar es batu yang perlahan demi perlahan mencair.

Apakah cinta seperti es batu ini? Besar, dingin, tapi akhirnya mengecil dan mencair... menjadi air....

Gua agak tergugah ketika bangku di depan bergeser. Tapi itu tetap tidak menarik perhatian gua untuk mengetahui siapa yang duduk di sana.

"Romi..."

Suara khas yang gua rindukan kini menarik perhatian dan mulai menatap orang yang memanggil.

Ika...

Sudah hampir dua minggu gua sengaja menghindari Ika. Semenjak liburan kenaikan kelas sampai pelajaran lembaran baru di mulai gua tidak pernah menelefonnha, tidak pernah ke rumahnya dan selalu menghindar kalau bertemu di lingkungan sekolah.

Sama seperti empat hari yang lalu gua menghindar dari Ika.

Gua menyalahkan rokok, lalu menatap Ika dengan datar.

"Romi masih marah ya sama Ika?" Tanya nya dengan suara lembut.

"Buat apa marah? Gua gak punya masalah sama lu. Terus ngapain harus marah?"

"Itu buktinya dari cara ngomongnya aja udah beda. Biasanya pake aku-kamu," semakin memelas wajah gadis itu.

"Gua kan emang begini dari dulu..."

Ika termangu sambil menatap gua dengan sorot mata sedih.

"Dulu Romi mau ngomong-ngomong, mau main ke rumah, sering telefon Ika kalau malam, sekarang kok nggak pernah lagi?"

"Gua lagi sibuk praktek buat kelulusan nanti,"

"Emang gak ada sedikit waktu luang?"

Gua bungkam sambil melempar pandangan ke arah jalan.

"Ika mau ngomong-ngomong kaya dulu lagi, tentang film, buku, musik atau tentang cerita-cerita lucu Romi. Oh iya Ika kan tahu kalau Romi suka sama band Rancid, makanya Ika beli album Indestructible Rancid, kita bisa mendengarkan sama-sama di rumah. Romi, mau ya?"

Gua menggeleng pelan.

Ika langsung terdiam dengan muka bertambah sedih.

"Romi, betul-betul tidak marahkan? Makanya gak mau ngomong-ngomong kaya dulu lagi sama, Ika? Cuma karena sibuk praktek aja kan?"

"Iya, sibuk praktek," jawab gua pelan.

Ika menarik nafas dalam-dalam.

"Kalau memang gak marah, kita jalan-jalan aja yuk?"

Gua diam sesaat lalu mengangguk.

Bibir Ika tersenyum lebar. Ini kali pertamanya lagi gua melihat gadis itu tersenyum semenjak terakhir ketemu.

Ika meraih tangan gua, tapi langsung gua lepaskan.

Anak itu meraih tangan gua lagi dan kini gua lepaskan lalu berjalan menjauh. Ika kembali termangu dan berjalan mengikuti gua dari belakang.

Ketika sampai di seberang jalan gua berhenti, lalu menghadap ke Ika. Tak sanggup rasanya menatap wajah itu selalu terlihat sedih.

"Ika.." panggil gua pelan.

Ini pertama kalinya lagi gua memanggil namanya secara langsung.

Ika menatap gua dengan bola mata yang bulat. Bola mata indah yang dapat mengjuham hati gua.

"Gua seneng bisa kenal elu...."

"Ika juga seneng kok bisa kenal Romi,"

Lagi-lagi suara khas kekanakannya bikin gua lemah.

"Ta-tapi gua minta, ini hari terakhir kita bertemu.."

Wajah Ika langsung terpaku dengan sorot mata tajam yang menembus pandangan gua. Mungkin dia tidak menyangka gua akan berkata seperti ini.

"Mungkin ini jalan terbaik untuk kita berdua. Gua gak mau ganggu hidup lu lagi,"

"Ke-kenapa harus kaya gini sih?" Air mata mulai tumpah di pipinya. "Romi masih marah? Ika bisa jelasin semuanya...please, Ika cuma butuh Romi mendengarkan penjelasan, cuma itu! Romi jangan kaya gini ya..."

Semakin sesak dada gua melihat dia menangis.

Semakin tidak kuat hati ini untuk meninggalkan Ika.

Tapi semua nya itu harus gua lakukan untuk kepentingan kami bersama. Gua gak ingin jadi orang yang merusak hubungan Ika dan Kekasih barunya itu. Karena dengan bersama Ika saja, membuat gua ingin memiliki dia sepenuhnya...

Gua hanya ingin Ika bahagia..

Gua pergi menyeberang jalan meninggalkan Ika yang masih menangis sembari memanggil nama gua.

"Roomiiiii..."

Gua pikir hubungan dengan Ika cukup sampai di sini saja.

Tidak perlu menjadi teman, sahabat, terlebih lagi pacar. Jika di lanjutkan pun akan menyakitkan untuk gua dan pastinya Ika juga. Meski sedih harus gua telan mentah-mentah rasa ini...

Karena kini dia sudah menjadi milik orang lain. Dia sudah memiliki super hero yang akan menjaganya. Jadi kehadiran gua juga sudah gak berarti lagi. Biarlah kenangan tentang kami mencair seperti batu es, lalu menghilang secara perlahan...

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang